Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Selasa, 22 Maret 2011

GAMBARAN PUISI INDONESIA

1. PENDAHULUAN
Dalam perkembangan puisi dari jaman-kejaman puisi kian bertambah maju dan berkembang. Sebab, dengan seiring berkembangnya jaman maka bertambah maju pula ilmu pengetahuan seseorang. Begitupun dengan para pengarang-pengarang ataupun sastrawan-sastrawan yang ahli dibidang puisi, yang selalu berusaha mengikuti era jaman.
Puisi Indonesia memiliki ciri khas tertentu, sesui dengan kemahiran pengarangnya dalam menyusun suatu kata-kata. Puisi juga dapat digolongkan sesuai dengan daerah dari mana asalnya, seperti puisi jawa yang jelas-jelas berasal dari Jawa. Ada juga puisi yang digolongkan sesuai dengan waktu dan masa puisi tersebut diciptakan, seperti puisi lama dan puisi baru.
Berdasarkan penjelasan diatas, puisi selalu berkembang mengikuti jamannya. Puisi dibuat pengarangnya dengan memperhatikan keindahan kata-katanya. Seperti menggunakan diksi yang tepat. Pusi dapat memberikan inspirasi bagi pembacanya. Karena puisi bersifat menghibur dan memberikan suatu pencerahan kepada para pencinntanya.

2. Masalah
Berdasarkan tujuan penulisan diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaiman ciri-ciri puisi sesuai dengan jamannya ?
b. Apa yang kita peroleh jika kita sudah mengenal ciri-ciri dan bentuk gambaran puisi Indonesia?
3. Pembahasan
3.1 Gambaran Puisi Indonesia
Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua. Karya besar yang bersifat abadi seperti: Mahabhrata, Ramayana, Wedatama, Tripama, Babad Tanah Jawi (sastra jawa), Oedipus, Antigone, Hamlet, Machbeth, dan sebagainya. Bentuk puisi yang paling lama adalah mantra. Didalam mantra tercermin hakikat sesungguhnya dari puisi, yakni bahwa pengkonsentrasian kekuatan bahasa itu dimaksudkan oleh penciptanya untuk menimmbulkan gaya magis atau kekuatan ghaib. Ciri-ciri struktur fisik, tetapi juga oleh struktur makna atau tematiknya.
3.1.1. Mantra
Mantra terdapat didalam kesusastraan daerah diseluruh Indonesia. Mantra berhubungan dengan sikap religius manusia. Untuk memohon sesuatu kata-kata pilihan yang berkekuatann ghaib, yang oleh penciptanya dipandang mempermudah kontak dengan Tuhan. Dengan cara demikian, apa yang diminta (dimohon) oleh pengucap mantra itu dapat dipenuhi oleh tuhan.

Karena sifat sakralnya, mantra seringkali tidak boleh diucapkan oleh sembarang orang. Hanya pawang yang berhak dianggap panntas mengucapkan mantra itu.

Dari uraian diatas menyatakan bahwa sebuah mantra mempunyai kekuatan bukan hanya struktur kata-katanya, namun lebih dari struktur batin. Karena sifat mantra yang sakral, mantra tidak dapat mudah ditemukan.
Hampir disemua daerah di seluruh Indonesia terdapat mantra. Mantra tidak hanya untuk keperluan baik, namun seringkali juga untuk keperluan yang dipandang kurang atau tidak baik.

Contoh mantra:
Mantra dari Jawa

Sang ireng jeneng muksa pengreksane,
Sang enim mati jati rasane,
Lakune ora katon pangrasane manusa,
Bismilahirrohmanirrohim,
Car mancur cahyaning Allah
Sungsum balung rasa ning pangeran,
Getih daging rasaning Pangeran,
Kulit wulu rasaning pangeran,
Iya ingsung mancuring Allah jatining manusa,
Nek putih rasa ning nyawa, badan Allah sak kelebut putih,
Iya inngsun nagara sampurna.

Beberapa ciri-ciri pokok dari mantra, yakni:
1. Pemilihan kata sangat saksama.
2. Bunyi-bunyi diusahakan berulang-ulang dengan maksud memperkuat daya sugesti kata.
3. Banyak dipergunakan kata-kata yang kurang umum digunakan dalam kehidupann sehari-hari dengan maksud memperkuat daya sugesti kata.
4. Jika dibaca secara keras mantra menimbullkan efek bunyi yang bersifat magis, bunyi tersebut diperkuat oleh irama dan metrum yang biasanya hanya dipahami secara sempurna oleh pawang ahli yang membaca mantra secara keras.

3.1.2. Pantun dan Syair
Kedua jenis puisi ini adalah jenis puisi lama yang paling terkenal. Jenis-jenis puisi lama lainya adalah talibun, gurindam, tersina, dan sebagainya. Jenis-jenis puisi lain selain pantun dan syair itu merupakan struktur yang prinsip-prinsipnya sama dengan struktur pantun dan syair.
Ikatan yang memberikan nilai keindahan dalam struktur kebahasaan itu berupa:
1. Jumlah setiap suku kata dalam setiap baris.
2. Jumlah baris setiap bait.
3. Jumlah setiap bait setiap puisi
4. Aturan dalam rima dan ritme

Pantun terdiri atas dua bagian, yakni sampiran dan isi. Sampiran merupakan dua baris pantun yang memiliki sarana bunyi untuk menunjuk isi. Hubungan antara sampiran dengan isi hanyalah hubungan dalam hal saran dan bunyi itu. Pantun dan syair menyembunyikan penciptanya; karya sastra bersifat anonim. Sifat anonim itu menyebabkan aturan –aturan yang dapat dijadikan kriteria penilaian segi estetika pantun dan syair cukup kuat.

Klasifikasi pantun dan syair meliputi:
Pantun : pantun anak-anak, pantun muda, pantun tua, dan pantun jenaka.
Syair : cerita panji, syair ceriata fantasi, syair alegoris, syair sejarah, syair budi pekerti, dan syair pendidikan, serta syair saduran dari bahas asing.
Pantun adalah puisi asli Indonesia. Pantun tepat untuk suasana tertentu, seperti halnya juga seni lainnya hanya tepat untuk suasana tertentu pula. Dalam upacara perkawinan banyak digunakan untuk sambutan; penggunaan pantun disini menimbulkan suasana akrab.
Beberapa pantun (Melayu):
a. Pantun muda
b. Pantun tua
Sampiran itu adalah kesatuan sintaksis yang memiliki kesatun makna pula, meskipun maknanya tidak berhubungan dengan makna baris-baris berikutnya. Makna sampiran hanya bersifat permainan; oleh sebab itu bagiann ini disebut sampiran.
Pantun selesai dalam satu bait. Syair tidak selesai dalam satu bait, karna syair biasanya untuk bercerita. Semua syair mengandung isi, karena syair tidak bersampiran. Empat baris syair yang merupakan satu bait adalah satu kesatuann sintaksis yang mengandung suatu makna, yang berkesinambungan. Biasanya makna syair ditentukan oleh bait-bait berikutnya mirip dengan alenia-alenia sebuah cerita. Sedangkan pantun tidak diteruskan oleh bait-bait berikutnya. Contoh syair yaitu, syair Ken Tambunan (cerita Panji), dan syair Si Burung Pungguk.
Ada beberapa ahli sastra berkebangsaan Belanda yang mengacaukan pengertian pantun dengan Wangsalan dalam kesusastraann Jawa. Pantun sama dengan parikan dan tidak sama dengann Wangsalan. Didalam parikan hanya ada sarana bunyi pada dua baris yang lazim disebut sampiran. Saran bunyi dalam sampiran itu lajim mennggunakan bahsa daun-daunan (seperti juga dengan kebanyakan pantun). Dalam wangsalan dua baris pertama tidak hanya merupakan sarana bunyi tetapi merupakan teka-teki yang akan terjawab pada unsur-unsur isi.
Contoh bentuk pantun dan wangsalan ialah parikan dan wangsalan. Fungsi wangsalan dalam kesusastraan Jawa adalah untuk mengungkapka nasihat-nasihat. Dalam wangsalan diperlukan kejelian pembaca untuk melihat jawaban teka-teki yang dapat dibaca dalam isi karena sering tersamar dan sering maknanya berubah.
3.1.3. Puisi Jawa
Seperti halnya contoh dalam Tembang Asmaranda. Kedukaan dalam puisi ini adalah duka asmara. Tema amanat yang disampaikan berupa nasihat yang berhubungan dengan duka asmara tersebut.
Aturan struktur fisik tembang Asmaranda adalah terdiri atas 7 baris tiap bait. Tiap-tiap baris diatur dengan guru wilangan 7-a, 8-u, dan 8-a, sedangkan struktur bathinnya harus mengungkapkan duka asmara. Seperti contoh pada Tembang Durmo, yang isinya mengemukakan tantangan yang diberikan oleh Kumbakarna kepada empat prajurit kera dalam perang antara pasukan Rama melawan Rahwana yang dipimpin oleh Kumbakarna (adik Rahwana).
Struktur fisik Tembang Durmo menunjukkan aturan bait, yang terdiri atas Guru Wilangan dan Guru lagunya adalah: 12-a, 7-I, 13-a, 8-I, 5-a, dan 7-i. Aturan struktur fisik ini digunakan untuk mengungkapkan nada marah, menantang, berani, sombong, dan patriotik. Seperti pada Tembang Sinom. Puisi Sinom terdiri atas 8-I, 7-a, 8-I, 13-a, 8-I, dan 10-a. Perasaan dan nada yang diberikan tidak harus diterima oleh penerima nasihat itu, meskipun nasihat itu bernilai tinggi karena perasaannya adalah serius, sungguh-sungguh, filosofis, dan lain sebagainya. Dan seperti halnya Tembang Pengkur yang terdiri atas 7 bait. Guru wilangan dan guru lagunya, adalah nasihat berbeda dari nasihat dalam Tembang Sinom, maka pemilihan kata-kata, lambang kiasan, dan bunyi dipilih pun juga berbeda.
Dari beberapa Tembang diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam puisi terdapat kepaduan antara bentuk pengucapan secara fisik dan bentuk pengucapannya secara bathin. Puisi tidak boleh hanya ditinjau dari segi struktur fisiknya berupa baris, bait, bunyi, kata, lambang, kiasan, dan sebagainya.
3.1.4. Puisi Baru
Bentuk puisi yang dapat disebut puisi bari ialah diambil dari sastra asing. Puisi-puisi yang dapat diklasifikasikan puisi baru, ialah distichon (2baris), quint (5 baris), tersina (3 baris), quartrain (4 baris),sextet (6 baris), septima (7 baris), dan oktaf (8 baris). Soneta terdiri dari 14 baris, yang biasanya dibagi atas: 3 quartrain, ditambah satu distchon, 2 quartrain ditambah dengan 2 tersina, mungkin pula variasi lain.
Pembaharuan yang setengah-setengah begitu juga tampak pada bentuk sonata, misalnya pada puisi yang dikarang oleh Ali Hasmij dibawah ini:
MENYESAL
Pagiku hilang sudah melayang
Hari mudaku telah pergi,
Kini datang membayang,
Batang usiaku sudah tinggi.

Aku lalai dihari pagi,
Beta lengah di masa muda,
Kini hidup meracun hati,
Miskin ilmu, miskin harta,

Ah, apa guna kusesalkan,
Menyesal tua tiada berguna,
Hanya menambah luka sukma,

Kepada yang muda kuharapkan,
Atur barisan dihari pagi,
Menuju arah padang bakti.

Puisi diatas terdiri atas 2 quartrain dan 2 tersina.

3.1.5. Puisi Angkatan 45
Ada angkatan 45 yang dipentingkan adalah makna atau bentuk bathin puisi. Ikatan bentuk fisik puisi tidak dominan lagi. Unsur-unsur pengaturan bahas masih ada dan digunakan secara kreatif (tidak statis).
Contoh:

Isa
Itu tubuh,
Mengucur darah,
Mengucur darah,


Rubuh,
Patah,
Mendampar Tanya: aku salah!

Kulihat tubuh mengucur darah
Aku berkaca dalam darah

Terbayang dimata, masa
Bertukar rupa ini segera

Mengatup luka,
Aku bersuka,
Itu tubuh,
Mengucur darah,
Mengucur darah.

Chairil Anwar adalah pelopor revolusi bentuk puisi. Baginya bentuk fisik itu tidak penting, yang penting adalah wujud pengucapan bathin. Isi ataupun bentuk pengucapan bathin puisi masih tetap ditonjolkan.

3.1.6. Puisi Kontemporer
Sudtarji Calzoum Bachri dipandang sebagai pembaharu dunia puisi Indonesia. Jika Chairil Anwar menetapkan bentuk fisik (bunyi) kedudukan yang terpenting.
Contoh puisi kontemporer:
Amuk
Ngiau ! kucing dalam darah dia menderas
Lewat dia mengalir ngilu ngiau dia bergegas
Lewat dalam aorta dalam rimba darahku dia
Besar dia bukan harimau bukan singa bukan

Hyena bukan leopard dia macam kucing bukan
Kucing tapi kucing ngiau dia lapar dia menambah
Rimbah afrikaku dengan cakarnya dengan amuknya
Dia meraung dia mengerang jangan beri daging dia
Tak mau daging jesus jangan beri roti dia tak mau roti ngiau.
4. Penutup
Puisi merupakan suatu karya sastra indah yang berbentuk sajak dan penulisannya terikat pada aturan tertentu. Puisi dapat menggambarkan curahan hati darim pengarangnya. Puisi selalu mementingkan isi atau makna dari perasaan pengarangnya tersendiri. Dengan menulis puisi, pengarang bisa menyampaikan suatu amanat kepada pembaca.
Puisi terkadang membuat seseorang merasa terhibur dan terharu, dengan catatan jika pembaca membaca puisi tersebut dengan penuh konsentrasi dan penuh penghayatan. Maka, amanat dan pesan dari apa yang ingin disampaikan oleh pengarangnya dapat dengan mudah dimengerti oleh pembacanya.
Dengan memperhatikan manfaat-manfaat dari beberapa penjelasan mengenai gambaran puisi Indonesia, kita dapat memperoleh pengetahuan baru. Terutama mengenai contoh-contoh puisi yang sesuai dengan jaman, daerah, dan pengarangnya.

5. DAFTAR PUSTAKA
J. Waluyo, Herman. (1995). Teori Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga

http://mashudismada.wordpress.com/2009/04/12/gambaran-puisi-indonesia/

http://id.88db.com/id/Services/Ad_search.listing/Lesson_Intruction

REDUPLIKASI

2.1. Proses Pengulangan

Proses pengulangan atau reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan itu disini disebut kata ulang, sedangkan satuan yang diulang merupakan betuk dasar. Misalnya kata ulang rumah-rumahan dari betuk dasar rumah, kata ulang perumahan-perumahan dari bentuk dasar perumahan, kata ulang berjalan-jalan dibentuk dari bentuk dasar berjalan, kata ulang bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar balik.
Setiap kata ulang sudah tentu memiliki bentuk dasar. Kata-kata seperti sia-sia, alun-alun, mondar-mandir, compang-camping, huru-hara, dalam tinjauan deskriptif tidak dapat digolongkan kata ulang karena sebenarnya tidak ada satuan yang diulang. Dari deretan morfologik dapat ditentukan bahwa sesungguhnya tidak ada satuan yang lebih kecil dari kata-kata tersebut. Secara historic atau komparatif, mungkin kata-kata itu dapat dimasukkan kedalam golongan kata ulang, tetapi uraian kami disini tidak berdasarkan tinjauan historic maupun komparatif. Dari deretan morfologik, akan ternyata bahwa sia, alun, mondar, atau mandir, compang atau camping, huru atau hara, bukan satuan gramatik, berbeda dengan temu. Sekalipun satuan ini tidak pernah bertemu dalam bentuk temu saja, namun dari deretan morfologik dapat dipastikan bahwa satuan itu ada. Deretan morfologiknya:
pertemuan
penemuan
bertemu
ketemu
ditemukan
menemukan
mempertemukan
dipertemukan
temu duga

2.2. MENENTUKAN BENTUK DASAR KATA ULANG

Setiap kata ulang memiliki satuan yang diulang. Satuan yang di ulang itu disebut bentuk dasar. Sebagian kata ulang dengan mudah dapat ditentukan bentuk dasarnya.
Misalnya:
Rumah-rumah : bentuk dasarnya rumah
Perumahan-perumahan : bentuk dasarnya perumahan
Sakit-sakit : bentuk dasarnya sakit
Dua-dua : bentuk dasarnya dua
Pemikiran-pemikiran : bentuk dasarnya pemikiran
Kebaikan-kebaikan : bentuk dasarnya kebaikan
Pemburu-pemburu : bentuk dasarnya pemburu
Rintangan-rintangan : bentuk dasarnya rintangan
Tetapi tidak semua kata ulang dapat dengan mudah ditentukan bentuk dasarnya dari pengamatan, dapatlah dikemukakan dua petunjuk dalam menentukan bentuk dasar bagi kata ulang:
2.1.1 Pengulangan pada umumnya tidak mudah mengubah golongan kata. Dengan petunjuk ini, dapat ditentukan bahwa bentuk dasar bagi kata ulang yang termasuk golongan kata nominal yang berupa kata nominal, baik kata kerja maupun kata sifat, berupa kata verbal, dan bentuk dasar bagi kata ulang yang termasuk golonngan kata bilangan juga berupa kata bilangan.
Misalnya:

berkata-kata (kata kerja) : bentuk dasarnya berkata (kata kerja)
menari-nari (kata kerja) : bentuk dasarnya menari (kata kerja)
tersenyum-senyum (kata kerja) : bentuk dasarnya tersenyum (kata kerja)
gunung-gunung (kata nominal) : bentuk dasarnya gunung (kata nominal)
minum-minuman (kata moninal) : bentuk dasarnya minuman (kata nominal)
makan-makanan (kata nominal) : bentuk dasarnya makanan (kata nominal)
nyanyi-nyanyian ( kata nominal) : bentuk dasarnya nyanyian (kata nominal)
cepat-cepat (kata sifat) : bentuk dasarnya cepat (kata sifat)
sepuluh-sepuluh (kata bilangan) : bentuk dasarnya sepuluh (kata bilangan)
keempat-empat (kata bilangan) : bentuk dasarnya keempat (kata bilangan)
pukul-memukul ( kata kerja) :bentuk dasarnya memukul (kata kerja)
kemerah-merahan (kata sifat) : bentuk dasarnya merah (kata sifat)
kereta-keretaan (kata nominal) : bentuk dasarnya kereta (kata nominal)
Namun demikian ada juga penngulangan yang mengubah golongan kata, ialah
pengulangan dengan se-nya, misalnya:
tinggi → setinggi-tiingginya
luas → seluas-luasnya
cepat → secepat-cepatnya
jelek → sejelek-jeleknya
Kata-kata setinggi tingginya, seluas-luasnya, secepat-cepatnya dan sejelek-jeleknya termasuk golongan kata keterangan karena kata-kata tersebut secara dominan menduduki keterangan dala suatu klausa, sedangkan bentuk dasarnya ialah tinnggi, luas, cepat, dan jelek termasuk golongan kata sifat.
2.1.2 Bentuk dasar selalu berupa satuan yang terdapat dalampenggunaan bahasa. Misalnya kata ulang mempertahan-tahankan. Bentuk dasarnya bukannya mempertahankan melainkan mempertahankan karena mempertahankan tidak terdapat dalam pemakaian bahasa. Demikian pula :
Memperkata-katakan : bentuk dasarnya memperkatakan, bukan memperkata
Mengatakan-ngatakan : bentuk dasarnnya mengatakan, bukan mengata
Menyadar-nyadarkan : bentuk dasarnya menyadar, bukan menyadar
Berdesak-desakan : bentuk dasarnya berdesakan, bukan berdesak

Pada menulis-nuliskan terdapat dua kemungkinan. Bentuk dasarnya mungkin menulis, diulang menjadi menulis-nulis, atau kemudian mendapat afiks –kan menajdi menulis-nuliskan, atau mungkin pula kata terbentuka dari bentuk dasar menuliskan. Diulang menjadi menulis-nuliskan.

Bentuk dasar bagi kata ulang penting sekali artinya bagi penetuan golongan pengulangan. Misalnaya, jika kata kemerah-merahan, dikatakan bentuk dari bentuk dasar merah, maka pengulangan pada kata kemerahan-merahan termasuk golongan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, tetapi jika dikatakan dengan bentuk dasar kemerah-merahan, maka pengulangannya termasuk golongan pengulanagan sebagian.
Contoh lain, misalnya pengulangan pada kata minum-minuman. Jika kata ini dikatakan terbentuk dari bentuk dasar minum. Maka pengulangannya termasuk golongan pengulangan yang berkombinasi denagn proses pembubuhan afiks, tetapi juga dikatakan terbentuk dari bentuk dasar minuman, maka pengulangannya sebagian.

2.2 MACAM-MACAM PENGULANGAN

Berdasarkan cara pengulangan bentuk dasarnya, pengulangan dapat digolongkan menjadi empat golongan:

1. Pengulangan seluruh
Ialah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Misalnya:
sepeda -> sepeda-sepeda
buku -> buku-buku
kebaikan -> kebaikan-kebaikan
keselarasan -> keselarasan-keselarasan
sekali -> sekali-sekali
pengertian -> pengertian-pengertian

2. Pengulangan sebagian
Ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Disini bentuk dasar tidak diulang seluruhnya. Hampir semua bentuk dasar pengulangan golongan ini berupa bentuk kompleks. Yang berupa bentuk tunggal hanyalah kata lelaki yang dibentuk dari kata dasar laki, tetamu yang dibentuk dari bentuk dasar tamu, beberapa yang dibentuk dari bentuk dasar berapa, pertama-tama yang dibentuk dari bentuk dasar pertam, dan segal-gala yang di bentuk dari bentuk dasar segala.

Kata pertama dan segala merupakan bentuk tunggal karena dalam deretan morfologik tidak ada satuan yang lebih kecil dari kedua kata itu. Memang disamping kata perttam itu, ada kata utama, tetapi kedua kata itu tidak dapat di masukkan dalam satu deretan morfologik. Meskipun keduanya mempunyai pertalian bentuk, ialah keduanya mengandung unsure tama, tetapi keduanya tidak memiliki pertalian arti sehingga kat pertam ditentukan sebagai satu morfem pula.

Apabila bentuk dasar itu berupa bentuk kompleks, kemungkinan-kemungkinan bentuknya sebagai berikut:
a. Bentuk meN- misalnya:

mengambil -> mengambil-ambil
membaca -> membaca-baca
menjalankan -> menjalan-jalankan
mengemasi -> mengemas-emasi
memperkatakan -> memperkata-katakan
Pada kata mengambil-ambil asal morfem meN- tidak diulan pada ambil yang kedua karena bentuk nasal kata mengambil-ambil, ialah ambil, berawal sari vocal. Berbeda halnya dengan mengemas-emasi. Disini, nasal morfem meN- diulang pada mengemasi karena bentuk asal mengemas-emasi berawal dengan konsonan.
b. Bentuk di- misalnya:
diusai -> diusai-usai
ditarik -> ditarik-tarik
dikemasi -> dikemas-kemasi
ditanami -> ditanam-tanami
c. Bentuk ber- misalnya:
berjal;an -> berjalan-jalan
bertemu -> bertemu-temu
bermain -> bermain-main
bersiap -> bersiap-siap
berlarut -> berlarut-larut
berkata -> berkata-kata
d. Bentuk ter- misalnya:
terbatuk -> terbatuk-batuk
terbentur -> terbentur-bentur
tergoncang -> tergoncang-goncang
tersenyum -> tersenym-senyum
terjatuh -> terjatuh-jatuh
terbalik -> terbalik-balik
e. Bentuk ber-an misalnya:
berlarian -> berlari-larian
berhamburan -> berhambur-hamburan
berjauhan -> berjauh-jauhan
berdekatan -> berdekat-dekatan
berpukulan -> berpukul-pukulan
bersentuhan -> bersentuh-sentuhan
f. Bentuk –an misalnya:
minuman -> minum-minuman
makanan -> makan-makanan
tumbuhan -> tumbuh-tumbuhan
karangan -> karang-karangan
nyanyian -> nyanyi-nyanyian
sayuran -> sayur-sayuran
g. Bentuk ke- misalnya:
kedua -> kedua-dua
ketiga -> ketiga-tiga
keempat -> kempat-empat
kelima -> kelima-lima

Dari penelitian ternyata bahwa pengulangan sebagian banyak terdapat dalam bahasa Indonesia disamping pengilangan seluruh. Dalam pengulangan sebagian ada kecendrungan untuk hanya mengulang bentuk asalnya saja seperti kelihatan pada contoh-contoh diatas.
3. Pengulangan yang berkombinasi
Dalam golongan ini bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, maksudnya pengulangan itu terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi. Misalnya kata ulang, kereta-keretaan. Berdasarkan petunjuk penetuan bentuk dasar nomor 2, ialah bahwa bentuk dasar itu selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa, dapat ditentukan bahwa bentuk dasar bagi kata ulang kereta-keretaan adalah kereta mengingat satuan keretaan tidak terdapat dalam pemakaian bahasa. Yang menjadi masalah, sekarang bagaimana proses terbentuknya bentuk dasar kereta menjadi kereta-keretaan.
Ada dua pilihan. Pilihan pertama ialah bentuk dasar kereta diulang menjadi kereta-kereta, lalu mendapat bubuhan afiks –an menjadi keretya-keretaan. Jadi prosesnya sebagai berikut:
Kereta -> kereta-kereta -> kereta-keretaan
Pilihan kedua ialah bentuk dasar kereta diulang dan mendapat bubuhan afiks –an. Jadi prosesnya:
Kereta -> kereta-keretaan
Dari faktor arti, pilihan pertama kiranya tidak mungkin. Pengulangan bentuk dasar kereta menjadi kereta-keretaan menyatakan makna ‘banyak’ sedangkan pada kereta-keretaan tidak terdapat makna ‘banyak’. Yang ada makna ‘sesuatu yamg menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar’. Jelaslah bahwa satu satunya kemungkinan ialah pilihan yang kedua : kata kereta-keretaan terbentuk dari bentuk dasar kereta yang diulang dan mendapat afiks –an.
Beberapa contoh yang lain, misalnya :
anak -> anak-anakan
rumah -> rumah-rumahan
gunung -> gunung-gunungan
orang -> orang-orangan
kera -> kera-keraan

Demikian juga kat-kata kehitam-hitaman, keputih-putihan, kemerah-merahan, seluas-luasnya, setinggi-tingginya, sejelek-jeleknya, semahal-mahalnya, sedalam-dalamnya, dan sebagainya, juga terbentuk dengan cara yang sama dengan kata kereta-keretaan, ialah dengan pengulangan dan pembubuhan afiks pada dasarnya:
hitam -> kehitam-hitaman
putih -> keputih-putihan
merah -> kemerah-merahan
luas -> seluas-luasnya
tinggi -> setinggi-tingginya
jelek -> sejelek-jeleknya
mahal -> semahal-mahalnya
dalam -> sedalam-dalamnya



4. Pengulangan dengan perubahan fonem

Kata ulang yang pengulangannya termasuk golongan ini sebenarnya sangat sedikit. Disamping bolak-balik terdapat kata kebalikan, sebaliknya, dibalik, membalik. Dari perbandingan itu, dapat disimpulkan bahwa kata bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar balik yang diulang seluruhnya dengan perubahan fonem, ialah dari /a/ menjadi /o/, dan dari /i/ menjadi /a/.

Contoh lain, misalnya:
gerak -> gerak-gerik
robek -> robak-rabik
serba -> serba-serbi
Pada gerak-gerik terdapat perubahan fonem, dari fonem /a/ men- menjadi /a/ dan fonem /e/ menjadi /a/ dan /i/ ; pad serba-serbi jadi fonem /i/ ; pada robak-rabik terdapat perubahan fonem /o/ terdapat perubahan fonem /a/ menjadi /i/.
Disamping perubahan fonem vocal sperti terlihat pada contoh-contoh diatas, terdapat juga perubahan fonem konsonan. Misalnya:
lauk -> lauk-pauk
ramah -> ramah-tamah
sayur -> sayur-mayur
tali -> tali-temali

Kata-kata seperti simpang-siur, sunyi-senyap, beras-petas, tidak termasuk golongan kata ulang. Apabila kata-kata tersebut dimasukkan kedalam golongan kata ulang, hal itu berarti bahwa siur perubahan dari simpang, senyap perubahan dari sunyi, dan petas perubahan dari beras. Mungkinkah siur dari simpang, senyap dari sunyi, dan petas dari beras ? secara deskriptif tentu hal itu tidak mungkin. Perubahannya sangat sukar dijelaskan. Kata-kata tersebut, kiranya lebih tepat dimasukkan dalam golongan kata majemuk yang salah satu morfemnya berupa morfem unik.

2.3. Simpulan
Proses pengulangan atau reuplikasi merupakan proses morfologi yang banyak terjadi pada bahasa-bahasa dunia. Bentukan yang terjadi dari reduplikasi disebut kata ulang sedangkan bentuk (satuan) uang diulang disebut bentuk dasar.
1. Masalah dasar kata ulang
Kata dasar merupakan istilah dalam kata bahasa tradisional yang maknanya hampir dengan bentuk bebas yakni kata yang belum mengalami perubahan penambahan.
2. Menentukan penjelasan kata ulang
a. Reduplikasi (pengulangan)
Pada dasarnya tidak mengubah golongan atau jenis kata.
b. Bentuk dasar kata ulang selau berupa bentuk (satuan) yang terdapat dalam pengulangan bahasa.
3. Macam-macam pengulangan
a. Pengulangan utuh atau pengulangan seluruhnya.
b. Pengulangan sebagainya.
c. Pengulangan serempak dengan afiksasinnya.
d. Pengulangan dengan perubahan fonem



Daftar Pustaka

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ramlan, Muhammad. 1978. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V. Karyono.
H.Kurnia. 2008. Diktat Mata Kuliah Linguistik Umum. Palembang:Univ.PGRI Palembang.

PROSA FIKSI

Pengertian Prosa

Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut Fiksi (fiction), teks naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discource). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan.
Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Fiksi tidak sepenuhnya berupa khayalan. Membaca sebuah karya fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Kebenaran dalam karya fiksi tidak harus sama dan memang tak perlu disamakan dengan kebenaran yang berlaku didunia nyata. Hal itu disebabkan dunia fiksi yang imajinatif dengan dunia nyata masing-masing memiliki sistem hukumnya sendiri. Dunia kesastraan terdapat suatu bentuk karya sastra yang mendasarkan diri pada fakta. Karya fiksi tersebut dikenal dengan sebutan fiksi nonfiksi (nonfiction fiction).

UNSUR-UNSUR FIKSI
 Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur yang dimaksud misalnya peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang, bahasa, dan lain-lain.
- Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang barada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisasi karya sastra. Misalnya keadaaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial.

 -Unsur-unsur intrinsik:

 -Tema:
Tema sebuah karya sastra selalu berkaitan dengan makna atau pengalaman kehidupan, melalui karyanya pengarang menawarkan makna tentang kehidupan, mengajak pembaca untuk melihat, merasakan dan menghayati makna kehidupan tersebut dengan cara memandang permasalahan itu sebagaimana ia memendangnya. Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel, gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita.

 - Alur:

1. Peristiwa
Adalah peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain.
− Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang menentukan dan atau mempengaruhi perkembangan alur. Urutan peristiwa fungsional merupakan inti cerita sebuah karya fiksi yang bersangkutan jika sejumlah peristiwa fungsional ditanggalkan, maka akan menyebabkan cerita menjadi lain bahkan kurang logis.
− Peristiwa kaitan adalah peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa penting. Peristiwa kaitan kurang mempengaruhi pengembangan alur cerita, sehingga seandainya ditanggalkan pun, tidak akan mempengaruhi logika cerita.
− Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh atau berhubungan dengan perkembangan alur, melainkan mengacu pada unsur-unsur lain.

2. Konflik
Adalah kejadian yang tergolong penting atau hal yang menyebabkan tokoh menjadi tidak enak. Konflik terdiri dari konflik eksternal dan konflik internal.
− Konflik eksternal : Konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang diluar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam dan manusia.
− Konflik fisik : Antara tokoh dengan alam.
− Konflik internal : Konflik yang ada dalam diri tokoh.

3. Klimaks
Adalah peristiwa yang membawa perubahan nasib dari tokoh.
− Plausibilitas : Suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita.
− Tegangan : Dibuat oleh pengarang agar pembaca mempunyai rasa ingin tahu.
− Surprise : Sesuatu yang bersifat mengejutkan jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian yang ditampilkan menyimpang.
− Kepaduan : Unsur yang ditampilkan, khususnya peristiwa fungsional, kaitan dan acuan memiliki keterkaitan satu sama lain.

-Tahapan alur:
1. Tahapan awal : Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut tahap perkenalan yang berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada dahap berikutnya. Misalnya berupa pengenalan latar, pengenalan tokoh.
Fungsi pokok tahap awal adalah untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.
2. Tahap tengah : Menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai pada tahap sebelumny, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan.
3. Tahap akhir : Tahap akhir sebuah cerita, atau dapat juga disebut sebagai tahap pelarian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Bagian ini berisi bagaimana kesudahan cerita, atau menyaran pada hal bagaimanakah akhir sebuah cerita.

Pembedaan alur:
1. Berdasarkan Kriteria Waktu
Dibedakan menjadi dua yaitu kronologis dan takkronologis. Yang pertama disebut sebagai alur lurus, maju atau dapat juga dinamakan progresif. Sedangkan yang kedua adalah sorot balik, mundur, flask back atau juga disebut regresif.
− Alur lurus : Alur yang dimulai dari depan / awal.
− Alur flash back : Alur yang tak harus dimulai dari awal cerita.

2. Berdasarkan Kriteria Jumlah
− Alur tunggal : Didalam cerita hanya menceritakan satu orang tokoh.
− Sub sublur : Didalam sebuah cerita, menceritakan banyak tokoh.

3. Berdasarkan Kriteria Kepadatan
− Alur padat : Menceritakan satu tokoh dalam satu cerita. Peristiwa fungsional terjadi susul menyusul dengan cepat, hubungan antar peristiwa terjalin secara erat dan pembaca seolah-olah dipaksa untuk terus mengikutinya.
− Alur longgar : Pergantian peristiwa berlangsung lambat disamping hubungan antar peristiwa tersebut pun tidaklah erat benar.
4. Berdasarkan Kriteria Isi
− Alur peruntungan : Berhubungan dengan cerita yang mengungkapkan nasib, peruntungan yang menimpa tokoh utama cerita yang bersangkutan.
− Alur tokohan : Alur tokohan menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh, tokoh yang menjadi pusat perhatian.
− Alur pemikira : Mengungkapkan sesuatu yang menjadi bahan pemikiran, keinginan, perasaan, berbagai macam obsesi dan lain hal yang menjadi masalah hidup dan kehidupan manusia.

Macam-macam Tokoh:
- Tokoh utama : Tokoh yang paling banyak diceritakan dalam sebuah cerita baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenal kejadian.
- Tokoh tambahan : Tokoh yang dihadirkan sekilas dalam sebuah cerita.
- Tokoh sederhana : Tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja.
- Tokoh bulat : Tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
- Tokoh statis : Tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalahmi perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa yang terjadi.
- Tokoh berkembang : Tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa dan alur yang dikisahkan.
- Tokoh tipikal : Tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya atau sesuatu yang bersifat mewakili.
- Tokoh netral : Tokoh yang bereksistensi demi cerita itu sendiri yang merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi.

-Pelataran / setting:
Latar atau setting disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan..

Unsur latar :
1. Latar tempat : Menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.
2. Latar waktu : Berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa. Peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual waktu yang ada kaitannya dengan peristiwa sejarah.
3. Latar sosial : Menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap dan lain-lain.

- Hubungan latar belakang dengan tokoh :
Peristiwa yang dialami tokoh dalam peristiwa didukung oleh latar tempat dan waktu.

- Anakronisme :
Cerita tidak adanya kesesuaian, cerita menjadi tidak masuk akal. Penyebab anakronisme mungkin berupa penggunaan dua waktu yaitu masuknya waktu lampau kedalam cerita yang berlatar waktu kini atau sebaliknya masuknya waktu kini kedalam cerita yang berlatar lampau.

- Penyudutpandangan:
Sudut pandang menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan yang merupakan cara dan atau pandanga yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.
Hubungan sudut pandang dengan tokoh
1. Watak tokoh dapat diketahui dari sudut pandang.
2. Untuk mengetahui latar belakang sosial budaya.
3. Bisa membuat tokoh antagonis dan protagonis.
Hubungan latar dengan sudut pandang
Melalui sudut pandang kita bisa mengetahui latar atau suasana apa yang akan digunakan oleh pengarang.

-Bahasa :
Sebuah karya fiksi umumnya dikembangkan dalam dua bentuk penuturan yaitu narasi dan dialog. Kedua bentuk tersebut hadir secara bergantian. Sehingga cerita yang ditampilkan menjadi tidak bersifat monoton, terasa variatif dan segar.
Percakapan yang hidup dan wajar, walau hal itu terdapat dalam sebuah novel, adalah percakapan yang mirip dengan situasi nyata penggunaan bahasa. Bentuk percakapan yang demikian bersifat pragmatik.
Stile / gaya bahasa : Cara pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan.
Statistika : Kajian terhadap wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat di dalam karya sastra yang bertujuan untuk menentukan seberapa jauh dan dalam hal apa bahasa yang dipergunakan itu memperlihatkan penyimpangan dan bagaimana pengarang mempergunakan tanda-tanda linguistik untuk memperoleh efek khusus.
Unsur gaya bahasa
1. Unsur leksikal : Mengacu pada pengertian penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih oleh pengarang.
2. Unsur gramatikal : Unsur yang menyaran pada pengertian struktur kalimat.
3. Retorika : Merupakan suatu cara penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis yang dapat diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa yaitu pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya.
4. Kohesi : Antara bagian kalimat yang satu dengan yang lain, terdapat hubungan yang bersifat mengaitkan antar bagian kalimat atau antar kalimat.
Pencitraan : Merupakan sebuah gambaran pengalaman indera yang diungkapkan lewat kata-kata gambaran berbagai pengalaman sensuris yang dibangkitkan oleh kata-kata.


-Amanat dan Pesan:
1. Penyampaian Langsung
Artinya pesan yang ingin disampaikan, atau diajarkan kepada pembaca itu dilakukan secara langsung. Pengarang dalam hal ini, tampak bersifat menggurui pembaca secara langsung memberikan nasihat dan petuahnya secara komunikatif.

2. Penyampaian Tidak Langsung
Cara ini kurang komunikatif, artinya pembaca belum tentu dapat menangkap apa sesungguhnya yang dimaksudkan pengarang. Karena kurang ada pretensi pengarang untuk langsung menggurui pembaca.



DAFTAR PUSTAKA


Waluyo, Herman. (1986). Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta: UNS.

SEJARAH DRAMA DI DUNIA

A. Drama Klasik
Yang disebut drama klasik adalah pada zaman Yunani dan Romawi. Pada masa kejayaan kebudayaan Yunani dan Romawi banyak sekali karya drama yang bersifat abadi, terkenal sampai kini.
(a) Drama Yunani
Asal mula drama adalah kultus Dyonesos. Pada waktu itu, drama dikaitkan dengan upacara penyembahan kepada dewa, dan disebut tragedi. Kemudian tragedi mendapat makna lain, yaitu perjuangan manusia melawan nasib. Komedi sebagai lawan kata dari tragedi, pada zaman Yunani Kuno merupakan karikatur cerita duka dengan tujuan menyindir penderitaan hidup manusia.
Ada tiga tokoh Yunani terkenal, yaitu Plato, Aristoteles, dan Sophocles. Menurut Plato, keindahan bersifat relatif. Karya seni dipandangnya sebagai mimetik, yaitu imitasi dari kehidupan jasmaniah manusia. Imitasi menurut Plato bukan demi kepentingan imitasi itu sendiri, tetapi demi kepentingan kenyataan. Karya Plato yang terkenal adalah “The Republic”.
Aristoteles juga tokoh Yunani yang terkenal. Ia memandang karya seni bukan hanya imitasi kehidupan fisik, tetapi harus juga dipandang sebagai karya yang mengandung kebajikan dalam dirinya. Dengan demikian karya-karya itu mempunyai watak tertentu.Sophocles adalah tokoh drama terbesar zaman Yunani. Tiga karyanya yang merupakan tragedi, merupakan karyanya bersifat abadi, dan temanya relevan sampai saat ini. Dramanya adalah "Oedipus Sang Raja", "Oedipus", dan "Antigone". Tragedi tentang nasib manusia yang mengenaskan. Dari karyanya bentuk tragedi Yunani mendapatkan warna khas.Sedang Aristophanes, adalah tokoh komedi dengan karya-karyanya“TheFrogs”,“TheWaps”,“TheClouds”.

(b) Drama Zaman Romawi
Terdapat tiga tokoh drama Romawi Kuno, yaitu Plutus, Terence, atau Publius Terence Afer, dan Lucius Seneca. Teater Romawi mengambil alih gaya teater Yunani. Mula-mula bersifat religius, lama-lama bersifat mencari uang (show biz). Bentuk pentas lebih megah dari zaman Yunani.
B. Teater Abad Pertengahan
Pengaruh gereja Katolik atas drama sangat besar pada zaman pertengahan ini. Dalam pementasan ada nyanyian yang dilagukan oleh para rahib dan diselingi dengan koor. Kemudian ada pagelaran "Pasio" seperti yang sering dilaksanakan di gereja menjelang upacara Paskah sampai saat ini. Ciri khas abad Pertengahan, adalah sebagai berikut:
1. Pentas kereta
2. Dekor bersifat sederhana dan simbolis,
3. Pementasan simultan bersifat berbeda dengan pementasan simultan drama modern.
C. Zaman Italia
Istilah yang populer dalam jaman Italia adalah Comedia del 'Arte yang bersumber dari komedi Yunani. Tokoh-tokohnya antara lain Dante, dengan karya-karyanya ”The Divina Comedy”, Torquato Tasso dengan karyanya drama-drama liturgis dan pastoral, dan Niccolo Machiavelli dengan karyanya “Mandrake”. Ciri-ciri drama pada zaman ini, adalah sebagai berikut:
1. improvisatoris atau tanpa naskah,
2. gayanya dapat dibandingkan dengan gaya jazz, melodi ditentukan dulu, baru kemudian pemain berimprovisasi (bandingkan teater tradisional di Indonesia),
3. cerita berdasarkan dongeng dan fantasi dan tidak berusaha mendekati kenyataan,
4. gejala akting, pantomime, gila-gilaan, adegan dan urutan tidak diperhatikan.
Komedi Italia meluas ke Inggris dan Nederland. Gaya komedi Italia ini di Indonesia kita kenal dengan nama "seniman sinting" atau "seniman miring" dengan tokoh antara lain Marjuki (Drs.). Dibandingkan dengan drama Yunani, maka pada zaman Italia ini materi cerita disesuaikan dengan adegan yang terbatas itu. Trilogi Aristoteles mendapat perhatian.Tokoh-tokoh pelaku dalam komedi Italia mirip tokoh-tokoh cerita pewayangan, sudah dipolakan yaitu:
1. Arlecchino (The Hero, pemain utama),
2. Harlekyn (punakawan/badut/clown),
3. Pantalone (ayah sang gadis lakon),
4. Dottere (tabib yang tolol),
5. Capitano (kapten perebut gadis lakon),
6. Columbina (punakawan putri),
7. Gadis lakon (primadona yang menjadi biang lakon).
D. Zaman Elizabeth
Pada awal pemerintahan Raru Elizabeth I di Inggris (1558-1603), drama berkembang dengan pesatnya. Teater-teater didirikan sendiri atas prakarsa sang ratu. Shakespeare, tokoh drama abadi adalah tokoh yang hidup pada jaman Elizabeth.
Ciri-ciri naskah drama jaman Elizabeth, adalah:
1. naskah puitis,
2. dialognya panjang-panjang,
3. penyusunan naskahnya lebih bebas, tidak mengikuti hukum yang sudah ada,
4. laku bersifat simultan, berganda dan rangkap,
5. campuran antara drama dan humor.
Tokoh besarnya adalah William Shakespeare (1564-1616), dengan karya-karyanya “The Taming of the Schrew”, “Mid Summer Night Dream”, “King Lear”, “Anthony and Cleopatra”, “Hamlet”, “Macbeth”, dan sebagainya. Hampir semuanya telah diterjemahkan oleh Trisno Sumardjo, Muh. Yamin, dan Rendra.
E. Zaman Perancis (Moliere dan Neoklasikisme)
Tokoh-tokoh drama di Perancis antara lain Pierre Corneille (Melite, Le Cid), Jean Raccine (Phedra), Moliere, Jean Baptista Poquelin (Le Docteur Amoureux/The Love Sick Doctor, LesPreciueuses Rudicules/The Affected Young Lady, dan lain-lain), Voltaire (dengan filsafat dan karyanya yang aneh), Denis Diderot (Le Per De Famille dan Le Fils Naturel), Beaumarchais (La Barbier De Seville/Barber of Seville, Le Mariage de Fogaro/The Marriage of Fogaro).
F. Zaman Modern
Dalam bagian ini akan dijelaskan perkembangan drama modern di beberapa negara yang melanjutkan kejayaan tradisi pementasan dan penulisan drama yang telah dimulai pada jaman Yunani Kuno. Akan dikemukakan tokoh drama seperti Ibsen (Norwegia), Strindberg (Swedia), Bernard Shaw (Inggris), tokoh dari Irlandia, Perancis, Jerman, Italia, Spanyol, Rusia, dan terakhir Amerika Serikat yang menunjukkan perkembangan pesat. Semua ini sekedar informasi untuk memperluas cakrawala pengetahuan kita di Indonesia tentang perkembangan drama di luar Indonesia.

(a) Norwegia (Ibsen)
Tokoh paling terkemuka dalam penulisan drama di Norwegia adalah Henrick Ibsen (1828-1906). Karyanya yang paling terkenal dan banyak dipentaskan di Indonesia adalah "Nora", saduran dari terjemahan Armyn Pane "Ratna". Karya-karya Ibsen adalah “Love's Comedy”, “The Pretenders”, “Brand and Peer Gynt” (drama puitis), “A doll's House”, “An Enemy of the people”, “The Wild Duck”, “Hedda Gableer”, dan “Roshmersholm”. Ibsen tidak memberikan karakter hitam putih, tetapi tokoh penuh tantangan, watak yang digambarkan kompleks dengan penggambaran berbagai segi kehidupan manusia. Dialognya dengan gaya prosa yang realistis dengan menekankan mutu percakapan dan bersifat realistis. Gagasan yang dikemukakan dapat membangkitakan gairah dan memikat perhatian. Problem yang di angkat dapat menjadi lelucon drama yang besar dan diambil dari problem yang timbul dalam masyarakat biasa.
(b). Swedia (August Strindberg)
Tokoh drama paling terkenal di Swedia adalah Strindberg (1849-1912). Karya-karya drama yang bersifat historis dari Strindberg di antaranya adalah “Saga of the Folkung” dan “The Pretenders”. “Miss Julia” dan “The Father” adalah drama naturalis. Drama penting yang bersifat ekspresionistis adalah “A Dream Play”, “The Dance of Death”, dan “The Spook Sonata”.
(c) Inggris (Bernard Shaw dan Drama Modern)
Tokoh drama modern Inggris yang terpenting (setelah Shakespeare) adalah George Bernard Shaw (1856-1950) . Ia dipandang ssebagai penulis lakon terbesar dan penulis terbesar pada abad modern. Di Ingris Bernard Shaw memenduduki peringkat kedua setelah Shakespeare.


(d) Irlandia (Yeats sampai O'Casey)
Tokoh penting drama Irlandia Modern adalah William Butler Yeats yang merupakan pemimpin kelompok sandiwara terkemuka di Irlandia dan Sean O'Casey (1884) dengan karyanya “The Shadow of a Gunman”, “Juno and the Paycock”, “The Plough and the Stars”, “The Silver Tassie”, “Within the Gates”, dan “The Stars Turns Red”. Tokoh lainnya adalah John Millington Synge (1871-1909) dengan karya-karya “Riders to the Sea” dan “The Playboy of the Western World”. Synge Merupakan pelopor teater Irlandia yang mengangkat dunia teater menjadi penting di sana.
(e) Perancis (dari Zola sampai Sartre)
Dua tokoh terkemuka di Perancis adalah Emile Zola (1840-1902) dan Jean Paul Sartre (1905). Karya-karya Emile Zola adalah “Therese Raquin” yang mirip “A Doll's House”. Eugene Brieux (1858-1932), menulis naskah “Corbeaux” (The Vultures), “La Parisienne” (The Woman of Paris), dan “Les Avaries” (Damaged Gods). Edmond Rostan (1868-1918) dengan karya “Les Romanasques” (The Romancers) dan “Cyrano de Bergerac”. Maurice Materlinck (1862-1949), dengan karyanya “Pelleas et Melisande” yang bercorak romantik. Jean Giraudoux (1882-1944), dengan karyanya “Amphitryen 38” dan “La Folle de Challiot” (The Madwoman of Challiot).
(g) Italia (dari Goldoni sampai Pirandillo)
Setelah zaman Renaissance, karya-karya drama banyak berupa opera disamping comedia dell'arte. Tokoh drama Italia antara lain Goldoni (1707-1793) dengan karyanya “Mistress of the Inn”. Gabrielle D'Annunzio (1863-1938) dan Luigi Pirandello (1867-1936) dengan karyanya “Right You Are”, “If You Think You Are”, “As You Desire Me”, “Henry IV”, “Naked”, “Six Characters in Search of an Author”, dan “Tonight We Improvise”

G. Zaman Postmodern
Teater adalah wujud penolakan postmodern terhadap modern yang paling jelas. Kaum modern melihat jelas sebuah karya seni sebagai karya yang tidak terikat waktu dan ide-ide yang tidak dibatasi waktu. Etos postmodern menyukai tragedi, dan tragedi selalu ada dalam setiap karya seni. Kaum postmodern melihat hidup ini seperti sebuah kumpulan cerita sandiwara yang terpotong-potong. Maka teater adalah sarana terbaik untuk menggambarkan tragedi dan pertunjukan.
Tidak setiap karya teater merupakan wujud nyata etos postmodern. Karya teater postmodern mulai timbul pada tahun 1960-an. Akarnya sudah ada sebelum tahun 1960-an, yaitu karya seorang penulis Perancis bernama Antonin Artaud pada tahun 1930-an.

BAB III
PENUTUP

Sejarah dan perkembangan drama di dunia memiliki banyak penafsiran dari para ahli yang mengultuskan bahwa kata drama berakar dari bahasa Yunani, draomai, berarti berbuat, berlaku, bertindak. Berdasarkan penafsiran dari beberapa ahli, maka drama dapat dissimpulkan bahwa drama merupakan cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan aksi dihadapan penonton atau audience.
Sejarah perkembangan drama di dunia terdiri dari tujuh macam, yaitu: Zaman klasik; Yunani dan Romawi, Zaman Pertengahan, Zaman Italia, Zaman Elizabeth, Zaman Neoklasik, Zaman Modern, dan Zaman Posmodern.



DAFTAR PUSTAKA

http://my-name-is-sdre-jimdo.com/2009/05/09/sejarah-drama#permalink.
Azhari, Muhammad. 2008. Manajemen Teater. Palembang:UNSRI.

PENELITIAN DAN MASALAH PENELITIAN BAHASA

PENELITIAN DAN MASALAH PENELITIAN BAHASA

A. Ihwal Penelitian dan Penelitian Bahasa

Menurut Kerlinger (1993) penelitian ilmiah adalah penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap proposisi-proposisi hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan terdapat antargejala alam. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penelitian bahasa adalah penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap objek sasaran yang berupa bunyi tutur (bahasa).
Penelitian terhadap objek sasaran yang berupa bahasa (bunyi tutur) dikatakan sistematis, maksudnya bahwa penelitian dilakukan secara sistemik dan terencana. Penelitian secara terkontrol maksudnya, bahwa setiap aktivitas dilakukan dalam masing-masing tahapan itu dapat dikontrol baik proses pelaksanaan kegiatannya maupun hasil yang dicapai melalui kegiatan tersebut. Penelitian bahasa yang bersifat empiris, maksudnya bahwa fenomena lingual yang menjadi objek penelitian bahasa itu adalah fenomena yang benar-benar hidup dalam pemakaian bahasa, jadi benar-benar bersumber pada fakta lingual yang senyatanya digunakan oleh penuturnya, bukan fakta lingual yang dipikirkan oleh sipenutur yang menjadi informannya.
Uraian ihwal penelitian bahasa yang disasarkan menyangkut semua tahapan yang dilalui dalam kegiatan yang disebut penelitian itu sendiri. Mulai dari tahap prapenelitian (tahap penyusunan usulan penelitian), sampai ke tahap pelaksanaan penelitian, analisis, dan penyajian hasil analisis, dan tahapan pascapeneltian. Ihwal paparan metode dan teknik yang dikhususkan pada metode dan teknik yang digunakan dalam kajian linguistik sinkronis dan linguistik diakronis, serta sosiolinguistik.


B. Masalah dan Sumber Masalah dalam Penelitian Bahasa

McGuigan (dikutip dari Sevilla dkk, 1993:4), menyatakan bahwa setidak-tidaknya ada 3 keadaan yang dapat memunculkan masalah, yaitu:
1. ada informasi yang mengakibatkan munculnya kesenjangan dalam pengetahuan kita
2. ada hasil-hasil (penelitian) yang bertentangan dan
3. ada suatu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskannya melalui penelitian.

Maksud dengan adanya kondisi adanya informasi yang dapat menimbulkan kesenjangan dalam pengetahuan kita adalah kesenjangan antara teori yang diketahui dengan bukti-bukti empiris yang teramati. Sedangkan maksud dari hasil-hasil penelitian yang bertentangan, maka dapat melakukan penelitian yang sama dengan yang pernah dilakukan, dengan catatan melakukan perbaikan pada metode yang digunakan serta penentuan dan pemilihan sumber data yang representative.
Adapun maksud dari ‘adanya suatu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskannya melalui penelitian’ adalah berhubungan dengan suatu kondisi peneliti menemukan bahasa tertentu atau aspek tertentu dari bahasa tertentu yang belum pernah diteliti.

C. Hipotesis dan Teori dalam Pelaksanaan Bahasa

Sifat-sifat Hipotesis:
1. Dirumuskan dalam bentuk kalimat deklaratif (pernyataan).
a. afiks-afiks yang digunakan dalam pembentukan kata.
b. tiap-tiap afiks dan tipe-tipe reduplikasi.

2. Hipotesis yang dapat diiuji.
3. Hipotesis yang masuk akal.
Fungsi hipotesis, yaitu:
1. memperkenalkan penelitiuntuk berpikir dari awal suatu penelitian
2. menentukan tahap-tahap atau prosedur suatu penelitian.
3. membnatu menetapakan bentuk penyajian, analisis, dan interpretasi data dalam laporan penelitian (Sevilla dkk., 1993:15-16).

D. Metode, Data, dan Teori dalam Penelitian Bahasa

Metode juga memiliki hubungan dengan teori, maksudnya pemilihan penggunaan metode dan teknik-teknik tertentu pada tahapan penyediaan data, apakah itu metode simak atau metode cakap sangat ditentukan oleh watak dasar dari objek penelitian. Sedangkan data yang dimaksudkan adalah data polimorfemik berupa kata yang di dalamnya terdapa objek penelitian yang berupa afiks tersebut.
Teori mempermainkan posisi sentral dalam penelitian bahasa. teori merupakan unsur sentral yang selalu memberi penceran upaya perumusan malasah termasuk jawaban tentative terhadap masalah ( disebut juga hipotesis) pemilihan metode termasuk teknik-tekniknya dan wujud data yang harus dipersiapkan pada tahap penyediaan data.

E. Ihwal Data dan Objek Penelitian Bahasa

Sudaryanto (1993 : 3 ) memberi batasan-batasan data sebagai bahan penelitian, yaitu bahan jadi (lawan dari bahan mentah), yang ada karena pemilihan aneka macam tuturan (bahan mentah). Konteks objek penelitian bahasa selalu bersifat ganda. Artinya, objek penelitian bahasa selalu hadir dalam jumlah yang lebih dari satu.
Konsep data dalam pengertian data diatas bersifat holistis, dalam arti kata dapat dipandang sebagai entitas itu dapat diandalakan sebagai objek penelitian yang ditentukan oleh keterpaduan unsur-unsur yang membentuk entitas tersebut. Selain pengertian kegandaan konteks secara struktural di atas, kegandaan konteks juga dapat dipandang secara sistemik. Sedangkan data sebagai entitas juga berdasarkan pandangan holistik dan berhubungan dengan bidang linguistik sinkronis dan diakronis.

F. Sumber Data : Populasi, Sampel dan Informan

Sevila dkk (1993) mendevinisikan populasi sebagai kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi. Dalam hubungan dengan masalah penutur, populasi dimaknai sebagai keseluruhan individu yang menjadi anggota masyarakat tutur bahasa yang akan diteliti dan menjadi sasaran penarikan generalisasi tentang seluk bahasa tersebut.
Kita dapat mengambil beberapa orang informan dan satu atau beberapa wilayah pakai bahasa sebagai sampel penelitian. Selanjutnya, setiap subbidang linguistik memiliki prinsip-prinsip tersendiri dalam penentuan populasi, sampel, dan informannya yang arah pembicaraannya lebih terfokus pada bagian metode untuk masing-masing subbidang kajian linguistik tersebut.

G. Hakikat Penelitian Bahasa

Hakikat penelitian bahasa adalah kegiatan menguraikan identitas objek sasaran (objek penelitian) dalam hubunganya dengan seluruh konteks yang memungkinkan hadirnya objek tersebut. Hakikat penelitian bahasa tersebut hendaknya benar-benar disadari oleh peneliti karena akan sangat berperan dalam membantu peneliti pada tahap penyediaan data.

H. Beberapa Tahapan Pelaksanaan Penelitian Bahasa
Pelaksanaan penelitian bahasa menurut tahapannya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu :
1. prapenelitian
2. pelaksanaan penelitian
3. penulisan laporan penelitian
Tahapan prapenelitian dimaksudkan sebagai tahapan yang menuntut peneliti untuk berusaha memrumuskan secara jelas tentang masalah yang hendaka dipecahkan melalui penelitian. tahapan penelitian tidak lain adalah tahapan penyususnan desain penelitian ( proposal).
Tahapan pelaksanaan penelitian dijabarkan dalam tiga tahapan pokok yaitu, penyediaan data, analisis data, dan membuat rumusann hasil analisis yang diwujudkan dalam membentuk kaidah-kaidah. Adapun tahapan penulisan laporan penelitian, pada tahap ini penelitian yang dilakukan yang dapat berwujud makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan lain-lain tergantung untuk apa penelitian itu dilakukan.




BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan dan Saran

Penelitian bahasa adalah penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap objek sasaran yang berupa bunyi tutur (bahasa). Penelitian bahasa yang disasarkan menyangkut semua tahapan yang dilalui dalam kegiatan yang disebut penelitian itu sendiri. Mulai dari tahap prapenelitian (tahap penyusunan usulan penelitian), sampai ke tahap pelaksanaan penelitian, analisis, dan penyajian hasil analisis, dan tahapan pascapeneltian. Ihwal paparan metode dan teknik yang dikhususkan pada metode dan teknik yang digunakan dalam kajian linguistik sinkronis dan linguistik diakronis, serta sosiolinguistik.
Dari beberapa uraian mengenai penelitian bahasa dan masalah penelitian bahasa dipaparkan dengan pemisalan disertai contoh-contoh yang isinya kurang menjelaskan mengenai pemahaman makna dan pengertian mengenai penelitian bahasa itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA
Mahsun.2007.Metode Penelitian Bahasa. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada

MATERI LENGKAP PEMEROLEHAN BAHASA

PENDAHULUAN

Pemerolehan Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat menajubkan terlebih dalam proses pemerolehan bahasa pertama yang dimiliki langsung oleh anak tanpa ada pembelajaran khusus mengenai bahasa tersebut kepada seorang anak (Bayi). Seorang bayi hanya akan merespon ujaran ujaran yang sering didengarnya dari lingkungan sekitar terlebih adalah ujaran ibuya yang sangat sering didengar oleh anak tersebut.
Seorang manusia tidak hanya dapat memiliki satu bahasa saja melainkan seseorang bisa meperoleh dua sampai empat bahasa tergantung dengan lingkungan sosiall dan tiangkat kognitif yang dimiliki oleh orang tersebut.
Pada pemerolehan bahasa kita mengenal beberapa tahapan pemerolehan bahasa itu sendiri, pemerolehan bahasa pertama (PB1) itu didapatkan seorang bayi secara langsung dari ibuya atau lingkungan yang dekat dengan bayi tersebut, sedangkan jika pada pemerolehan bahasa kedua dan seterusnya itudidapatkan seseorang dengan melalui peruses pembelajaran.
Dengan teori pemerolehan bahasa kita ingin mengetahui serta mengetengahkan teori yang memudahkan ank-anak belajar. Ketiga syarat ini menentukan atau memberi kerangka bagi telaah pemerolehan bahasa. Suatu kerangka yang di dalamnya sudut pandang kaum empiris dan kaum rasiomalis ( dan tentu saja yang berada di antara keduanya) dalam menemui ekspresi dan perasannya.
Dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Dengan perkataan lain setiap anak yang normal atau pertumbuhan yang wajar, memperoleh suatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa asli, bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupan di dunia ini. Walaupun tidak disangkal adanya kekecualian misalnya secara fisiologis (tulii) ataupun alasan-alasan lain. Peranan PB1 merupakan sesuatu yang negative terhadap PB2. Dengan perkataan lain, PB1 mendapat angina untuk turut campur tangan dalam belajar PB2, seperti adanya cirri-ciri PB1 yang ditransfer ke dalam PB2.

BAB I
PEMEROLEHAN BAHASA

Pengertian Pemerolehan Bahasa
Beberapa pengertian pemerolehan bahasa, yaitu :
Pemerolehan bahasa (bahasa Inggris: language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis,fonetik, dan kosakata yang luas. Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibumereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.( http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerolehan_bahasa )
Pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba ( mendadak). Kemerdekaan bahasa mulai sekitar usia satu tahun di saat anak-anak mulai menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Sedangkan penertian lain perolehan bahasa yaitu, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi mesin/motor, sosial, dan kognitif pra-linguistik (McCraw, 1987 : 570).
Berbicara mengenai pemerolehan sesuatu bahasa, maka dengan kekecualian beberapa anak yang mengalami gangguan/cacat, semua anak mempelajari paling sedikit satu bahasa. Hal inilah yang membuat sejumlah linguis percaya bahwa kemampuan belajar bahasa paling tidak sebagian berkaitan dengan program genetic yang memang khas bagi ras manusia, maksudnya kemapuan bahasa sejak lahir. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis).

Ragam Pemerolehan Bahasa
Ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari berbagi sudut pandangan, sebagai berikut:
a. berdasarkan bentuk:
• pemerolehan bahasa pertama
• perolehan bahasa kedua
• pemerolehan bahasa ulang (Klein, 1986:3).
b. berdasarkan urutan:
• pemerolehan bahasa pertama
• pemerolehan bahasa kedua (Winits, 1981; Stevens, 1984).
c. berdasarkan jumlah:
• pemerolehan satu bahasa
• pemerolehan dua bahasa ( Gracia, 1983).
d. berdasarkan media:
• pemerolehan bahasa lisan
• pemerolehan bahasa tulis (Freedman, 1985).

e. berdasarkan keaslian:
• pemerolehan bahasa asli
• pemerolehan bahasa asing (Winits, 1981).

(i) Urutan Perkembangan Pemerolehan Bahasa

a. Perkembangan Prasekolah
Dibagi lagi atas:
1. Perkembangan Pralinguistik

Ada kecenderungan untuk menganggap bahwa perkembangan bahasa anak-anak mulai tatkala dia mengatakan kata-pertamanya, yang menjadi tugas para ibu untuk mencatatnya/merekamnya pada buku bayi anak tersebut. Tetapi riset bayi medorong bahkan memaknai kita untuk menolak dugaan ini danmengakui fakta-fakta perkembangan komunikasi sejak lahir.Dua jenis fakta yang dikutip oleh para peneliti untuk menunjang teori pembawaan lahir mereka adalah: (i) kehadiran pada waktu lahir struktur-struktur yang diadaptasi dengan baik bagi bahasa ( walaupun pada permulaan tidak dipakai buat bahasa); (ii) kehadiran perilaku-perilaku sosial umum dan juga kemampuan-kemampuan khusus bahasa pada beberapa bulan pertama kehidupan.

2. Tahap Satu Kata
Merupakan suatu dugaan umum bahwa san anak pada satu kata terus menerus berupaya mengumpulkan nama-nama benda dan orang di dunia.

3. Ujaran Kombinatori Permulaan
Perkembangan bahasa permulaan tiga orang anak dalam jangka waktu beberapa tahun yang hasilnya bahwa panjang ucapan anak kecil merupakan petunjuk atau indicator perkembangan bahasa yang lebih baik daripada usia kronologis. (Brown (et all), 1973).

4. Perkembangan Interogatif
Ada tiga tipe struktur interogatif yang utama untuk mengemukakan pertanyaan, yaitu:
• pertanyaan menuntut jawaban YA atau TIDAK
• pertanyaan menuntut INFORMASI
• pertanyaan menuntut jawaban SALAH SATU DARI YANG BERLAWANAN (atau “POLAR”).



5. Perkembangan Penggabungan Kalimat
Berikut beberapa contoh bagaimana cara menggabungkan proposisi-proposisi itu:
• Penggabungan dua proposisi atau klausa yang berstatus setara:
Ini buku dan Ninon membacanya.
• Penggabungan satu proposisi merupakan yang lebih unggul daripada yang satu lagi (yang menerangkan suatu nomina dalam proposisi itu) :
(benda) yang Ninon baca itu adalah buku.
• Penggabungan dua proposisi yang berstatus dalam kaitan waktu:
Waktu Ninon membaca buku itu, ada halaman yang sobek.
• Penggabungan dua proposisi yang berstatus tidak sama dalam hubungan sebab-akibat:
Ninon melem halaman buku itu karena sobek.
• Satu proposisi mengisi “kekosongan” yang lainnya:
Kamu mengetahui bahwa Ninon membaca buku sejarah. (Dari : Kami mengetahui “sesuatu”).

6. Perkembangan Sistem Bunyi
Terdapat beberapa persesuaian perkembangan pemerolehan bunyi (periode pembuatan pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun pertama) :
• periode vokalisasi dan prameraban
• periode meraban
Clark dan Clark (1977) menemukan fakta-fakta bagi representasi berdasarkan orang dewasa dalam kenyataan bahwa:
• anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang mereka dengar.
• anak-anak menukar / mengganti ucapan mereka dari waktu ke waktu mebuju ucapan orang dewasa
• apabila anak-anak mulai menghasikan segmen bunyi tertentu (seperti /s/, maka hal itu menyebar kepada kata-kata lain dalam pembendaharaan mereka, tetapi bukan kepada kata-kata yang tidak merupakan perbedaan mereka, sesuai dengan ucapan orang dewasa.

b. Perkembangan Masa Sekolah
Perkembangan bahasa pada masa-masa sekolah terutama sekali dapat dibedakan dengan jelas dalam tiga bidang, yaitu:
• STRUKTUR BAHASA, perluasan dan penghalusan terus-menerus mengeani semantik dan sintaksis (dan taraf yang lebih kecil, fonologi).
• PEMAKAIAN BAHASA, peningkatan kemampuan menggunakan bahasa secara lebih efektif melayani aneka fungsi dala situasi-situasi komunikasi yang beraneka ragam.
• KESADARAN METALINGUISTIK, pertumbuhan kemampuan untuk memikirkan, mempertimbangkan, dan berbicara mengenai bahasa sebagai sandi atau kode formal.


1. Struktur Bahasa
Pertumbuhan semantik sang anak berlangsung terus-menerus karena pengalamannya bersambung dan meluas, yang tentu saja mengandung pengertian bahwa sekolah mempunyai peranan yang sangat penting. Pengalaman-pengalaman baru menuntut pertumbuhan dalam system semantik sang anak.
2. Pemakaian Bahasa
Clark & Clark (1977 : 373) mengatakan bahwa: “anak-anak membangun struktur dan fungsi pada waktu yang bersamaan. Sebaik mereka belajar lebih banyak struktur, maka mereka memperoleh lebih banyak sarana untuk menyampaikan fungsi yang berbeda-beda. Dan sebaiknya mereka mempelajari banyak fungsi, maka mereka memperluas pemakaian tempat berbagai struktur diterapkan.”
3. Kesadaran Metalinguistik
Ialah kemampuan membuat bentuk-bentuk bahasa menjadi tak tembus cahaya dan menyelesaikan diri di dalam dan untuk diri mereka sendiri” (Cazden, 1974 : 24).

(ii) Mekanisme Umum bagi Pemerolehan Bahasa
Menurut Jeans A. Rondal, berdasarkan data-data yang dia gunakan,agaknya dapat disarankan adanya suatu mekanisme makroumum bagi pemerolehan pemakaaian bahasa (pertama) pada diri sang anak. Salah satu manfaat mekanisme umum adalah bahwa mekanisme itu membuat suatu wadah yang jelas bagi penentu-penentu antar pribadi dalam proses pemerolehan bahasa pertama.

7. Kerangka bagi teori pemerolehan bahasa

Kenneth Wexler dan Peter W. Clicoper mengemukakan bahwa teori pemerolehan bahasa pertama dapat dilihat sebaga tiga serangkai (G.1 PBB) yang menyatakan bahwa :
1. G adalah suatu kelas gramatika (gramatika yang tepat)
2. I adalah suatu kelas perangkat “infut” yang tepat ataupun data masukan (tata bahasa atau M(T) dari tata bahasa T dalam G.
3. PBB adalah suatu prosedur belajar bahasa yang memetakan berbaga infut ke dalam gramatika.
Masukan atau infut bagi sang anak terdiri dari kalimat-kalimat yang terdengar dalam konteks. Keluaran atau output belajar bahasa merupakan suatu system kaidah bagi bahasa orang dewasa.
Yang menjadi masalah ialah bahwa tidak ada hubungan langsung antara tipe-tipe informasi dalam keluaran. Pembicaraan pada bab ini mengenai masalah pokok mendorong sang anak mulai membentuk tipe kaidah yang tepat bagi bahasa-bahasa alamiah. “masalah kemandirian” atau “masalah keberdikarian” ini merupakan masalah pertama yang harus dipecakan dan diselesaikan oleh seseorang dalam merencanakan serta merancang model-model pemerolehan bahasa.

8. Salah pengertian mengenai pemerolehan bahasa.
Peribahasa mengatakan bahwa dari perbedaan pendapat akan terpancarlah kiat kebenaran. Disamping perbedaan pendapat sering juga terjadi salah pengertiaan, salah paham atau misconception mengenai pemeroehan bahasa. Pengetahuan ilmiah terdiri dari sekumpulan pernyataan yang bersifat kemungkinan, yang beberapa diantaranya dianggap lebih benar diantara yang lain-lainnya.
Barry Mclaughlin dari Universitas California Santa Cruz pernah membahas serta menguji pernyataan-pernyataan yang kerap kali sudah diterima sebagai yang terbukti,tetapi seakanakan mungkin lebih besar salahnay daripada benarnya. Pembahasannya pada enam jenis pernyataan yaitu:
Proposisi 1: Anak kecil memperoleh bahasa lebih cepat dan mudah daripada orang dewasa karena secara biologis sang anak diprogramkan memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa tdak.
Lenberg (1967) mengemukakan bahwa alasan bagi kelenturan otak ini berkaitan dengan kenyataan bahwa otak sang anak tidak seluruh dilaterisasikan terhadap fungsi bahasa,sedangkan otak orang dewasa memang begitu.
Proposisi 2: semakin kecil sang anak, semakin terampil dia dalam pemerolehan
bahasa kedua.
Proposisi 3: pemerolehan bahasa kedua merupakan proses yang berbeda secara
kualitatif daripada pemerolehan bahasa pertama.
Dulay dan Burt (1973) menemukan bahwa anak-anak yang berbahasa ibu bahasa cina dan spanyol memperoleh morfem-morfem (fungtor) bahasa inggris daam urutan yang sama, walaupun susunan pemerolehan sangat berbeda dengan bahasa pertama sang anak.

Proposisi 4: interferensi antara bahasa pertama dan bahasa kedua merupakan bagian yang tidak terilai serta ada dimana-mana pada upaya belajar bahasa kedua.
Prator 1969 mengemukakan interferensi antara bahasa-bahasa sebagai factor yang jelas mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua sebagai penjelasan tambahan yang tidak dapat diterima.
Proposisi 5: ada jalan tunggal menuju pemerolehan bahasa kedua pada masa kanak-kanak.
Proposisi 6: pengalaaman kedwibahasaan dini secara positif atau negatif mempengaruhi perkembangan bahasa sang anak, perkembangan pemanfaatan kognitif dan perkembangan intelektual.
Bilingualisme dapat menunda perkembangan leksikal dan sintaksis anak kecil dalam perbandingan dengan para pembicara monolingual atau ekabahasa. Jadi anak-anak bilingual melakukannya lebih baik daripada anak-anak monolingual mengenai ergantian tugas pergantian kata yang menuntut pelanggaran pengertian sang anak bahwa gagasan yang sama dapat mempunyai sarana realisasi formal yang berbeda-suatu konsekuensi yang mempunyai jalan masuk kepada dua bahasa.
Pengaruh-pengaruh bilingualisme mungkin berbeda bagi para dwibahasawan belakangan.maksudnya anak-anak yang menjadi dewasa belajar dua bahasa secara serentak mungkin mengalami konsekuensi kognitif dari kedwibahasaan mereka yang agak berbeda dengan yang dialami oleh anak-anak yang belajar kedua setelah bahasa pertama mantap.

9. Sistem Penunjang Dan Sarana Pemerolehan Bahasa
Komponen yang paling mendasar dan fundamental dari system penunjang pemerolehan bahasa adalah bahwa system ini menyediakan kesempatan para pelajar bahasa yang mudah untuk mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Kesempatan berkomunikasi terlihat dalam kehidupan sehari-hari bahwa hanya sedikit atau jarang sekali insane yang gagal memperoleh bahasa.




10. Sejarah Singkat Telaah Pemerolehan Bahasa

Hari penciptaan pertama dan kedua: Tersingkapnya rahasia tata bahasa transformasional secara negatif. Pada hari pertama sang dewasa menciptakan Chomsky pada hari kedua Chomsky tanpa bantuan sang dewasa menciptakan tata bahasa transformasional generative.
Hari ketiga: Pemerolehan bahasa sebagai pemerolehan sintaksis. Pada hari ketiga Miller muncul dan memperkenalakan kepada para psikolog lembaran-lembaran yang bertuliskan pokok-pokok masalah tata bahasa generatif.
Hari keempat: Penyatuan kembali semantic ke dalam bahasa anak. Pada hari keempat Blom memasukan semantic ke dalam telaah pemerolehan bahasa. Bukan hanya bentuk tetapi isi ucapan dini anak-anak diteliti dengan sangat cermat.
Hari kelima: Pendekatan fungsional social pada pemerolehan bahasa. Pada hari kelima pragmatic atau fungsi tanda-tanda dalam konteks menyebabkan pmerolehan bahasa dianggap sebagai yang tercangkup dalam konteks social dan cultural.
Hari keenam: Hari kebangkitan kembali pendekatan formal dan nativisme. Pada hari keenam penekatan formal dan nativisme bangkit kembali, sebagian sebagai pukulan terhadap arah yang banyak sekali yang harus ditempu dalam pemerolehan bahasa.
Hari ketujuh: Hari peristirahatan dan penghakiman. Pada hari ketujuh setelah capek bergumul dan keluar dari perjuangan teoritis, maka para peneliti beristirahat dan bercermin dari segala sesuatu yang telah dilakukan dalam bidang penciptaan pemerolehan bahasa.

BAB II
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA

2.1 Pengertian Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama memang bersifat primer paling sedikit dalam dua hala yaitu dari segi urutan dan dari segi kegunaan. Selama pemerolehan itu mengalami proses yang berlangsung selama jangka waktu yang panjang, maka jelas terdapat berbagai kasus yang rumit. Pemerolehan bahasa pertama adalah apabila seseorang memperoleh bahasa yang semula tanpa bahasa.
2.2 Ragam Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila pelajar biasanya seorang anak yang sejak semula tampa bahasa dan kini dia memperoleh satu bahasa.
1. ekabahasa : Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh hanya satu bahasa.
2. dwibahasa : Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh dua bahasa.
Pemerolehan bahasa pertama sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif sang anak. Dari penelitian para pakar mengenai perkembangan kognitif dapat ditarik dua kesimpulan yakni produksi ucapan-ucapan yang berdasarkan tata bahasa yang teratur tapi tidaklah secara otomatis dan sang pembicara harus memperoleh kategori-kategori kognitif yang mendasari bebagai makna ekspresif bahasa alamiah.
2.3 Penelitian Mengenai Pemerolehan Bahasa Pertama
Cromer (1976) berpendapat bahwa kebanyakan dari strategi-strategi dapat diterima sebagai prinsif nonlinguistic umum bagi penangulangan informasi. Penelitian terdahulu berupaya mencari strategi ampu yang digunakan oleh para pribumi dalam memperoleh bahasa mereka. Walaupun Roger Brown (1973) tidak mengunakan pendekatan ini, namun telaah longitudinalnya justru merupakan penemuan yang paling cermat dan teliti pada masa itu.

2.4 Dari PB1 ke PB2
Sebuh bahasa mempunyai cirri-ciri khusus yang membedakan bahas yang satu dengan bahasa yang lain. Cirri khusus ini mencangkup keseluruhan kosakata, morfologi, sintaksis dan fonologI. Sangat sukar menentukan batas yang pasti dana nyataantara pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa kedua, selain alasan sedrhana bahwa PB2 mulai kerpkali sebelum PB1 berakhir.
2.5 Pengaruh Bahasa Pertama Pada PB2
Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh anak pada tahapan berikutnya. Sebagai contoh seorang anak yang orang tuanya berasal dari daerah Melayu dengan lingkungan orang Melayu dan selalu menggunakan bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sehari-hari, maka anak itu akan mudah menerima kehadiran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (B2) di sekolahnya. Tuturan bahasa pertama (B1) yang diperoleh dalam keluarga dan lingkungannya sangat mendukung terhadap proses pembelajaran bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia. Hal ini sangat dimungkinkan selain faktor kebiasaan juga bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Lain halnya jika kedua orang tuanya berasal dari daerah Jawa dengan lingkungan orang Jawa tentu dalam komunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Jawa akan mengalami kesulitan untuk menerima bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang dirasakan asing dan jarang didengarnya.
Selain dua situasi di atas juga berbeda dengan pasangan orang tua yang berasal dari daerah yang berbeda dengan bahasa yang berbeda pula dan lingkungan yang berbeda dengan kedua bahasa orang tuanya maka anak akan memperolah bahasa yang beraneka ragam ketika bahasa Indonesia diperolehnya di sekolah akan menjadi masukan baru yang berbeda pula.
Untuk kasus yang ketiga dapat dicontohkan apabila ibunya berasal dari daerah Sekayu sedangkan ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini hidup di lingkungan orang Palembang dalam mengatakan sebuah kata yang berarti mengapa akan diucapkan ibu ngape (e dipaca kuat (e taling)) dalam bahasa Sekayu dan bapak dengan ucapan ngape (e lemah (e pepet)) dalam bahasa Pagaralam dan bahasa di lingkungannya di Palembang ngapo. Ketika anak memasuki sekolah, ia mendapatkan seorang teman yang berasal dari Jawa mengucapkan kata ngopo yang berarti mengapa maka bertambah lagi keanekaragaman bahasa yang diperolehnya. Seorang guru pada jenjang sekolah pada kelas tinggi ia menjumpai kata mengapa akan merasa kebingungan karena ada lima bahasa yang ia terima. Bagi anak yang kemampuan kognetifnya baik atau lebih dari rata-rata ia akan bisa membedakan bahasa Sekayu, Palembang, Pagaralam, Jawa, dan bahasa Indonesia. Kenyataan inilah yang menjadi dampak bagi anak ketika pemerolehan bahasa pertama yang didapatkan berpadu dengan bahasa kedua sebagai bahasa baru untuk digunakan dalam komunikasi di jenjang lembaga resmi atau formal.
Orang tua dan lingkungan mempunyai andil besar terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipejarinya di lembaga formal. Dijelaskan dalam aliran behavioristik Tolla dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) bahwa proses penguasaan bahasa pertama (B1) dikendalikan dari luar, yaitu oleh rangsangan yang disodorkan melalui lingkungan. Sementara Tarigan dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa anak mengemban kata dan konsep serta makhluk social. Tarigam memadukan bahwa konsep pemerolehan belajar anak berasala dari konsep kognetif serta perkembangan sosial anak itu sendiri. Adapun perkembangan sosial itu sendiri idak terlepas dari faktor orang-orang yang kehadirannya ada di lingkungan diri anak. Orang-orang yang dimaksud adalah teman, saudara dan yang paling dekat adalah kedua orang tua yaitu ayah serta ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh kedua orang tua sebagai orang yang pertama kali dekat dengan diri anak ketika menerima bahasa pertama sangat berdampak terhadap anak dalam tahapan pemerolehan bahasa kedua (B2).
Pemerolehan bahasa pertama anak adalah bahasa daerah karena bahasa itulah yang diperolehnya pertama kali. Perolehan bahasa pertama terjadi apabila seorang anak yang semula tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa (Tarigan dalam Safarina dan Indrawati, 2006:157). Bahasa daerah merupakan bahasa pertama yang dikenal anak sebagai bahasa pengantar dalam keluarga atau sering disebut sebagai bahasa ibu (B1). Bahasa ibu yang digunakan setiap saat sering kali terbawa ke situasi formal atau resmi yang seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bagi anak, orang tua merupakan tokoh identifikasi. Oleh sebab itut, idaklah mengherankan jika mereka meniru hal-hal yang dilakukan orang tua (Fachrozi dan Diem, 2005:147). Anak serta merta akan meniru apa pun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak baik. Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang diperolehnya sebagai khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang dilakukan orang tuanya dianggap baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh anak dari orang tua dan lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan bahasa anak itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang tua dalam berbahasa di dalam keluarga (bahasa ibu) sangat dicermati anak untuk ditirukan. Anak bersifat meniru dari semua konsep yang ada di lingkungannya. Brown dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa posisi ekstern behavioristik adalah anak lahir ke dunia seperti kertas putih, bersih. Pernyataan itu memberikanan penjelasan nyata bahwa lingkungan dalam hal ini keluarga terutama orang tua dalam pemberian bahasa yang kurang baik khususnya tuturan lisan kepada anak akan menjadi dampak negatif yang akan disambut oleh anak sebagai pemerolehan bahasa pertama (B1) yang menjadi modal awal bagi seoarang anak untuk menyongsong kehadiran pemerolehan bahasa kedua (B2).
Perolehan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia)) merupakan sebuah kebutuhan bagi anak ketika sedang mengikuti pendidikan di lembaga formal. Pada lembaga formal guru mempunyai pengaruh yang sangat siknifikan sebagai pendidik sekaligus pengajar di sekolah. Guru dengan konsep dapat digugu dan ditiru oleh anak akan menjadi figure sosok seseorang pengganti orangtua yan, oleh karena itu sosok seorang guru dalam kehadirannya di sekolah sebagai rumah kedua bagi anakmempunyai peranan penting dalam memberikan tuturan bahasa sebagai contoh bahasa kedua (B2). Penyesuaian antara bahasa ibu (B1) dengan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia) yang dituturkan oleh guru membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, pada kelas rendah (kelas 1—3 SD) masih menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pendidikan.
Pada Kelas lanjutan (4—6 SD dan seterusnya) guru akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru oleh anak. Apabila pada kelas lanjutan guru masih menggunakan bahasa ibu/ bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pendidikan, maka dampak negatif yang akan diperoleh anak. Sebagai contoh seorang guru matematika mengajarkan hasil penjumlahan. Guru menanyakan proses penjumlahan dengan menggunakan bahasa Palembang “Cakmano awak dapet hasil mak ini ni, cobo jelaske!” Bagi anak yang berasal dari Palembang tidak menjadi masalah dan bisa saja menjelaskannya (menggunakan bahasa Palembang), tetapi anak yang tidak berasal dari daerah Palembang yang berada di kelas yang sama akan mengalami kesulitan menerima bahasa daerah Palembang sebagai bahasa kedua (B2). Sebaliknya jika guru matematika tersebut menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sudah barang tentu dapat dipahami oleh warga belajar di kelas yang bersangkutan. Hal yang terakhir ini akan menjadi sebuah kenyataan yang komunikatif antara petutur dan penutur apabila warga kelasnya sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebaliknya, apabila anak sebagai peserta didik tetap terbiasa mengggunakan bahasa daerah atau bahasa pertama (B1) yang juga sering disebut sebagai bahasa ibu dalam komunikasi di lingkungan formal maka sangat sulit guru menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia pendidikan. Begitu pula apabila guru dan anak sebagai peerta didik selalu menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar pendidikan maka tidak mengherankan bila penguasaan bahasa Indonesia yang baik saja yang dikuasai anak. Sementara itu, keberadaan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang menjadi tuntutan sebagai komonukasi formal atau resmi akan dikesampingkan.
Peranan Guru (kelas bawah) dan orang tua dalam berbahasa ditunjang oleh faktor lingkungan sangat memberikan dampak yang sangat besar dalam proses pemerolehan bahasa pertama (B1). Pemberian figur berbahasa yang baik oleh orang tua yang baik diperkuat dengan guru sebagai contoh berbahasa yang baik dan benar di sekolah, maka anak akan mempunyai bekal dalam mempelajari pemerolehan bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar.

2.6 Unit-Unit Pemerolehan Bahasa
Salah satu pakar yang berhasil meneliti unit-unit pemerolehan bahas adalah Ann M. Peters dari Universitas Hawai (1983). Pakar ini membedakan tiga orentasi terhadap gagasan kesatuan terkecil ujaran. Menurutnya mengenai unit produksi ujaran yang dipakai oleh pembicara dewasa yang kedua mengenai persepsi B1 pelajar mengenai unit yang sesuai dalam suatu bahasa.
Unit-unit pemerolehan bahasa dapat dipandang dari berbagai segi paling tidak dari tiga sudut pandang yaitu:
1. unit-unit dari sudur pandang orang dewasa
2. unit-unit dari sudur pandang sang anak.
3. unit-unit dari sudur pandang sang lingus
Dari segi implikasi teoritis menurut Peter ada 8 unit penting yaitu:
1. unit-unit bahasa yang pertama kali diperoleh anak-anak tidak perlu
ada kaitannya dengan unit minimal bahas yang diberikan konvensional.
2. bagi pelajar bahasa semua merupakan unit-unit dan disimpan dalam leksikon yang dapat diambil kembali kalu diperlukan.
3. semua unit dalam leksikon pelajar merupakan calon bagi proses fundamental segmentasi.
4. unit lebih kecil merupakan hasil dari segmentasi dengan sendirinya termasuk ke dalam leksikon.
5. suatu unit yang telah terbagi mungkin juga tidak dapat dihilangkan dari leksikon.
6. segmentasi juga memperlihatkan akibat pada informasi structural.
7. leksikon pelajar berkembang dan tumbuh sebaik sang peljar mengumpulkan.
8.proses fusi berlangsung terus bahkan ke dalam masa kedewasaan.

2.7 Kesemestaan Linguistik Dari PB1
Hubungan antara Tata Bahasa Universal dengan PBI sesunggunya merupakan sesuatu yang penting, seperti pembenaran utama Chomsky bagi TBU bahwa dia menetapkan satu-satunya cara mempertimbangkan bagimana ank-anak mampu mempelajari bahasa ibu mereka. Maka dengan demikian, TBU merupakan cara penyelesaian terhadap apa yang disebut masalah logis pemerolehan bahasa.




BAB III
PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

1. Pengertian Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa kedua (PB2) mengacu kepada mengajar dan belajar bahasa asing dan bahasa kedua lainnya.Diantara sekian banyak factor yang dapat kita temui di dalam kelas,ada tiga buah yang dianggap sangat penting dan mendasar,yaitu : pertama,belajar bahasa adalah orang-orang dalam interaksi dinamis; ketiga,belajar bahasa
Adalah orang-orang dalam responsi.Dalam “belajar adalah orang” terkandung makna bahwa “hal itu merupakan proses sosial belajar yang utama”.Belajar,pemerolehan bahasa kedua,terjadi dalam hubungan antara sesame siswa itu sendiri “Interaksi dinamis” berarti bahwa orang-orang dilahirkan dan bertumbuh dalam bahasa asing.
2. Hipotesis Pemerolehan Bahasa Kedua
Ada lima hipotesis mengenai PB2, yaitu :
Lima Hipotesis PB2
 PembedaanPemerolehan –Belajar
 Hipotesis saringan Afektif
 Hipotesi Masukan
 Hipotesi Monitor
 Hipotesis Urutan Alamiah

3. Hipotesis Penbedaan Pemerolehan dan Belajar
Hipotesis ini menyatakan bahwa orang dewasa mempunyai dua cara berbeda dan berdikari dan mandiri mengenai pengemban kompetisi dalam suatu bahasa kedua
4. Hipotesis Urutan Alamiah
Salah satu dari penemuan-penemuan yang paling mengasikkan dan paling menggairakan dalam penelitian pemerolehan bahasa tahun-tahun terakhir ini adalah penemuan bahwa pemerolehan struktur-struktur gramatikal benar-nenar dalam urutan yang dapat diramalkan.Para pemerolehan bahasa tertentu cenderungmemoeroleh struktu-struktur gramatikal tertentu terlebih dahulu, dan yang lain-lainya baru kemudian.
Persesuain antarapara pemeroleh secara individu tidak selalu seratus persen,tetapi jelas terdapat persamaan-persamaan yang nyata,yang signifikan secara statistik.
5. Hipotesis Monitor
Hipotesis Monitor mengemukakan serta menjelaskan bahwa “pemerilehan” dan “belajar”dipakai dengan cara yang amat kha.Biasanya, pemerolehan “memprakarsai” ucapan-ucapan kita dalam bahasa kedua dan juga bertanggung jawab aras kelancaran kita, kefasihan kita.Belajar hanya mempunyai satu fungsi, yaitu sebagai “monitor” atau
“editor”, sebagai “pemantau” atau “penyunting”.Belajar hanya berperan membuat perubahan-perubahan dalam bentuk ujaran kita,setelah “dihasilkan” oleh sistem yang di peroleh yang diinginkan.Ini dapat terjadi waktu kita berbicara/menulis,atau sesudahnya (mengoreksi diri sendiri).
Tiga Tipe Perilaku atau “Performer”
 Pemakai Monitor yang Berlebihan
 Pemakai Monitor yang Kurang
 Pemakai Monitor yang Optimal

6. Hipotesis Masukan
Ada dua hal yang menarik mengenai hipotesis masuka ini, yaitu : (1) banyak dari bahan ini relative baru,sedangkan hipotesis-hipotesis lainya telah diberikan dan didiskusikan dalambeberapa buku dan makalah; dan (iii) hipotesis ini penting baik secara teoritis dan praktis. Hipotesis masukan berupaya menjawab apa yang barangkali merupakan masalah paling penting dalam bidang kita, dan memberikan suatu jawaban yang mempunyai pengaruh yang kuat pada semua bidang pengajaran bahasa.

Bagian-bagian Hipotesis Masukan
 Kemampuan berproduksi muncul, tidak diajarkan secara langsung
 Kalau komunikasi berhasil, masukan terpahami, dan cukup, i + 1 tersedia secara otomatis
 HM berhubungan dengan pemerolehan, bukan dengan Belajar
 Kita memperoleh dengan pemahaman bahasa yang mengandung struktur disekitar i + 1

 Penunjang Hipotesis Masukan
 Pemerolehan Bahasa Pertama pada Anak
 Penelitian/Riset linguistik terapan
 Kerugian dan keuntungan (kelemahan dan keunggulan) pemakain kaidah B1
 Fakta-fakta dari PB2 : periode tenang dan pengaruh B1
 Fakta-fakta dari PB2 : sandi sandi sederhana

Faktor penunjang kedua bagi hipotesis masukan adalah berupah “fakta-fakta dari pemerolehan bahasa kedua, berupa sandi-sandi sederhana “Hipotesis masukan juga menarik bagi pemerolehan bahasa kedua, anak-anak atau orang dewasa, juga merupaka “pemeroleh”, persis seperti sang anak memperoleh bahasa pertama.
7. Hipotesis Saringan Afektif
Konsep Saringan Afektif dikemukakan oleh Duly & Burt (1997) dan konsisten dengan karya teoritis yang dilakukan dalam bidang variable-variabel afektif dan pemerolehan bahasa kedua. Penelitian selama decade terakhir telah menegaskan serta memperkuat bahwa variable afektif berhubungan erat dengan keberhasilan dalam pemerolehan bahasa kedua. Kebanyakan yang telah ditelaah itu dapat dimasukan pada salah satu kategori,yaitu ;
Tiga Hipotesis Penelahan Hipotesis Saringan Afektif
 MOTIVASI adaalah Para penyaji yang bermotivasi tinggi pada umumnya berbuat lebih baik dalam PB2 (biasanya,tetapi tidak selaluh,”integrative”)
 KEGELISAHAN Kegelisahan yang rendah ternyata mengakibatkan atau mendatangkan hasil yang lebih baik PB2, baik yang diukur sebagai pribadi ataupun kegelisahan kelas
 Para penyaji yang mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan imaji diri sendiri yang baik, cenderung berbuat lebih baik dalam PB2.

Hipotesis Saringan Afektif menuntut bahwa efek atau pengaruh “afe” atau “kepura-puraan” atau “yang dibuat-buat” memang berada “diluar” sarana pemerolehan bahasa yang wajar.
8. Penelitian Pemerolehan Bahasa Kedua
Taylor (1975) meneliti serta menguji strategi-strategi transper dan penggeneralisasian yang berlebih-lebihan dalam bahasa Inggris sebagai bahasa kedua; Baiyley, Madden & Krashen (1974) mempertimbangkan pemprosesan siasat-siasat dalam morfem-morfem dalam bahasa Inggris sebagai bahasa kedua.
Torone, Cohen & Dunas (1976) melaporkan mengenai strategi-strategi komunikasi pada anak-ank yang belajar Prancis sebagai kedua; Fillmore (1997) menganalisis strategi-strategi sosial dan kognitif para pembicara Spanyol yang belajar bahasa Inggris; dan Lightbown (1997) menyelidiki siasat-siasat bagi penghasilan bentuk-bentuk interogatif dalam bahasa Prancis sebagai bahasa kedua.

Empat Paremeter Bidang Lingustik
 Ucapan/Ujaran
 Modal Bahasa
 Realitas Objektif
 Pembicara
Emam Jenis Perilaku Berbahasa
 Designation – Penandaan
 Discursion - Peretakan
 Enunciation – pengucapan
 Mudulation – Pengaturan
 Dertimination – Penentuan
 Predication – penyebutan
Tiga Tipe Siasat Pemerolehan Struktur Kasus
 Siasat Pragmatik
 Strategi Morfo-sintaksis
 Strategi Posisional

9. Dimensi Pemerolehan Bahasa
Ada tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa yaitu propensity (“kecendrungan”),langue fakulty (“kemampuan berbahasa”) dan aces (“jalan masuk”)
Enam Dimensi Pemerolehan bahasa Kedua
 Propensity “kecenderungan”
 End state “keadaan akhir” atau “tujuan akhir”
 Tempo “kecepatan”
 Structure “struktur”
 Acees “jalan masuk”
 Language fakulty “kemampuan berbahasa”
Empat Komponen Kecendrungan
 Education “Pendidikan”
 Communicative needs “Kebutuhan komunikatif”
 Antitude “ Sikap”
 Sosial Integration “Integrasi sosial”
Tujuh Teori PB2
 Model Akulturasi
 Teori Neurofungsional
 Hipotesia Universal
 Model Kompetensi Variabel
 Model Monitor
 Teori Wacana
 Teori Akomodasi
Situasi Belajar Yang “Baik”
 Tingkat sosial kelompok BS = B2 (BS = bahasa sasaran)
 Pertimbangan Kel. B2 tetap pada BS selalu
 Kelompok B2 dan BS bersikap positif
 Kebudayaan kelompok B2 sama sebangun dengan kebudayaan kelompok BS
 Kelompok B2 kecil dan tidak begitu konesif
 Kelompok BS dan B2 megirimkan : B2 akan berasimilasi

Faktor Psikologis Belajar B2
 Ego boundries “batas-batas kakuan”
 Motivion “dorongan; motivasi”
 Culture shoch “goncangan budaya”
 Langue shock “gonsangan bahasa”

Tiga Fungsi Bahasa
 Fungsi komunikatif
 Fungsi ekspretif
 Fungsi integratif







BAB 4
PEMEROLEHAN BAHASA DAN PENGAJARAN BAHASA

4.2 Metode Terjemahan Tata Bahasa
Metode terjemahan tata bahasa (TTB) pada hakikatnya mencakup dua komponen yaitu :
1. Telaah eksplisit kaidah-kaidah tata bahasa dan kosakata, dan
2. Penggunaan terjemahan
Terjemahan merupakan komponen yang tertua dan barangkali paling tua dari semua metode pengajaran yang pernah dipakai pada masa Yunani dan Romawi kuno, serta di tempat-tempat lain di dunia kuno. Aspek tata bahasa memang agak minim dan terbatas pada masa-masa itu sedangkan pengetahuan ketatabahasaan pun terbatas pula.
Tujuan metode TTB berubah sesuai dengan perkembangan zaman pada dasarnya metode ini mempunyai dua tujuan utama :
a. Telaah sastra bahasa kedua, dan
b. Pengembangan ketrampilan menganalisis melalui telaah tata bahasa
Tujuan yang terakhir ini yang dimotivasi oleh para pakar tata bahasa cartesian yang berkeyakinan bahwa logika universal mendasari semua bahasa, sebagian besar telah menghilang. Orientasi terhadap sastra dan penekanan tambahan pada membaca dan menulis telah mengakibatkan adanya perubahan atau modifikasi seperlunya.
Aspek tata bahasa metode TTB pun berubah mengikuti perkembangan zaman selama berabad-abad sesuai dengan pengetahuan dan teori linguistik pada masa itu. Sebagai misal, abad 20 memperhatikan tiga perubahan utama dalam penjelasan ketatabahasaan , yaitu :
a. Pendekatan preskriptivis “neo-grammarian” pada bagian awal
b. Pendekatan linguistik struktural pada bagian tengah, dan
c. Pendekatan transformasi pada bagian akhir abad tersebut
Penyesuaian metode TTB terhadap perubahan-perubahan radikal dalam linguistik merupaan satu faktor bagi kelangsungan hidupnya selama masa-masa itu.
Ciri-ciri utama metode TTB dapat kita rangkumkan sebagai berikut :
1. Para siswa pertama-tama mempelajari kaidah-kaidah tata bahasa dan daftar kosakata dwibahasawan diarahkan pada bacaan pada pelajaran yang bersangkutan
2. Sekali kaidah-kaidah dan kosakata telah dipelajari maka resep-resep bagi penerjemahan latihan-latihan yang mengikuti pernjelasan tata bahasa pun diberikan
3. Pemahaman terhadap kaidah dan bacaan di uji melalui penterjemahan
4. Bahasa asli (bahasa ibu) dan bahasa sasaran terus menerus dibandingkan tujuan pengajaran adalah mengubah b1 menjadi b2 dan sebaliknya menggunakan kamus apabila perlu
5. Sangat sedikit kesempatan bagian kegiatan praktek atau latihan latihan menyimak dan berbicara dengan kekecualian pada membaca bagian atau kalimat secara nyaring) selama metode ini memusatkan perhatian pada latihan-latihan membaca dan menerjemahkan.
o Keunggulan TTB :
1. Kelas-kelas besar dapat di ajar
2. Guru yang tidak fasih dapat dipakai
3. Cocok bagi semua tingkat linguistik para siswa (pemula, lanjutan, atas) bagi siswa dapat memperoleh aspek-aspek bahasa yang signifikan dengan pertolongan buku saja, tanpa bantuan guru.
o Kelemahan TTB
1. Secara linguistik dibutuhkan guru yang terlatih
2. Kebanyakan pokok bahasan atau (subject matter) tidak mengenai orang tertentu, dan terpisah serta terpencil dari yang lain.
3. Tidak sesuai bagi orang yang tuna aksara, misalnya anak kecil atau imigran tertentu; sedikit sekali bahasa yang digunakan bagi komunikasi antar pribadi ; kesempatan bagi pengemukaan tuturan atau ujaran spontan sangat terbatas (steinberg, 1986 :192)



4.3 Metode Langsung
Gerakan metode langung (ML) direct method dalam pengajaran bahasa, seperti yang dipelopori oleh para pendidik seperti Berlitz dan Jespersen, bermula pada abad 19. Para pelopor metode “aktif” ini percaya bahwa para siswa belajar memahami suatu bahasa dengan cara menyimaknya dalam kuantitas yang besar. Mereka belajar berbicara dengan cara berbicara, terutama sekali kalau ujaran atau tuturan itu secara simultan berkaitan erat dengan tindakan yang tepat.
Ciri-ciri utama ML adalah sebagai berikut
(1) Belajar bahasa hendaklah mulai dengan situasi “di sini-dan-kini” dengan memanfaatkan objek-objek kelas dan tindakan-tindakan atau perbuatan perbuatan sederhana.
(2) Pelajaran dalam ML kerapkali berkembang di sekitar gambar - gambar yang dibuat secara khusus menggambarkan kehidupan di negara pemakai bahasa sasaran.
(3) Dari permulaan pengajaran, para siswa mendengarkan kalimat-kalirnat sempurna dan bermakna di dalam wacana sederhana, yang kerapkali menggunakan bentuk pertukaran-pertukaran tanya-jawab.
(4) Ucapan yang tepat dan benar merupakan suatuol pertimbangan penilaian penting. dalam pendekatan ini, dan penekanan ditempatkan pada pengembangan ucapan yang tepat dalam permulaan pengajaran. Catatan atau notasi fonetik kerap kali digunakan untuk mencapai tujuan itu
(5) Kaidah-kaidah tata bahasa tidak diajarkan secara eksplisit, kaidah-kaidah itu diharaokan dapat dipelajari melalui praktek-praktek dan latihan.
(6) Aneka tujuan membaca juga dicapai melalui pemahaman “langsung” terhadap naskah bacaan tanpa penggunaan kamus atau terjemahan
Danny D Steinberg merangkumkan keunggulan dan kelemahan ML ini sebagai berikut :
o Keunggulan ML :
1. mempersiapkan pengetahuan bahasa yang bermanfaat bagi ujaran dalam konteks
2. cocok dan sesua bagi tingkat-tingkat linguistik para siswa
3. beberapa penampilan dan penyingkapan bagi ujaran atau tuturan spontan
o Kelemahan ML :
1. hanya dapat diterapkan pada kelompok kecil
2. sukar menyediakan berbagai kegiatan yang menarik dan bersifat situasi sebenarnya di dalam kelas
3. sangat membutuhkan guru yang terampil dan fasih (Steiberg,m 1986:172)

4.4 Metode Audiolingual
Metode audiolingual (MAL) didasari oleh teori yang berakat pada dua aliran pemikiran yang sejajar dalam psikologi dan linguistik. Dalam psikologi, aliran behavioris dan aliran neobehavioris sangat berpengaruh pada tahun 1940-an dan 1960-an. Pada saat itu juga aliran linguistik struktural atau deksristif mendominasi pemikiran dalam bidang linguistik. Bahkan sampai saat ini, penekanan terletak pada linguistik historis yang berupaya menjelaskan data linguistik melalui penelitian serta pengujian naskah-naskah dan dokumentasi perubahan-perubahan daam kosakata dan bentuk sepanjang waktu. Tetapi sebaik para linguis mulai memusatkan perhatian sistem menulis, bahasa-bahasa india, yang kebanyakan tidak mempunyai sistem menulis maka bentuk lisan bahsa pun menjadi sumber data satu-satunya .
Pengajaran bahasa yang mendasar pada aliran pemikiran ini beroperasi berdasarkan premis-premis berikut ini :
1. Bahasa terutama sekali merupakan fenomena lisa bahasa tulis merupakan gambaran kedua dari ujaran
2. Linguistik mencakup telaah perulangan pola-pola bahasa
3. Pusat perhatian utama telaah adalah fonologi dan morfologi
4. Bahasa diperoleh melalui mempelajari secara berulang-berulang pola-polanya
5. Semua bahasa asli dipelajari secara lisan sebelum kegiatan membaca terlaksana oleh karena itu, bahasa-bahasa kedua haruslah dipelajari dalam “urutan-urutan alamiah” : menyimak, berbicara, membaca dan menulis
6. Dalam belajar bahasa, sang siswa haruslah mulai dengan pola-pola bahasa, bukan dengan belajar kaidah-kaidah ketatabahasaan secara deduktif.
o Ciri –ciri utama MAL
Metode Audiolingual yang juda dikenal sebagai Aura Oral ketrampilan fungsional , New Key, atau metode Amerika dalam pengajaran bahasa diterima dan diperlukan sebagai pendekatan “ilmiah” bagi pengajaran bahasa. Dalam bukunya yang berjudul Language Teaching : A Scientific Approach, Lado (1964) mengemukakan “hukum-hukum empiris belajar sebagai berikut ini sebagai dasar dari MAL :
1. Hukum dasar hubungan
2. Hukum latihan
3. Hukum intensitas
4. Hukum asimilasi
5. Hukum pengaruh
Hukum-hukum behavioris yang mendasari kelima prinsip dasar MAL di atas, juga terdaftar dalam karya Chastain (1976) dan dirangkum sebagai berikut :
1. Tujuan pengajaran B2 adalah mengembangkan dalam diri para siswa kemampuan- kemampuan yang sama dengan yang dimiliki para pembicara asli
2. Bahasa asli hendaklah dilarang di dalam kelas; sebuah “nusa budaya” hendaklah dibentuk dan dipertahankan ajarkanlah B2 tanpa mengacu kepada B1
3. Para siswa mempelajari bahasa melalui teknik-teknik para siswa haruslah belajar tanpa memperhatikan bagaimana bahasa itu disusun
4. Latihan-latihan pola diajarkan pada permulaan tanpa penjelasan
5. Dalam mengembangkan “keempat ketrampilan” (menyimak, berbicara, membaca, menulis) maka urutan alamiah yang dijalankan dalam belajar bahasa asli haruslah dipelihara dan dipegang terus.

Selanjutnya Rivers (1981) menjelaskan ciri-ciri utama MAL itu dengan mengemukakkan “lima slogan” seperti berikut :
1. Bahasa adalah ujaran bukan tulisan
2. Bahasa adalah seperangkat kebiasaan
3. Ajarkanlah bahasa dan bukan mengenai bahasa
4. Bahasa adalah apa yang dikatakan oleh penutur asli, bukan yang dipikirkan oleh seseorang apa yang harus dikatakan
5. Bahasa-bahasa berbeda- beda dan beraneka ragam

Setiap bab buku pelajaran MAL terdiri atas tiga bagian utama :
1. dialog
2. latiihan pola, dan
3. kegiatan aplikasi

Seperti juga metode-metode pengajaran bahasa lainnya, maka MAL ini pun mempunyai keunggulan dan kelemahan
o Keunggulan MAL :
1. dapat diterapkan pada kelas – kelas yang sedang
2. memberi banyak latihan dan praktek dalam menyimak dan berbicara
3. sesuai bagi semua tingkatan siswa
o Kelemahan MAL
1. dibutukan guru yang terampil dan cekatan
2. ulangan seringkali membosankan serta menghambar penghipnotisan kaidah-kaidah
3. kurang sekali memberi perhatian pada ujaran yang spontan (Steinberg, 1986:192)

4.5 Pendekatan Kognitif
Mengikuti jejak F. De Saussure 1916 yang telah membuat perbedaan antara parole (performanse yang dapat diamati) dan langue ( pengetahuan yang mendasari bahasa), maka Naoum Chomsky membuat perbedaan teoritis antara performansi dan kompetensi.
Bagi para psikolog kognitif dan linguis generatif transformational, bahasa merupakan prilaku yang rule-governed yang bersifat internal. Pengetahuan pembicara atau penutur mengenai bahasa didasarkan pada seperangkat kaidah terbatas yang dapat menurunkan berbagai kalimat yang tidak terbatas yang dapat dipahami, akan tetapi kaidah-kaidah tersebut tidak perlu secara sadar dan mudah diungkapkan dengan kata-kata oleh para pemakai bahasa. Chomsky eksistensi LAD ini, atau yang disebut juga “litle black box” yang menurut oermerian McNeil (1966) mempunyai empat ciri utama :
1. Kemampuan membedakan bunyi-bunyi ujaran dari bunyi-bunyi lainnya
2. Kemampuan mengorganisasi peristiwa-peristiwa linguistik ke dalam berbagai kelas
3. Pengetahuan mengenai sistem linguistik tertentu sajalah yang mungkin mengungkapkan hal itu, yang lainnya tidak
4. Kemampuan memanfaatkan secara konstan evaluasi untuk membangun sistem yang mungkin paling sederhana dari data yang ditemukan

Ciri-ciri utama atau prinsip-prinsip dasar pendekatan kognitif telah dirangkumkan oleh Chastain (1976) sebagai berikut :
1. Tujuan pengajaran kognitif adalah mengembangkan pada diri para siswa tipe-tipe kemampuan yang sama seperti yang dimiliki oleh penutur asli
2. Mengetahui menuju yang belum diketahui;maksudnya dasar pengetahuan siswa kini (struktur kognitif) harus ditentukan sehingga prasyarat yang perlu bagi pemahaman bahan baru dapat diberikan
3. Bahan pelajaran dan guru harus memperkenalkan para siswa pada situasi-situasi yang akan meningkatkan pemakaian bahasa kreatif.
4. Karena prilaku bahasa secara konstan bersifat inovatif dan beragam maka siswa harus diajar memahami sistem kaidah di samping dituntut mengingat deretan permukaan dalam model hapalan
5. Belajar haruslah selalu bermakna artinya para siswa hendaknya mengerti selalu apa yang disuruh untuk dilakukan benar-benar memahami serta melakukan dengan baik apa yang disuruh.

Keunggulan dan kelemahan pendekatan kognitif dalam pengajaran bahasa dapatlah dirangkumkan sebagai berikut :
o Keunggulan :
1. dapat dilaksanakan dalam kelas besar
2. sabar menghadapi, memperbaiki kesalahan
3. gabungan ketrampilan-ketrampilan dapat memperkuat atau meningkatkan upaya belajar
4. cocok dan sesuai bagi semua tingkatan siswa
o Kelemahan :
1. tidak terdapat didalamnya metode tertentu
2. bukan merupakan metode khusus
3. banyak interprestasi dapat diberikan.

4.6 Pendekatan Ganda
Para pendukung pendekatan ganda atau Multiple Approach dewasa ini menganjurkan menggunakan suatu metedologi yang didasarkan pada rencana Cleveland atau pun Multiple Approach Method yang diperkenalkan oleh de Sauuze pada tahun 1920-an . walaupun pada dasarnya itu merupakan suatu bentuk metode langung yang dipakai pada abad 19 dan awal abad 20, pendekatan se sauxe tidaklah beranggapan bahwa orang dewasa belajar bahasa dengan cara yang persis sama seperti yang dilakukan oleh seorang anak. Para pengarang buku pelajaran mengunakan pendekatan ini. Seperti Pucciani dan Hamel (1967), mengeritik metode langsung karena alasan sebagai berikut :
“metode langsung dan metode alamiah tidaklah selangsung dan tidak sealamiah yang mereka harapkan , sebenarnya metode metode tersebut yang merupakan pusaka Rousseaistik, bersifat sentimental dalam alam, yang mengharapkan agar dalam beberapa model yang misterius, orang dewasa dapat kembali kepada kondisi-kondisi masa kanak-kanak mereka” (1967:33)


4.7 Responsi Fisik Total
Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa pemahaman menyimak haruslah dikembangkan secara penuh , seperti halnya dengan anak-anak belajar dari bahasa ibu mereka, sebelum partisipasi lisan aktif dari para siswa yang dapat diharapkan.
Asher (1974) merangkumkan tiga gagasan utama yang mendasari methode Responsi Fisik Total sebagai berikut :
1. Pemahaman bahasa lisan haruslah dikembangkan dalam berbicara
2. Pemahaman dan ingatan diperoleh dengan baik melalui gerakan tubuh para siswa dalam menjawab atau memberikan responsi terhadap perintah-perintah. Bentuk imperatif bahasa merupakan sarana ampuh untuk memanipulasi tingkah laku para siswa dan membimbing mereka ke arah pemahaman melalui gerak atau perbuatan.
3. Para siswa hendaknya tidak pernah dipaksa sebelum mereka siap, sebaik bahasa sasaran diinternalisasikan maka berbicara akan muncul secara alamiah.

4.8 Pendekatan Alamiah
Pendekatan alamiah atau the natural approach dalam pengajaran diperkenalkan dan dikembangkan oleh Terrel berdasarkan teori Krashen mengenai PB2. Premis utama yang dikemukakan oleh Terrel ialah bahwa “adalah mungkin bagi siswa dalam suatu situasi kelas belajar berkomunikasi dalam bahasa kedua” (1977:325) bagi Terrel, kompetensi komunikatif sangat penting, dan beliau membatasi istilah kompetensi komunikatif atau communicative competence dalam pengertian bahwa :
“.......setiap siswa dapat memahami inti-inti pokok yang dikatakan oleh penutur asli kepadanya dalam situasi komunikasi nyata dan dapat ber-responsi sedemikian rupa sehingga penutur asli menginterprestasikan responsi tersebut dengan sedikit atau tanpa upaya dan tanpa kesalahan-kesalahan yang begitu membingungkan sehingga dapat menganggu komunikasi secara drastis”
Ciri-ciri utama pendekatan alamiah ini terlihat pada petunjuk-petunjuk praktek kelas yang dikemukakan oleh Terrel, antara lain :
1. Distribusi belajar dan kegiatan-kegiatan pemerolehan
2. Koreksi kesalahan
3. Responsi – Responsi dalam B1 dan B2
Ujaran yang disedehanakan atau “pembicaraan orang asing” atau “ Foreign talk” wajarlah dipakai ciri-ciri utama tipe ujaran ini antara lain :
1. Kecepatan yang agak lebih lambat, dengan artikulasi atau pengucapan yang jelas, pengurangan kontraksi-kontraksi jeda yang lebih lama, dan volume tambahan
2. Memberi batasan-batasan melalui penggunaan penjelasan-penjelasan, parafrase, gerak-gerik, dan gambar
3. Penyederhanaan sitaksis melalui penggunaan proposisi-proposisi yang sederhana dan redudansi atau pleonasme
4. Penggunaan teknik-teknik wacra seperti pertanyaan ya/tidak

Terrel merangkumkan prinsip-prinsip dasar metode yang dikemukakannya ini sebagai berikut :
1. Tujuan pengajaran bahasa permulaan adalah kompetensi komunikasi langsung bukan kesempurnaan gramatikal
2. Pengajaran harus diarahkan untuk memodifikasi serta meningkatkan tata bahasa para siswa, bukan membangun satu kaidah pada suatu waktu
3. Para siswa harus diberi kesempatan memperoleh bahasa, bukan memaksanya untuk mempelajarinya
4. Faktor-faktor afektif yang terutama dipaksakan beroperasi dalam pengajaran bukan faktor-faktor kognitif
5. Belajar kosakata merupakan kunci bagi pemahaman dan produksi ujaran dengan kosakata yang cukup banyak siswa dapat memahami dan berbicara mengenai berbagai hal dalam B2 sekalipun pengetahuannya mengenai struktur bagi semua tujuan praktis masih kosong (1977:333)
Kelemahan atau kekurangan yang paling jelas terlihat pada pendekatan alamiah ini adalah kurangnya kosentrasi dalam peningkatan kecakapan siswa.
4.9 Belajar Bahasa Masyarakat
Belajar Bahasa Masyarakat (atau Community Language Learning) adalah sebuah pendekatan dalam pengajaran bahasa, memberi penekanan pada peranan ranah afektif dalam mempromosikan belajar kognitif. Ada beberapa alasan ciri utama pendekatan BBM, Prinsip pertama adalah bahwa guru bertindak sebagai “knower/councelor” yang peranannya pada hakikatnya pasif. Disini guru menyediakan bahasa yang perlu bagi para siswa untuk mengekspresikan diri sendiri secara bebas dan mengatakan apa saja yang ingin dikatakannya.

Dalam metode ini terdapat lima tahap belajar, yang akan kita bicarakan berikut ini :
Tahap 1 . Para siswa membuat pertanyaan-pertanyaan dengan suara nyaring dalam bahasa-ibu mereka, didasarkan kepada apa saja yang ingin mereka komunikasikan kepada yang lainnya dalam kelompok ini.
Tahap 2. Tahap kedua ini, yang dikenal sebagai “tahap swa-asertif” atau “self-assertive stage” berbeda dari yang pertama dalam hal bahwa para siswa mencoba mengatakan apa yang ingin mereka katakan tanpa campur tangan (atau intervensi) dan bantuan tetap dari pihak guru.
Tahap 3. dalam tahap kelahiran ini, pada siswa meningkatkan keberdikarian atau kemandirian mereka dari sang guru dan berbicara dalam bahasa sasaran tanpa terjemahan, kecuali kalau siswa lain memintanya, memerlukannya.
Tahap 4. Tahap ke empat ini disebut “tahap remaja” atau “tahap pembalikan”.
Tahap 5. “tahap kemerdekaan” ini ditandai oleh interaksi bebas antara para siswa dengan guru.
Salah satu dari keunggulan-keungulan utama metode ini adalah suasana kemasyarakatan yang hangat yang diciptakan oleh prosedur dan ketetapan umpan balik korektif dalam konteks humanistiknya.
Namun demikian, satu bidang yang mungkin memerlukan perhatian dalam penggunaan metodelogi BBM adalah bidang isi atau konteks.
Mengenai keunggulan dan kelemahan metode pengajaran BB< ini dapat kita buat rangkuman sebagai berikut :
Keunggulan : Bahasa dipakai dalam konteks bagi interaksi pribadi (personal interaction)
Kelemahan : Hanya dapat dipakai buat sekelompok kecil saja.
4.10 Cara Diam
Metode cara diam atau the silent way yang diperkenalkan oleh gategno ini, dalam orientasinya dapat diklasifikasikan sebagai kognitivis. Dalam pandangan Gattegno, pikiran merupakan agen, wali, atau perantara aktif yang mampu membangun kriteria intinya sendiri buat belajar. Ketiga kata kunci filosofi yang berada di belakang pendekatan ini adalah kebebasan (Independence), otonomi (autonomy), dan pertanggungjawaban (responsibility) ; setiap siswa harus bekerja dengan sumber-sumber dalamnya sendiri (yaitu struktur kognitif yang ada, pengalaman, perasaan, pengetahuan mengenai dunia dan sebagainya) untuk menyerap belajar dari lingkungan metode cara diam beranggapan bahwa para pelajar bekerja dengan sumber-sumber tersebut dan bukan dengan yang lain-lain, karena mereka hanya bertanggung jawab bagi apa yang mereka pelajari.
Stevick mengemukakan lima prinsip atau ciri utama metode cara diam ini :
1. Mengajar haruslah merupakan bawahan atau subkoordinasis beljar
2. Belajar bukanlah secara primer merupakan tiruan atau latihan
3. Dalam belajar, pikiran memperlengkapi dirinya dengan karya nya sendiri, mencoba-coba (trial-error) eksperimentas yang disengaja, menunda keputusan, dan merevisi konklusi (atau memperbaiki kesimpulan)
4. Dalam pelaksanaannyha pikiran menarik yang sudah pernah diperolehnya, terutama sekali pengalamannya dalam belajar bahasa ibu, bahasa asli
5. Kalau kativitas sang guru merupakan bawahan atau subkoordinasi bagi pelajar maka para pengajar atau sang guru harus berhenti mencoba mencampuri atau campur tangan dan mengalihkan atau membelokkan kegiatan tesebut (stevick, 1980:137)
Pakar lain, yaitu Karambelas (1971) mengutarakan teknik-teknik dan prinsip-prinsip metode cara diam sebagai berikut :
1. Mengulangi contoh ucapan guru dihindarkan karena “mimikri” (atau cara meniru) tidak perlu.
2. Bahan pelajaran tidak pernah ditaklukkan atau dipahami dengan cara menghapalnya tanpa berpikir atau tanpa menghayatinya
3. Perbaikan atau koreksi jarang sekali dilakukan oleh sang guru, selama para siswa diperkirakan dapat mengembangkan kriteria perbaikan mereka sendiri dan sanggup mengkoreksi kesalahan-kesalahan mereka sendiri
4. Pekerjaan lisan kerapkali diikuti oleh praktek menulis pengajaran
5. Apabila saja mungkin, sang pelajar dibuat bertanggung jawab terhadap kegiatan belajar mereka sendiri.
Metode ini barangkali lebih terkenal karena penggunaan balok-balok berwarna yang disebut balok-balok Cuisenaire, untuk mengjarkan struktur-struktur dasar bahasa
Secara singkat dapat dirangkumkan bahwa ada keunggulan dan kelemahan dalam metode-metode cara diam atau the silent way ini :
Keunggulannya adalah :
1. Dapat menstimulasi penghipotesisan kaidah
2. Bahasa dipelajari dalam konteks situasional
Kelemahannya adalah :
1. hanya dapat dipraktekkan pada kelompok kecil
2. dibutuhkan guru yang terampil
3. situasinya amat sibuk dan berat bagi para siswa
4. sukar membuat ucapan yang tepat tanpa model atau contoh yang baik.
5. Tiadanya model bahasa yang baik justru membatasi perkembangan yang baik, sehingga tidak jarang berada di bawah tingkat permulaan (Steiberg: 1986:192)

4.11 Sugestopedia
Metode ini berasal dari Bulgaria, dikembangkan oleh Georgi Lozanov (1978) seorang psikoterapis dan ahli fisika. Lozarnov percaya bahwa teknik teknik releksasi (persantaian) dan konsentrasi akan menolong para pelajar membuka sumber-sumber bawah sadar mereka dan memperoleh serta menguasai jumlah kosakata yang lebih banyak dan juga struktur-struktur yang lebih mantap. Daripada yang mungkin mereka pikirkan.
Kegiatan pelajaran terdiri dari tiga bagian yang dapat dirangkumkan sebagai berikut ini :
1. Pertama, diadakan tinjauan kembali atas bahan-bahan yang telahg dipelajari sebelumnya, secara eksklusif dalam bahasa baru itu, permainan dan lakon, pendek, yang lucu seringkali digunakan demi maksud ini, akan tetapi praktek mekanistik tetap dihindari atau dijauhi
2. Berikutnya, bahan baru disajikan dalam konteks melalui dialog-gialog panjang yang diperkenalkan atau dilanjutkan dalam dua fase “konsert” dialog-gialog tersebut (sepuluh diantaranya dipakai pada pelajaran pertama) menggambarkan situasi-situasi pemakaian bahasa khas dalam budaya sasaran.
3. Setelah kedua konsert itu selesai, maka ada pelajaran lanjutan selama delapan jam mengenai bahan atau materi baru, yang disebut fase aktifvasi (atau activation phase) pada masa ini, para siswa ikut serta dalam bermain peran dan kegiatan-kegiatan praktek untuk “mengaktifkan” atau “mempraktekan” bahan-bahan yang telah mereka pelajari dalam konsert-konsert itu.


Agar metode Lozanov dapat dipraktekan atau diterapkan secara efektif diperlukan tiga unsur penting yaitu :
1. Ruang kelas yang menarik atau atraktif (dengan cahaya yang lembut) dan suasana kelas yang menyenangkan
2. Guru yang berkepribadian dinamis yang mampu memerankan bahan dan motivasi para siswa belajar dan
3. Para siswa yang dapat siap-siaga dalam kesantaian (bancroft 1978 :172; krashen, 1986 :143-4
Dari uraian di atas jelas bagi kita semua bahwa Metode Sugestopedia ini mempunyai keunggulan dan kelemahan dalam pengajaran bahasa
Keunggulannya : memberi ketenangan dan kesantaian bagi para pencinta Hayden dan pengubah lagu-lagu klasik lainnya, perkembangan kecakapan berbahasa
Kelemahannya :
1. Hanya dapat dipergunakan bagi kelompok kecil, menjengkelkan dan menggelisahkan bagi orang-orang yang tidak menyukai Hayden dan penggubah lagu klasik lainnya.
2. Biaya terlalu mahal
3. Belum ada ketentuan dan pesiapan bagi tingkat-tingkat menengah dan lanjutan (Staiberg, 1986; 193)
4. Buat pemahaman membaca dan menyimak terlalu terbatas
5. Bahan masukan secara pedagois dipersiapkan terlalu bersifat ekslusif (Ommagio, 1986:85)



BAB 5
PEMEROLEHAN BAHASA DAN KESALAHAN BERBAHASA

5.1 Pengantar
Setiap guru yang berdiri di depan kelas mengajar para siswa akan mengakui dan mengiakan bahwa “ tidak ada siswa yang tidak pernah membuat kesalahan selama belajar disekolah”.
Berdasarkan hal di atas maka dalam bab lima ini akan membicarakan hal-hal berikut:
1. Pengertian dan ragam kesalahan berbahasa
2. Taksonomi kategori linguistik
3. Taksonomi siasat permukaan
4. Taksonomi komparatif
5. Taksonomi efek komunikatif
6. Analisis kesalahan berbahasa
7. Koreksi kesalahan berbahasa
8. Sebuah model analisis kesalahan berbahasa indonesia secara, berurutan

5.2 Kesalahan Berbahasa
Kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan sang pelajar. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performasi bhasa orang dewasa
Menelaah kesalahan para pelajar, khususnya kesalahan berbahasa, mengandung dua maksud utama, yaitu:
1. Untuk memperoleh data yang dapat dipergunakan untuk membuat atau menarik kesimpulan-kesimpulan mengenai hakikat proses belajar berbahasa
2. Untuk memberikan indikasi atau petunjuk kepada para guru dan para pengembang kurikulum bagian mana bahasa sasaran yang paling sukar diproduksi oleh para pelajar secara baik dan benar, serta tipe kesalahan mana yang paling mentukarkan atau mengurangi kemampuan pelajar untuk berkomunikasi secara efektif.

Ada pula pakar yang membuat kategorisasi kesalahan berbahasa seperti berikut ini:
1. interference-like Goofs
2. L1 Developmental Goofs
3. Ambiguous Goofs
4. Unique Goofs

5.3 Taksonomi Kategori Linguistik
Ada beberapa taksonomi kesalahan berbahasa yang telah didasarkan pada butir linguistik yang dipengaruhi oleh kesalahan. Kita telah sama-sama mngetahui bahwa komponen-komponen bahasa mencakup fonologi (ucapan), sintaksis dan morfologi (tata bahasa gramatikal) , semantic dan leksikon (makna dan kosa kata), dan wacana (gaya).
Memang terdapat beberapa keuntungan menggunakan taksonomi kategori linguistic dalam pengklasifikasian kesalahan berbahasa ini, terutama sekali bagi;
a. para pengebang kurikulum
b. para peneliti
c. para guru dan siswa.
5.4 Taksonomi Siasat Permukaan
Taksonomi siasat permukaan ( atau surface strategy taxonomy) menyoroti bagaimana cara-caranya stuktur-struktur permukaan berubah. Para pelajar mungkin saja:
1. menghindarkan / menghilangkan butir-butir penting
2. menambah sesuatu yang tidak perlu
3. salah memformasikan butir-butir
4. salah menyusun butir-butir tersebut.
Akan tetapi, para peneliti telah mencatat bahwa unsure-unsur permukaan suatu bahasa berubah dengan / dalam cara-cara yang spesifik dan sistematis.
Menganalisis kesalahan-kesalahan dari perfektif siasat permukaan memang memberi banyak harapan bagi para peneliti, terutama sekali yang berkaitan dengan pengenalan proses-proses kongnitif yang mendasari rekontruksi pelajar mengenai bahasa baru yang dipelajarinya itu.

Secara garis besarnya kesalahan-kesalahan yang terkandung dalam taksonomi siasat permukaan ini adalah:
1. penghilangan
2. penambahan
3. salah formansi
4. salah susun.

5.5 Taksonomi Komparatif
Klasifikasi kesalahan-kesalahan dalam taksonomi komparatif didasarkan pada perbandingan-perbandingan antara struktur kesalahan-kesalahan B2 dan tipe-tipe kontruksi tertentu lainnya.
Dalam kepustakaan riset, kesalahan-kesalahan B2 sudah sangat sering dibandingkam dengan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh anak-anak yang belajar bahasa sasaran sebagai B1 mereka dan mengekuivalensikan frase-frase atau kalimat-kalimat dalam bahasa ibu pelajar. Berdasarkan perbandingan tersebut maka dalam taksonomi komparatif dapat dibedakan:
1. kesalahan perkembangan
2. kesalahan antar bahasa
3. kesalahan taksa
4. kesalahan lainnya.
Agak bertentangan dengan pendapat umum yang tersebar luas, maka para peneliti secara konsisten menemui bahwa bagian terbesar dari kesalahan-kesalahan dalam keluaran bahasa para pelajar B2 termasuk tipe kesalahan perkembangan atau development errors.
5.6 Taksonomi efek komunikatif
Kalau taksonomi siasat permukaan dan taksomasi komparatif memusatkan perhatian pada aspek-aspek kesalahan itu sendiri, maka taksonomi efek komunikatif memandang serta menghadpi kesalahan-kesalahan dari perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca.
Berdasarkan terganggu atau tidaknya komunikasi karena kesalahan-kesalahan yang ada, maka dapatlah dibedakan dua jenis kesalahan, yaitu :
1. Kesalahan Global atau Global Errors
2. Kesalahan Lokal atau Local Errors

5.6.1 Kesalahan Global
Kesalahan Global adalah kesalahan yang mempengaruhi keseluruhan organisasi kalimat sehingga benar-benar menggangu komunikasi. Karena luasnya cakupan sintatik kesalahan-kesalahan serupa itu, maka Burt dan Kiparsky menyebut kategori ini kesalahan “global”
5.6.2 kesalahan local
Kesalahan Lokal adalah kesalahan yang mempengaruhi sebuah unsur dalam kalimat yang biasanya tidak menggangu komunikasi secara signifikan.
Bur dan Kiparsky menyarankan bahwa perbedaan antara kesalahan gobal dan local merupakan kriteria yang paling persuasive, yang paling ampuh buat menentukan kepentingan komunikatif.
5.7 Analisis Kesalahan Berbahasa
Dalam pembicaraan terdahulu kita telah memusatkan perhatian pada “pengertian serta “ragam” kesalahan berbahasa dengan mengemukakan beberapa tasonomi. Analis kealahan berbahasa itu merupakan suatu “proses” sebagai suatu proses maka ada prosedur yang harus dituruti serta pedoman kerja.
Tahap – tahap analis berbahasa yaitu :
5.7.1 Memilih Korpus Bahasa
kegiatan pada tahap ini meliputi beberapa hal yaitu :
a. Menetapkan Luas Sample
b. menenTukan Media Sample
c. Menentukan kehomogenan sample yang berkaitan dengan usia pelajar latar belakang B 1, tahap perkembangan
5.7.2 Mengenali Kesalahan dalam Korpus
Menurut Corder (1971) perlu diadakan perbedaan antara lapses yaitu kesalahan atau penyimpangan yang terdapat dalam kalimat yang merupakan akibat dari perbatasan-perbatasan pemrosesan ketimbang kekurangan kompetensi, dengan errors yaitu kesalahan atau penyimpangan yang terdapat dalam kalimat yang merupakan akibat kurangnya kompetensi
5.7.3 Mengklarifikasikan Kesalahan
Kegiatan pada tahap ini mencangkup penetapan atau penentuan pemberian granatikal bagi setiap kesalahan, misalnya :
a. Kesalahan dibidang fonologi
b. Kesalahan dibidang morfologi
c. Kesalahan dibidang sintaksis
d. Kesalahan dibidang semantic
5.7.4 Menjelaskan Masalah
Kegiatan ini merupakan upaya untuk mengenali penyebab psikolinguistik kesalahan-kesalahan tersebut. Misalnya, upaya dapat diadakan untuk menentukan proses yang bertanggung jawab bagi setiap kesalahan.
5.7.5 Mengevaluasi kesalahan
Kegiatan pada tahap ini mencangkup penaksiran keseriusan setiap kesalahan agar dapat mengambil keputusan bagi pengajaran bahasa. Evaluasi kesalahan berbahasa hanyalah bermanfaat kalau maksud dan tujuan AKB bersifat pedagogis.
Analis kesalahan berbahasa adalah prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan para guru, yang mencangkup pengupulan sample bahasa pelajaran, pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat sample tersebut, pendeskrifsian kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasiannya berdasarkan sebab-sebabnya yang telah dihipotesiskan, serta pengevaluasian keseriusannya.


5.8 Koreksi Kesalahan Berbahasa
Mencari keaslahan serta menganalisisnya secara terperinci tanpa upaya mengadakan koreksi atau perbaikan, jelas berupa kegiatan yang belum sempurna bila dipandang dari segi pendidikan dan pengajaran bahasa. Dengan perkataan lain, kelahan itu dikoreksi, harus diperbaiki.
Dua pakar, yaitu Halley dan King (1974) menelaah teknik-teknik KKB lisan diantara para asisten pengajaran itu mengoreksi setiap kesalahan dan memberikan sendiri jawaban yang benar secara langsung sesudah kesalahan itu terbuat.
Allwight (1975) menyarankan bahwa kesalahan-kesalahan secara garis besarnya dapat dikatagorikan dengan :
a. kategori linguistic
b. pertimbangan mengenai pentingnya dalam pengkomunikasian pesan-pesan
c. sumber dan
d. kemudahan koreksi
Burt dan Kiparsky (1974) seperti yang telah kita singgung dimuka menyarankan agar para guru dapat membedakan antara :
1. kesalahan local atau kesalahan yang tidak melebihi batas-batas atau kalimat tunggal
2. kesalahan global atau kesalahan yang mengganggu pemahaman dengan jalan menimbulkan hubungan diantara dan sesama unsur-unsur untuk wacana
Menurut Cohen (1975) menyarankan serta mengemukakan suatu system komperensif bagi pemilihan kesalahan yang meliputi empat nidang analis yaitu :
1. informasi dasar mengenai koreksi
2. pentingnya koreksi
3. kemudahan koreksi
4. cirri-ciri para pelajar
Ervin (1981) mengemukakan bahwa hierarki KK dapat didasarkan pada kehebatan kesalahan yang ditentukan oleh antar seksi atau titik pertemuan tiga factor :
1. efek atau taraf noda atau gangguan
2. keterpahaman
3. sumber kesalahan dalam tata bahasa kompetensi atau perfomansi sang pelajar

5.8.1 koreksi kesalahan bahasa lisan
Walz (1982) mengklasifikasikan berbagai prosedur KK kedalam tiga kategori utama yaitu :
1. Koreksi diri sendiri dengan bantuan guru
2. Koreksi sesama teman
3. Koreksi guru

5.8.2 koreksi kesalahan bahasa lisan
dalam kegiatan mengoreksi atau memperbaiki kesalahan bahasa tulis para pelajar, sang guru dapat menggunakan berbagai teknik yang terpenting atau yang biasa dimanfaatkan adalah :
a. teknik koreksi langsung sang guru memperbaiki segala kesalahan yang terdapat dalam karangan atau komposisi yang di buat oleh para pelajar dan kemudian menyuruh mereka menulis kembali karangannya dengan memasukan semua perbaikan tersebut
b. teknik koreksi tidak langsung, dalam teknik koreksi tidak langsung ini kesalahan-kesalahan komposisi ditandai dengan sarana khusus, jadi tidak langsung diperbaiki oleh guru

5.9 Sebuah Model AKB Indonesia
Seluruh pembicaraan mengenai kesalahan berbahasa yang telah kita kemukakan pada halaman-halaman terdahulu dalam bab lima ini bersifat “teoretis”. Dari pembicaraan teoretis tersebut kita ingin memetik hikmah bagi pengajaran bahasa Indonesia. Berdasarkan teori-teori yang telah dibicarakan itu kita ingin mengusulkan sebuah model Analis Kesalah Berbahasa Indonesia (AKBI).
5.9.1 Kesalahan Fonologi
a. kesalahan ucapan adalah kesalahan mengucapkan kata sehingga menyimpang dari ucapan baku atau bahkan menimbulkan perbedaan makna
b. kesalahan ejaan adalah kesalahan penulisan kata atau kesalhan menggunakan tanda baca
5.9.2 Kesalahan Morfologi
kesalahan morfologi adalah kesalahan memakai bahasa disebabkan salah memilih afiks, salah menggunakan kata ulang, salah menyusun kata majemuk dan salah memilih bentuk kata.
5.9.3 Kesalahan sintaksis
Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frase, klausa, atau kalimat serta ketidak tepatan pemakaian partikel.
5.9.4 Kesalahan leksikon
Kesalahan leksikon adalah kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat.








PENUTUP

Pemerolehan bahasa anak merupakan salah satu proses yang dilakukan, baik secara sengaja maupun secara tidak disengaja, bahkan tidak disengaja sama sekai. Mengenai pemrolehan bahasa ini terdapat beberapa pengertian. Pengertian yang satu mengatakan bahwa pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba, mendadak.
 Pemerolehan bahasa pertama adalah apabila seseorang memperoleh bahasa yang semula tanpa bahasa.
 Ekabahasa yaitu Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh hanya satu bahasa.
 Dwibahasa yaitu Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh dua bahasa.
 Urutan Perkembangan Pemerolehan Bahasa yaitu:
1. Perkembangan Prasekolah
2. Perkembangan Ujaran Kombinatori.
3. Perkembangan Masa Sekolah

Metode terjemahan tata bahasa pada umunya mencangkup dua komponen yaitu, pertama telaah eksplisif kaidah-kaidah tata bahasa dan kosakata, dan yang kedua yaitu penggunaan terjemahan.
Kesalahan berbahasa merupakan salah satu sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan sang pelajar. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performasi bhasa orang dewasa



DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa.
Bandung: Angkasa.