Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Selasa, 22 Maret 2011

MATERI LENGKAP PEMEROLEHAN BAHASA

PENDAHULUAN

Pemerolehan Bahasa merupakan sebuah hal yang sangat menajubkan terlebih dalam proses pemerolehan bahasa pertama yang dimiliki langsung oleh anak tanpa ada pembelajaran khusus mengenai bahasa tersebut kepada seorang anak (Bayi). Seorang bayi hanya akan merespon ujaran ujaran yang sering didengarnya dari lingkungan sekitar terlebih adalah ujaran ibuya yang sangat sering didengar oleh anak tersebut.
Seorang manusia tidak hanya dapat memiliki satu bahasa saja melainkan seseorang bisa meperoleh dua sampai empat bahasa tergantung dengan lingkungan sosiall dan tiangkat kognitif yang dimiliki oleh orang tersebut.
Pada pemerolehan bahasa kita mengenal beberapa tahapan pemerolehan bahasa itu sendiri, pemerolehan bahasa pertama (PB1) itu didapatkan seorang bayi secara langsung dari ibuya atau lingkungan yang dekat dengan bayi tersebut, sedangkan jika pada pemerolehan bahasa kedua dan seterusnya itudidapatkan seseorang dengan melalui peruses pembelajaran.
Dengan teori pemerolehan bahasa kita ingin mengetahui serta mengetengahkan teori yang memudahkan ank-anak belajar. Ketiga syarat ini menentukan atau memberi kerangka bagi telaah pemerolehan bahasa. Suatu kerangka yang di dalamnya sudut pandang kaum empiris dan kaum rasiomalis ( dan tentu saja yang berada di antara keduanya) dalam menemui ekspresi dan perasannya.
Dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Dengan perkataan lain setiap anak yang normal atau pertumbuhan yang wajar, memperoleh suatu bahasa yaitu bahasa pertama atau bahasa asli, bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupan di dunia ini. Walaupun tidak disangkal adanya kekecualian misalnya secara fisiologis (tulii) ataupun alasan-alasan lain. Peranan PB1 merupakan sesuatu yang negative terhadap PB2. Dengan perkataan lain, PB1 mendapat angina untuk turut campur tangan dalam belajar PB2, seperti adanya cirri-ciri PB1 yang ditransfer ke dalam PB2.

BAB I
PEMEROLEHAN BAHASA

Pengertian Pemerolehan Bahasa
Beberapa pengertian pemerolehan bahasa, yaitu :
Pemerolehan bahasa (bahasa Inggris: language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis,fonetik, dan kosakata yang luas. Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibumereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.( http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerolehan_bahasa )
Pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba ( mendadak). Kemerdekaan bahasa mulai sekitar usia satu tahun di saat anak-anak mulai menggunakan kata-kata lepas atau kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Sedangkan penertian lain perolehan bahasa yaitu, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi mesin/motor, sosial, dan kognitif pra-linguistik (McCraw, 1987 : 570).
Berbicara mengenai pemerolehan sesuatu bahasa, maka dengan kekecualian beberapa anak yang mengalami gangguan/cacat, semua anak mempelajari paling sedikit satu bahasa. Hal inilah yang membuat sejumlah linguis percaya bahwa kemampuan belajar bahasa paling tidak sebagian berkaitan dengan program genetic yang memang khas bagi ras manusia, maksudnya kemapuan bahasa sejak lahir. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis).

Ragam Pemerolehan Bahasa
Ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari berbagi sudut pandangan, sebagai berikut:
a. berdasarkan bentuk:
• pemerolehan bahasa pertama
• perolehan bahasa kedua
• pemerolehan bahasa ulang (Klein, 1986:3).
b. berdasarkan urutan:
• pemerolehan bahasa pertama
• pemerolehan bahasa kedua (Winits, 1981; Stevens, 1984).
c. berdasarkan jumlah:
• pemerolehan satu bahasa
• pemerolehan dua bahasa ( Gracia, 1983).
d. berdasarkan media:
• pemerolehan bahasa lisan
• pemerolehan bahasa tulis (Freedman, 1985).

e. berdasarkan keaslian:
• pemerolehan bahasa asli
• pemerolehan bahasa asing (Winits, 1981).

(i) Urutan Perkembangan Pemerolehan Bahasa

a. Perkembangan Prasekolah
Dibagi lagi atas:
1. Perkembangan Pralinguistik

Ada kecenderungan untuk menganggap bahwa perkembangan bahasa anak-anak mulai tatkala dia mengatakan kata-pertamanya, yang menjadi tugas para ibu untuk mencatatnya/merekamnya pada buku bayi anak tersebut. Tetapi riset bayi medorong bahkan memaknai kita untuk menolak dugaan ini danmengakui fakta-fakta perkembangan komunikasi sejak lahir.Dua jenis fakta yang dikutip oleh para peneliti untuk menunjang teori pembawaan lahir mereka adalah: (i) kehadiran pada waktu lahir struktur-struktur yang diadaptasi dengan baik bagi bahasa ( walaupun pada permulaan tidak dipakai buat bahasa); (ii) kehadiran perilaku-perilaku sosial umum dan juga kemampuan-kemampuan khusus bahasa pada beberapa bulan pertama kehidupan.

2. Tahap Satu Kata
Merupakan suatu dugaan umum bahwa san anak pada satu kata terus menerus berupaya mengumpulkan nama-nama benda dan orang di dunia.

3. Ujaran Kombinatori Permulaan
Perkembangan bahasa permulaan tiga orang anak dalam jangka waktu beberapa tahun yang hasilnya bahwa panjang ucapan anak kecil merupakan petunjuk atau indicator perkembangan bahasa yang lebih baik daripada usia kronologis. (Brown (et all), 1973).

4. Perkembangan Interogatif
Ada tiga tipe struktur interogatif yang utama untuk mengemukakan pertanyaan, yaitu:
• pertanyaan menuntut jawaban YA atau TIDAK
• pertanyaan menuntut INFORMASI
• pertanyaan menuntut jawaban SALAH SATU DARI YANG BERLAWANAN (atau “POLAR”).



5. Perkembangan Penggabungan Kalimat
Berikut beberapa contoh bagaimana cara menggabungkan proposisi-proposisi itu:
• Penggabungan dua proposisi atau klausa yang berstatus setara:
Ini buku dan Ninon membacanya.
• Penggabungan satu proposisi merupakan yang lebih unggul daripada yang satu lagi (yang menerangkan suatu nomina dalam proposisi itu) :
(benda) yang Ninon baca itu adalah buku.
• Penggabungan dua proposisi yang berstatus dalam kaitan waktu:
Waktu Ninon membaca buku itu, ada halaman yang sobek.
• Penggabungan dua proposisi yang berstatus tidak sama dalam hubungan sebab-akibat:
Ninon melem halaman buku itu karena sobek.
• Satu proposisi mengisi “kekosongan” yang lainnya:
Kamu mengetahui bahwa Ninon membaca buku sejarah. (Dari : Kami mengetahui “sesuatu”).

6. Perkembangan Sistem Bunyi
Terdapat beberapa persesuaian perkembangan pemerolehan bunyi (periode pembuatan pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun pertama) :
• periode vokalisasi dan prameraban
• periode meraban
Clark dan Clark (1977) menemukan fakta-fakta bagi representasi berdasarkan orang dewasa dalam kenyataan bahwa:
• anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang mereka dengar.
• anak-anak menukar / mengganti ucapan mereka dari waktu ke waktu mebuju ucapan orang dewasa
• apabila anak-anak mulai menghasikan segmen bunyi tertentu (seperti /s/, maka hal itu menyebar kepada kata-kata lain dalam pembendaharaan mereka, tetapi bukan kepada kata-kata yang tidak merupakan perbedaan mereka, sesuai dengan ucapan orang dewasa.

b. Perkembangan Masa Sekolah
Perkembangan bahasa pada masa-masa sekolah terutama sekali dapat dibedakan dengan jelas dalam tiga bidang, yaitu:
• STRUKTUR BAHASA, perluasan dan penghalusan terus-menerus mengeani semantik dan sintaksis (dan taraf yang lebih kecil, fonologi).
• PEMAKAIAN BAHASA, peningkatan kemampuan menggunakan bahasa secara lebih efektif melayani aneka fungsi dala situasi-situasi komunikasi yang beraneka ragam.
• KESADARAN METALINGUISTIK, pertumbuhan kemampuan untuk memikirkan, mempertimbangkan, dan berbicara mengenai bahasa sebagai sandi atau kode formal.


1. Struktur Bahasa
Pertumbuhan semantik sang anak berlangsung terus-menerus karena pengalamannya bersambung dan meluas, yang tentu saja mengandung pengertian bahwa sekolah mempunyai peranan yang sangat penting. Pengalaman-pengalaman baru menuntut pertumbuhan dalam system semantik sang anak.
2. Pemakaian Bahasa
Clark & Clark (1977 : 373) mengatakan bahwa: “anak-anak membangun struktur dan fungsi pada waktu yang bersamaan. Sebaik mereka belajar lebih banyak struktur, maka mereka memperoleh lebih banyak sarana untuk menyampaikan fungsi yang berbeda-beda. Dan sebaiknya mereka mempelajari banyak fungsi, maka mereka memperluas pemakaian tempat berbagai struktur diterapkan.”
3. Kesadaran Metalinguistik
Ialah kemampuan membuat bentuk-bentuk bahasa menjadi tak tembus cahaya dan menyelesaikan diri di dalam dan untuk diri mereka sendiri” (Cazden, 1974 : 24).

(ii) Mekanisme Umum bagi Pemerolehan Bahasa
Menurut Jeans A. Rondal, berdasarkan data-data yang dia gunakan,agaknya dapat disarankan adanya suatu mekanisme makroumum bagi pemerolehan pemakaaian bahasa (pertama) pada diri sang anak. Salah satu manfaat mekanisme umum adalah bahwa mekanisme itu membuat suatu wadah yang jelas bagi penentu-penentu antar pribadi dalam proses pemerolehan bahasa pertama.

7. Kerangka bagi teori pemerolehan bahasa

Kenneth Wexler dan Peter W. Clicoper mengemukakan bahwa teori pemerolehan bahasa pertama dapat dilihat sebaga tiga serangkai (G.1 PBB) yang menyatakan bahwa :
1. G adalah suatu kelas gramatika (gramatika yang tepat)
2. I adalah suatu kelas perangkat “infut” yang tepat ataupun data masukan (tata bahasa atau M(T) dari tata bahasa T dalam G.
3. PBB adalah suatu prosedur belajar bahasa yang memetakan berbaga infut ke dalam gramatika.
Masukan atau infut bagi sang anak terdiri dari kalimat-kalimat yang terdengar dalam konteks. Keluaran atau output belajar bahasa merupakan suatu system kaidah bagi bahasa orang dewasa.
Yang menjadi masalah ialah bahwa tidak ada hubungan langsung antara tipe-tipe informasi dalam keluaran. Pembicaraan pada bab ini mengenai masalah pokok mendorong sang anak mulai membentuk tipe kaidah yang tepat bagi bahasa-bahasa alamiah. “masalah kemandirian” atau “masalah keberdikarian” ini merupakan masalah pertama yang harus dipecakan dan diselesaikan oleh seseorang dalam merencanakan serta merancang model-model pemerolehan bahasa.

8. Salah pengertian mengenai pemerolehan bahasa.
Peribahasa mengatakan bahwa dari perbedaan pendapat akan terpancarlah kiat kebenaran. Disamping perbedaan pendapat sering juga terjadi salah pengertiaan, salah paham atau misconception mengenai pemeroehan bahasa. Pengetahuan ilmiah terdiri dari sekumpulan pernyataan yang bersifat kemungkinan, yang beberapa diantaranya dianggap lebih benar diantara yang lain-lainnya.
Barry Mclaughlin dari Universitas California Santa Cruz pernah membahas serta menguji pernyataan-pernyataan yang kerap kali sudah diterima sebagai yang terbukti,tetapi seakanakan mungkin lebih besar salahnay daripada benarnya. Pembahasannya pada enam jenis pernyataan yaitu:
Proposisi 1: Anak kecil memperoleh bahasa lebih cepat dan mudah daripada orang dewasa karena secara biologis sang anak diprogramkan memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa tdak.
Lenberg (1967) mengemukakan bahwa alasan bagi kelenturan otak ini berkaitan dengan kenyataan bahwa otak sang anak tidak seluruh dilaterisasikan terhadap fungsi bahasa,sedangkan otak orang dewasa memang begitu.
Proposisi 2: semakin kecil sang anak, semakin terampil dia dalam pemerolehan
bahasa kedua.
Proposisi 3: pemerolehan bahasa kedua merupakan proses yang berbeda secara
kualitatif daripada pemerolehan bahasa pertama.
Dulay dan Burt (1973) menemukan bahwa anak-anak yang berbahasa ibu bahasa cina dan spanyol memperoleh morfem-morfem (fungtor) bahasa inggris daam urutan yang sama, walaupun susunan pemerolehan sangat berbeda dengan bahasa pertama sang anak.

Proposisi 4: interferensi antara bahasa pertama dan bahasa kedua merupakan bagian yang tidak terilai serta ada dimana-mana pada upaya belajar bahasa kedua.
Prator 1969 mengemukakan interferensi antara bahasa-bahasa sebagai factor yang jelas mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua sebagai penjelasan tambahan yang tidak dapat diterima.
Proposisi 5: ada jalan tunggal menuju pemerolehan bahasa kedua pada masa kanak-kanak.
Proposisi 6: pengalaaman kedwibahasaan dini secara positif atau negatif mempengaruhi perkembangan bahasa sang anak, perkembangan pemanfaatan kognitif dan perkembangan intelektual.
Bilingualisme dapat menunda perkembangan leksikal dan sintaksis anak kecil dalam perbandingan dengan para pembicara monolingual atau ekabahasa. Jadi anak-anak bilingual melakukannya lebih baik daripada anak-anak monolingual mengenai ergantian tugas pergantian kata yang menuntut pelanggaran pengertian sang anak bahwa gagasan yang sama dapat mempunyai sarana realisasi formal yang berbeda-suatu konsekuensi yang mempunyai jalan masuk kepada dua bahasa.
Pengaruh-pengaruh bilingualisme mungkin berbeda bagi para dwibahasawan belakangan.maksudnya anak-anak yang menjadi dewasa belajar dua bahasa secara serentak mungkin mengalami konsekuensi kognitif dari kedwibahasaan mereka yang agak berbeda dengan yang dialami oleh anak-anak yang belajar kedua setelah bahasa pertama mantap.

9. Sistem Penunjang Dan Sarana Pemerolehan Bahasa
Komponen yang paling mendasar dan fundamental dari system penunjang pemerolehan bahasa adalah bahwa system ini menyediakan kesempatan para pelajar bahasa yang mudah untuk mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Kesempatan berkomunikasi terlihat dalam kehidupan sehari-hari bahwa hanya sedikit atau jarang sekali insane yang gagal memperoleh bahasa.




10. Sejarah Singkat Telaah Pemerolehan Bahasa

Hari penciptaan pertama dan kedua: Tersingkapnya rahasia tata bahasa transformasional secara negatif. Pada hari pertama sang dewasa menciptakan Chomsky pada hari kedua Chomsky tanpa bantuan sang dewasa menciptakan tata bahasa transformasional generative.
Hari ketiga: Pemerolehan bahasa sebagai pemerolehan sintaksis. Pada hari ketiga Miller muncul dan memperkenalakan kepada para psikolog lembaran-lembaran yang bertuliskan pokok-pokok masalah tata bahasa generatif.
Hari keempat: Penyatuan kembali semantic ke dalam bahasa anak. Pada hari keempat Blom memasukan semantic ke dalam telaah pemerolehan bahasa. Bukan hanya bentuk tetapi isi ucapan dini anak-anak diteliti dengan sangat cermat.
Hari kelima: Pendekatan fungsional social pada pemerolehan bahasa. Pada hari kelima pragmatic atau fungsi tanda-tanda dalam konteks menyebabkan pmerolehan bahasa dianggap sebagai yang tercangkup dalam konteks social dan cultural.
Hari keenam: Hari kebangkitan kembali pendekatan formal dan nativisme. Pada hari keenam penekatan formal dan nativisme bangkit kembali, sebagian sebagai pukulan terhadap arah yang banyak sekali yang harus ditempu dalam pemerolehan bahasa.
Hari ketujuh: Hari peristirahatan dan penghakiman. Pada hari ketujuh setelah capek bergumul dan keluar dari perjuangan teoritis, maka para peneliti beristirahat dan bercermin dari segala sesuatu yang telah dilakukan dalam bidang penciptaan pemerolehan bahasa.

BAB II
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA

2.1 Pengertian Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama memang bersifat primer paling sedikit dalam dua hala yaitu dari segi urutan dan dari segi kegunaan. Selama pemerolehan itu mengalami proses yang berlangsung selama jangka waktu yang panjang, maka jelas terdapat berbagai kasus yang rumit. Pemerolehan bahasa pertama adalah apabila seseorang memperoleh bahasa yang semula tanpa bahasa.
2.2 Ragam Pemerolehan Bahasa Pertama
Pemerolehan bahasa pertama terjadi apabila pelajar biasanya seorang anak yang sejak semula tampa bahasa dan kini dia memperoleh satu bahasa.
1. ekabahasa : Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh hanya satu bahasa.
2. dwibahasa : Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh dua bahasa.
Pemerolehan bahasa pertama sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif sang anak. Dari penelitian para pakar mengenai perkembangan kognitif dapat ditarik dua kesimpulan yakni produksi ucapan-ucapan yang berdasarkan tata bahasa yang teratur tapi tidaklah secara otomatis dan sang pembicara harus memperoleh kategori-kategori kognitif yang mendasari bebagai makna ekspresif bahasa alamiah.
2.3 Penelitian Mengenai Pemerolehan Bahasa Pertama
Cromer (1976) berpendapat bahwa kebanyakan dari strategi-strategi dapat diterima sebagai prinsif nonlinguistic umum bagi penangulangan informasi. Penelitian terdahulu berupaya mencari strategi ampu yang digunakan oleh para pribumi dalam memperoleh bahasa mereka. Walaupun Roger Brown (1973) tidak mengunakan pendekatan ini, namun telaah longitudinalnya justru merupakan penemuan yang paling cermat dan teliti pada masa itu.

2.4 Dari PB1 ke PB2
Sebuh bahasa mempunyai cirri-ciri khusus yang membedakan bahas yang satu dengan bahasa yang lain. Cirri khusus ini mencangkup keseluruhan kosakata, morfologi, sintaksis dan fonologI. Sangat sukar menentukan batas yang pasti dana nyataantara pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa kedua, selain alasan sedrhana bahwa PB2 mulai kerpkali sebelum PB1 berakhir.
2.5 Pengaruh Bahasa Pertama Pada PB2
Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh anak pada tahapan berikutnya. Sebagai contoh seorang anak yang orang tuanya berasal dari daerah Melayu dengan lingkungan orang Melayu dan selalu menggunakan bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sehari-hari, maka anak itu akan mudah menerima kehadiran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (B2) di sekolahnya. Tuturan bahasa pertama (B1) yang diperoleh dalam keluarga dan lingkungannya sangat mendukung terhadap proses pembelajaran bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia. Hal ini sangat dimungkinkan selain faktor kebiasaan juga bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Lain halnya jika kedua orang tuanya berasal dari daerah Jawa dengan lingkungan orang Jawa tentu dalam komunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Jawa akan mengalami kesulitan untuk menerima bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang dirasakan asing dan jarang didengarnya.
Selain dua situasi di atas juga berbeda dengan pasangan orang tua yang berasal dari daerah yang berbeda dengan bahasa yang berbeda pula dan lingkungan yang berbeda dengan kedua bahasa orang tuanya maka anak akan memperolah bahasa yang beraneka ragam ketika bahasa Indonesia diperolehnya di sekolah akan menjadi masukan baru yang berbeda pula.
Untuk kasus yang ketiga dapat dicontohkan apabila ibunya berasal dari daerah Sekayu sedangkan ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini hidup di lingkungan orang Palembang dalam mengatakan sebuah kata yang berarti mengapa akan diucapkan ibu ngape (e dipaca kuat (e taling)) dalam bahasa Sekayu dan bapak dengan ucapan ngape (e lemah (e pepet)) dalam bahasa Pagaralam dan bahasa di lingkungannya di Palembang ngapo. Ketika anak memasuki sekolah, ia mendapatkan seorang teman yang berasal dari Jawa mengucapkan kata ngopo yang berarti mengapa maka bertambah lagi keanekaragaman bahasa yang diperolehnya. Seorang guru pada jenjang sekolah pada kelas tinggi ia menjumpai kata mengapa akan merasa kebingungan karena ada lima bahasa yang ia terima. Bagi anak yang kemampuan kognetifnya baik atau lebih dari rata-rata ia akan bisa membedakan bahasa Sekayu, Palembang, Pagaralam, Jawa, dan bahasa Indonesia. Kenyataan inilah yang menjadi dampak bagi anak ketika pemerolehan bahasa pertama yang didapatkan berpadu dengan bahasa kedua sebagai bahasa baru untuk digunakan dalam komunikasi di jenjang lembaga resmi atau formal.
Orang tua dan lingkungan mempunyai andil besar terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipejarinya di lembaga formal. Dijelaskan dalam aliran behavioristik Tolla dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) bahwa proses penguasaan bahasa pertama (B1) dikendalikan dari luar, yaitu oleh rangsangan yang disodorkan melalui lingkungan. Sementara Tarigan dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa anak mengemban kata dan konsep serta makhluk social. Tarigam memadukan bahwa konsep pemerolehan belajar anak berasala dari konsep kognetif serta perkembangan sosial anak itu sendiri. Adapun perkembangan sosial itu sendiri idak terlepas dari faktor orang-orang yang kehadirannya ada di lingkungan diri anak. Orang-orang yang dimaksud adalah teman, saudara dan yang paling dekat adalah kedua orang tua yaitu ayah serta ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh kedua orang tua sebagai orang yang pertama kali dekat dengan diri anak ketika menerima bahasa pertama sangat berdampak terhadap anak dalam tahapan pemerolehan bahasa kedua (B2).
Pemerolehan bahasa pertama anak adalah bahasa daerah karena bahasa itulah yang diperolehnya pertama kali. Perolehan bahasa pertama terjadi apabila seorang anak yang semula tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa (Tarigan dalam Safarina dan Indrawati, 2006:157). Bahasa daerah merupakan bahasa pertama yang dikenal anak sebagai bahasa pengantar dalam keluarga atau sering disebut sebagai bahasa ibu (B1). Bahasa ibu yang digunakan setiap saat sering kali terbawa ke situasi formal atau resmi yang seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bagi anak, orang tua merupakan tokoh identifikasi. Oleh sebab itut, idaklah mengherankan jika mereka meniru hal-hal yang dilakukan orang tua (Fachrozi dan Diem, 2005:147). Anak serta merta akan meniru apa pun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak baik. Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang diperolehnya sebagai khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang dilakukan orang tuanya dianggap baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh anak dari orang tua dan lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan bahasa anak itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang tua dalam berbahasa di dalam keluarga (bahasa ibu) sangat dicermati anak untuk ditirukan. Anak bersifat meniru dari semua konsep yang ada di lingkungannya. Brown dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa posisi ekstern behavioristik adalah anak lahir ke dunia seperti kertas putih, bersih. Pernyataan itu memberikanan penjelasan nyata bahwa lingkungan dalam hal ini keluarga terutama orang tua dalam pemberian bahasa yang kurang baik khususnya tuturan lisan kepada anak akan menjadi dampak negatif yang akan disambut oleh anak sebagai pemerolehan bahasa pertama (B1) yang menjadi modal awal bagi seoarang anak untuk menyongsong kehadiran pemerolehan bahasa kedua (B2).
Perolehan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia)) merupakan sebuah kebutuhan bagi anak ketika sedang mengikuti pendidikan di lembaga formal. Pada lembaga formal guru mempunyai pengaruh yang sangat siknifikan sebagai pendidik sekaligus pengajar di sekolah. Guru dengan konsep dapat digugu dan ditiru oleh anak akan menjadi figure sosok seseorang pengganti orangtua yan, oleh karena itu sosok seorang guru dalam kehadirannya di sekolah sebagai rumah kedua bagi anakmempunyai peranan penting dalam memberikan tuturan bahasa sebagai contoh bahasa kedua (B2). Penyesuaian antara bahasa ibu (B1) dengan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia) yang dituturkan oleh guru membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, pada kelas rendah (kelas 1—3 SD) masih menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pendidikan.
Pada Kelas lanjutan (4—6 SD dan seterusnya) guru akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru oleh anak. Apabila pada kelas lanjutan guru masih menggunakan bahasa ibu/ bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pendidikan, maka dampak negatif yang akan diperoleh anak. Sebagai contoh seorang guru matematika mengajarkan hasil penjumlahan. Guru menanyakan proses penjumlahan dengan menggunakan bahasa Palembang “Cakmano awak dapet hasil mak ini ni, cobo jelaske!” Bagi anak yang berasal dari Palembang tidak menjadi masalah dan bisa saja menjelaskannya (menggunakan bahasa Palembang), tetapi anak yang tidak berasal dari daerah Palembang yang berada di kelas yang sama akan mengalami kesulitan menerima bahasa daerah Palembang sebagai bahasa kedua (B2). Sebaliknya jika guru matematika tersebut menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sudah barang tentu dapat dipahami oleh warga belajar di kelas yang bersangkutan. Hal yang terakhir ini akan menjadi sebuah kenyataan yang komunikatif antara petutur dan penutur apabila warga kelasnya sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebaliknya, apabila anak sebagai peserta didik tetap terbiasa mengggunakan bahasa daerah atau bahasa pertama (B1) yang juga sering disebut sebagai bahasa ibu dalam komunikasi di lingkungan formal maka sangat sulit guru menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia pendidikan. Begitu pula apabila guru dan anak sebagai peerta didik selalu menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar pendidikan maka tidak mengherankan bila penguasaan bahasa Indonesia yang baik saja yang dikuasai anak. Sementara itu, keberadaan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang menjadi tuntutan sebagai komonukasi formal atau resmi akan dikesampingkan.
Peranan Guru (kelas bawah) dan orang tua dalam berbahasa ditunjang oleh faktor lingkungan sangat memberikan dampak yang sangat besar dalam proses pemerolehan bahasa pertama (B1). Pemberian figur berbahasa yang baik oleh orang tua yang baik diperkuat dengan guru sebagai contoh berbahasa yang baik dan benar di sekolah, maka anak akan mempunyai bekal dalam mempelajari pemerolehan bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar.

2.6 Unit-Unit Pemerolehan Bahasa
Salah satu pakar yang berhasil meneliti unit-unit pemerolehan bahas adalah Ann M. Peters dari Universitas Hawai (1983). Pakar ini membedakan tiga orentasi terhadap gagasan kesatuan terkecil ujaran. Menurutnya mengenai unit produksi ujaran yang dipakai oleh pembicara dewasa yang kedua mengenai persepsi B1 pelajar mengenai unit yang sesuai dalam suatu bahasa.
Unit-unit pemerolehan bahasa dapat dipandang dari berbagai segi paling tidak dari tiga sudut pandang yaitu:
1. unit-unit dari sudur pandang orang dewasa
2. unit-unit dari sudur pandang sang anak.
3. unit-unit dari sudur pandang sang lingus
Dari segi implikasi teoritis menurut Peter ada 8 unit penting yaitu:
1. unit-unit bahasa yang pertama kali diperoleh anak-anak tidak perlu
ada kaitannya dengan unit minimal bahas yang diberikan konvensional.
2. bagi pelajar bahasa semua merupakan unit-unit dan disimpan dalam leksikon yang dapat diambil kembali kalu diperlukan.
3. semua unit dalam leksikon pelajar merupakan calon bagi proses fundamental segmentasi.
4. unit lebih kecil merupakan hasil dari segmentasi dengan sendirinya termasuk ke dalam leksikon.
5. suatu unit yang telah terbagi mungkin juga tidak dapat dihilangkan dari leksikon.
6. segmentasi juga memperlihatkan akibat pada informasi structural.
7. leksikon pelajar berkembang dan tumbuh sebaik sang peljar mengumpulkan.
8.proses fusi berlangsung terus bahkan ke dalam masa kedewasaan.

2.7 Kesemestaan Linguistik Dari PB1
Hubungan antara Tata Bahasa Universal dengan PBI sesunggunya merupakan sesuatu yang penting, seperti pembenaran utama Chomsky bagi TBU bahwa dia menetapkan satu-satunya cara mempertimbangkan bagimana ank-anak mampu mempelajari bahasa ibu mereka. Maka dengan demikian, TBU merupakan cara penyelesaian terhadap apa yang disebut masalah logis pemerolehan bahasa.




BAB III
PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

1. Pengertian Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa kedua (PB2) mengacu kepada mengajar dan belajar bahasa asing dan bahasa kedua lainnya.Diantara sekian banyak factor yang dapat kita temui di dalam kelas,ada tiga buah yang dianggap sangat penting dan mendasar,yaitu : pertama,belajar bahasa adalah orang-orang dalam interaksi dinamis; ketiga,belajar bahasa
Adalah orang-orang dalam responsi.Dalam “belajar adalah orang” terkandung makna bahwa “hal itu merupakan proses sosial belajar yang utama”.Belajar,pemerolehan bahasa kedua,terjadi dalam hubungan antara sesame siswa itu sendiri “Interaksi dinamis” berarti bahwa orang-orang dilahirkan dan bertumbuh dalam bahasa asing.
2. Hipotesis Pemerolehan Bahasa Kedua
Ada lima hipotesis mengenai PB2, yaitu :
Lima Hipotesis PB2
 PembedaanPemerolehan –Belajar
 Hipotesis saringan Afektif
 Hipotesi Masukan
 Hipotesi Monitor
 Hipotesis Urutan Alamiah

3. Hipotesis Penbedaan Pemerolehan dan Belajar
Hipotesis ini menyatakan bahwa orang dewasa mempunyai dua cara berbeda dan berdikari dan mandiri mengenai pengemban kompetisi dalam suatu bahasa kedua
4. Hipotesis Urutan Alamiah
Salah satu dari penemuan-penemuan yang paling mengasikkan dan paling menggairakan dalam penelitian pemerolehan bahasa tahun-tahun terakhir ini adalah penemuan bahwa pemerolehan struktur-struktur gramatikal benar-nenar dalam urutan yang dapat diramalkan.Para pemerolehan bahasa tertentu cenderungmemoeroleh struktu-struktur gramatikal tertentu terlebih dahulu, dan yang lain-lainya baru kemudian.
Persesuain antarapara pemeroleh secara individu tidak selalu seratus persen,tetapi jelas terdapat persamaan-persamaan yang nyata,yang signifikan secara statistik.
5. Hipotesis Monitor
Hipotesis Monitor mengemukakan serta menjelaskan bahwa “pemerilehan” dan “belajar”dipakai dengan cara yang amat kha.Biasanya, pemerolehan “memprakarsai” ucapan-ucapan kita dalam bahasa kedua dan juga bertanggung jawab aras kelancaran kita, kefasihan kita.Belajar hanya mempunyai satu fungsi, yaitu sebagai “monitor” atau
“editor”, sebagai “pemantau” atau “penyunting”.Belajar hanya berperan membuat perubahan-perubahan dalam bentuk ujaran kita,setelah “dihasilkan” oleh sistem yang di peroleh yang diinginkan.Ini dapat terjadi waktu kita berbicara/menulis,atau sesudahnya (mengoreksi diri sendiri).
Tiga Tipe Perilaku atau “Performer”
 Pemakai Monitor yang Berlebihan
 Pemakai Monitor yang Kurang
 Pemakai Monitor yang Optimal

6. Hipotesis Masukan
Ada dua hal yang menarik mengenai hipotesis masuka ini, yaitu : (1) banyak dari bahan ini relative baru,sedangkan hipotesis-hipotesis lainya telah diberikan dan didiskusikan dalambeberapa buku dan makalah; dan (iii) hipotesis ini penting baik secara teoritis dan praktis. Hipotesis masukan berupaya menjawab apa yang barangkali merupakan masalah paling penting dalam bidang kita, dan memberikan suatu jawaban yang mempunyai pengaruh yang kuat pada semua bidang pengajaran bahasa.

Bagian-bagian Hipotesis Masukan
 Kemampuan berproduksi muncul, tidak diajarkan secara langsung
 Kalau komunikasi berhasil, masukan terpahami, dan cukup, i + 1 tersedia secara otomatis
 HM berhubungan dengan pemerolehan, bukan dengan Belajar
 Kita memperoleh dengan pemahaman bahasa yang mengandung struktur disekitar i + 1

 Penunjang Hipotesis Masukan
 Pemerolehan Bahasa Pertama pada Anak
 Penelitian/Riset linguistik terapan
 Kerugian dan keuntungan (kelemahan dan keunggulan) pemakain kaidah B1
 Fakta-fakta dari PB2 : periode tenang dan pengaruh B1
 Fakta-fakta dari PB2 : sandi sandi sederhana

Faktor penunjang kedua bagi hipotesis masukan adalah berupah “fakta-fakta dari pemerolehan bahasa kedua, berupa sandi-sandi sederhana “Hipotesis masukan juga menarik bagi pemerolehan bahasa kedua, anak-anak atau orang dewasa, juga merupaka “pemeroleh”, persis seperti sang anak memperoleh bahasa pertama.
7. Hipotesis Saringan Afektif
Konsep Saringan Afektif dikemukakan oleh Duly & Burt (1997) dan konsisten dengan karya teoritis yang dilakukan dalam bidang variable-variabel afektif dan pemerolehan bahasa kedua. Penelitian selama decade terakhir telah menegaskan serta memperkuat bahwa variable afektif berhubungan erat dengan keberhasilan dalam pemerolehan bahasa kedua. Kebanyakan yang telah ditelaah itu dapat dimasukan pada salah satu kategori,yaitu ;
Tiga Hipotesis Penelahan Hipotesis Saringan Afektif
 MOTIVASI adaalah Para penyaji yang bermotivasi tinggi pada umumnya berbuat lebih baik dalam PB2 (biasanya,tetapi tidak selaluh,”integrative”)
 KEGELISAHAN Kegelisahan yang rendah ternyata mengakibatkan atau mendatangkan hasil yang lebih baik PB2, baik yang diukur sebagai pribadi ataupun kegelisahan kelas
 Para penyaji yang mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan imaji diri sendiri yang baik, cenderung berbuat lebih baik dalam PB2.

Hipotesis Saringan Afektif menuntut bahwa efek atau pengaruh “afe” atau “kepura-puraan” atau “yang dibuat-buat” memang berada “diluar” sarana pemerolehan bahasa yang wajar.
8. Penelitian Pemerolehan Bahasa Kedua
Taylor (1975) meneliti serta menguji strategi-strategi transper dan penggeneralisasian yang berlebih-lebihan dalam bahasa Inggris sebagai bahasa kedua; Baiyley, Madden & Krashen (1974) mempertimbangkan pemprosesan siasat-siasat dalam morfem-morfem dalam bahasa Inggris sebagai bahasa kedua.
Torone, Cohen & Dunas (1976) melaporkan mengenai strategi-strategi komunikasi pada anak-ank yang belajar Prancis sebagai kedua; Fillmore (1997) menganalisis strategi-strategi sosial dan kognitif para pembicara Spanyol yang belajar bahasa Inggris; dan Lightbown (1997) menyelidiki siasat-siasat bagi penghasilan bentuk-bentuk interogatif dalam bahasa Prancis sebagai bahasa kedua.

Empat Paremeter Bidang Lingustik
 Ucapan/Ujaran
 Modal Bahasa
 Realitas Objektif
 Pembicara
Emam Jenis Perilaku Berbahasa
 Designation – Penandaan
 Discursion - Peretakan
 Enunciation – pengucapan
 Mudulation – Pengaturan
 Dertimination – Penentuan
 Predication – penyebutan
Tiga Tipe Siasat Pemerolehan Struktur Kasus
 Siasat Pragmatik
 Strategi Morfo-sintaksis
 Strategi Posisional

9. Dimensi Pemerolehan Bahasa
Ada tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa yaitu propensity (“kecendrungan”),langue fakulty (“kemampuan berbahasa”) dan aces (“jalan masuk”)
Enam Dimensi Pemerolehan bahasa Kedua
 Propensity “kecenderungan”
 End state “keadaan akhir” atau “tujuan akhir”
 Tempo “kecepatan”
 Structure “struktur”
 Acees “jalan masuk”
 Language fakulty “kemampuan berbahasa”
Empat Komponen Kecendrungan
 Education “Pendidikan”
 Communicative needs “Kebutuhan komunikatif”
 Antitude “ Sikap”
 Sosial Integration “Integrasi sosial”
Tujuh Teori PB2
 Model Akulturasi
 Teori Neurofungsional
 Hipotesia Universal
 Model Kompetensi Variabel
 Model Monitor
 Teori Wacana
 Teori Akomodasi
Situasi Belajar Yang “Baik”
 Tingkat sosial kelompok BS = B2 (BS = bahasa sasaran)
 Pertimbangan Kel. B2 tetap pada BS selalu
 Kelompok B2 dan BS bersikap positif
 Kebudayaan kelompok B2 sama sebangun dengan kebudayaan kelompok BS
 Kelompok B2 kecil dan tidak begitu konesif
 Kelompok BS dan B2 megirimkan : B2 akan berasimilasi

Faktor Psikologis Belajar B2
 Ego boundries “batas-batas kakuan”
 Motivion “dorongan; motivasi”
 Culture shoch “goncangan budaya”
 Langue shock “gonsangan bahasa”

Tiga Fungsi Bahasa
 Fungsi komunikatif
 Fungsi ekspretif
 Fungsi integratif







BAB 4
PEMEROLEHAN BAHASA DAN PENGAJARAN BAHASA

4.2 Metode Terjemahan Tata Bahasa
Metode terjemahan tata bahasa (TTB) pada hakikatnya mencakup dua komponen yaitu :
1. Telaah eksplisit kaidah-kaidah tata bahasa dan kosakata, dan
2. Penggunaan terjemahan
Terjemahan merupakan komponen yang tertua dan barangkali paling tua dari semua metode pengajaran yang pernah dipakai pada masa Yunani dan Romawi kuno, serta di tempat-tempat lain di dunia kuno. Aspek tata bahasa memang agak minim dan terbatas pada masa-masa itu sedangkan pengetahuan ketatabahasaan pun terbatas pula.
Tujuan metode TTB berubah sesuai dengan perkembangan zaman pada dasarnya metode ini mempunyai dua tujuan utama :
a. Telaah sastra bahasa kedua, dan
b. Pengembangan ketrampilan menganalisis melalui telaah tata bahasa
Tujuan yang terakhir ini yang dimotivasi oleh para pakar tata bahasa cartesian yang berkeyakinan bahwa logika universal mendasari semua bahasa, sebagian besar telah menghilang. Orientasi terhadap sastra dan penekanan tambahan pada membaca dan menulis telah mengakibatkan adanya perubahan atau modifikasi seperlunya.
Aspek tata bahasa metode TTB pun berubah mengikuti perkembangan zaman selama berabad-abad sesuai dengan pengetahuan dan teori linguistik pada masa itu. Sebagai misal, abad 20 memperhatikan tiga perubahan utama dalam penjelasan ketatabahasaan , yaitu :
a. Pendekatan preskriptivis “neo-grammarian” pada bagian awal
b. Pendekatan linguistik struktural pada bagian tengah, dan
c. Pendekatan transformasi pada bagian akhir abad tersebut
Penyesuaian metode TTB terhadap perubahan-perubahan radikal dalam linguistik merupaan satu faktor bagi kelangsungan hidupnya selama masa-masa itu.
Ciri-ciri utama metode TTB dapat kita rangkumkan sebagai berikut :
1. Para siswa pertama-tama mempelajari kaidah-kaidah tata bahasa dan daftar kosakata dwibahasawan diarahkan pada bacaan pada pelajaran yang bersangkutan
2. Sekali kaidah-kaidah dan kosakata telah dipelajari maka resep-resep bagi penerjemahan latihan-latihan yang mengikuti pernjelasan tata bahasa pun diberikan
3. Pemahaman terhadap kaidah dan bacaan di uji melalui penterjemahan
4. Bahasa asli (bahasa ibu) dan bahasa sasaran terus menerus dibandingkan tujuan pengajaran adalah mengubah b1 menjadi b2 dan sebaliknya menggunakan kamus apabila perlu
5. Sangat sedikit kesempatan bagian kegiatan praktek atau latihan latihan menyimak dan berbicara dengan kekecualian pada membaca bagian atau kalimat secara nyaring) selama metode ini memusatkan perhatian pada latihan-latihan membaca dan menerjemahkan.
o Keunggulan TTB :
1. Kelas-kelas besar dapat di ajar
2. Guru yang tidak fasih dapat dipakai
3. Cocok bagi semua tingkat linguistik para siswa (pemula, lanjutan, atas) bagi siswa dapat memperoleh aspek-aspek bahasa yang signifikan dengan pertolongan buku saja, tanpa bantuan guru.
o Kelemahan TTB
1. Secara linguistik dibutuhkan guru yang terlatih
2. Kebanyakan pokok bahasan atau (subject matter) tidak mengenai orang tertentu, dan terpisah serta terpencil dari yang lain.
3. Tidak sesuai bagi orang yang tuna aksara, misalnya anak kecil atau imigran tertentu; sedikit sekali bahasa yang digunakan bagi komunikasi antar pribadi ; kesempatan bagi pengemukaan tuturan atau ujaran spontan sangat terbatas (steinberg, 1986 :192)



4.3 Metode Langsung
Gerakan metode langung (ML) direct method dalam pengajaran bahasa, seperti yang dipelopori oleh para pendidik seperti Berlitz dan Jespersen, bermula pada abad 19. Para pelopor metode “aktif” ini percaya bahwa para siswa belajar memahami suatu bahasa dengan cara menyimaknya dalam kuantitas yang besar. Mereka belajar berbicara dengan cara berbicara, terutama sekali kalau ujaran atau tuturan itu secara simultan berkaitan erat dengan tindakan yang tepat.
Ciri-ciri utama ML adalah sebagai berikut
(1) Belajar bahasa hendaklah mulai dengan situasi “di sini-dan-kini” dengan memanfaatkan objek-objek kelas dan tindakan-tindakan atau perbuatan perbuatan sederhana.
(2) Pelajaran dalam ML kerapkali berkembang di sekitar gambar - gambar yang dibuat secara khusus menggambarkan kehidupan di negara pemakai bahasa sasaran.
(3) Dari permulaan pengajaran, para siswa mendengarkan kalimat-kalirnat sempurna dan bermakna di dalam wacana sederhana, yang kerapkali menggunakan bentuk pertukaran-pertukaran tanya-jawab.
(4) Ucapan yang tepat dan benar merupakan suatuol pertimbangan penilaian penting. dalam pendekatan ini, dan penekanan ditempatkan pada pengembangan ucapan yang tepat dalam permulaan pengajaran. Catatan atau notasi fonetik kerap kali digunakan untuk mencapai tujuan itu
(5) Kaidah-kaidah tata bahasa tidak diajarkan secara eksplisit, kaidah-kaidah itu diharaokan dapat dipelajari melalui praktek-praktek dan latihan.
(6) Aneka tujuan membaca juga dicapai melalui pemahaman “langsung” terhadap naskah bacaan tanpa penggunaan kamus atau terjemahan
Danny D Steinberg merangkumkan keunggulan dan kelemahan ML ini sebagai berikut :
o Keunggulan ML :
1. mempersiapkan pengetahuan bahasa yang bermanfaat bagi ujaran dalam konteks
2. cocok dan sesua bagi tingkat-tingkat linguistik para siswa
3. beberapa penampilan dan penyingkapan bagi ujaran atau tuturan spontan
o Kelemahan ML :
1. hanya dapat diterapkan pada kelompok kecil
2. sukar menyediakan berbagai kegiatan yang menarik dan bersifat situasi sebenarnya di dalam kelas
3. sangat membutuhkan guru yang terampil dan fasih (Steiberg,m 1986:172)

4.4 Metode Audiolingual
Metode audiolingual (MAL) didasari oleh teori yang berakat pada dua aliran pemikiran yang sejajar dalam psikologi dan linguistik. Dalam psikologi, aliran behavioris dan aliran neobehavioris sangat berpengaruh pada tahun 1940-an dan 1960-an. Pada saat itu juga aliran linguistik struktural atau deksristif mendominasi pemikiran dalam bidang linguistik. Bahkan sampai saat ini, penekanan terletak pada linguistik historis yang berupaya menjelaskan data linguistik melalui penelitian serta pengujian naskah-naskah dan dokumentasi perubahan-perubahan daam kosakata dan bentuk sepanjang waktu. Tetapi sebaik para linguis mulai memusatkan perhatian sistem menulis, bahasa-bahasa india, yang kebanyakan tidak mempunyai sistem menulis maka bentuk lisan bahsa pun menjadi sumber data satu-satunya .
Pengajaran bahasa yang mendasar pada aliran pemikiran ini beroperasi berdasarkan premis-premis berikut ini :
1. Bahasa terutama sekali merupakan fenomena lisa bahasa tulis merupakan gambaran kedua dari ujaran
2. Linguistik mencakup telaah perulangan pola-pola bahasa
3. Pusat perhatian utama telaah adalah fonologi dan morfologi
4. Bahasa diperoleh melalui mempelajari secara berulang-berulang pola-polanya
5. Semua bahasa asli dipelajari secara lisan sebelum kegiatan membaca terlaksana oleh karena itu, bahasa-bahasa kedua haruslah dipelajari dalam “urutan-urutan alamiah” : menyimak, berbicara, membaca dan menulis
6. Dalam belajar bahasa, sang siswa haruslah mulai dengan pola-pola bahasa, bukan dengan belajar kaidah-kaidah ketatabahasaan secara deduktif.
o Ciri –ciri utama MAL
Metode Audiolingual yang juda dikenal sebagai Aura Oral ketrampilan fungsional , New Key, atau metode Amerika dalam pengajaran bahasa diterima dan diperlukan sebagai pendekatan “ilmiah” bagi pengajaran bahasa. Dalam bukunya yang berjudul Language Teaching : A Scientific Approach, Lado (1964) mengemukakan “hukum-hukum empiris belajar sebagai berikut ini sebagai dasar dari MAL :
1. Hukum dasar hubungan
2. Hukum latihan
3. Hukum intensitas
4. Hukum asimilasi
5. Hukum pengaruh
Hukum-hukum behavioris yang mendasari kelima prinsip dasar MAL di atas, juga terdaftar dalam karya Chastain (1976) dan dirangkum sebagai berikut :
1. Tujuan pengajaran B2 adalah mengembangkan dalam diri para siswa kemampuan- kemampuan yang sama dengan yang dimiliki para pembicara asli
2. Bahasa asli hendaklah dilarang di dalam kelas; sebuah “nusa budaya” hendaklah dibentuk dan dipertahankan ajarkanlah B2 tanpa mengacu kepada B1
3. Para siswa mempelajari bahasa melalui teknik-teknik para siswa haruslah belajar tanpa memperhatikan bagaimana bahasa itu disusun
4. Latihan-latihan pola diajarkan pada permulaan tanpa penjelasan
5. Dalam mengembangkan “keempat ketrampilan” (menyimak, berbicara, membaca, menulis) maka urutan alamiah yang dijalankan dalam belajar bahasa asli haruslah dipelihara dan dipegang terus.

Selanjutnya Rivers (1981) menjelaskan ciri-ciri utama MAL itu dengan mengemukakkan “lima slogan” seperti berikut :
1. Bahasa adalah ujaran bukan tulisan
2. Bahasa adalah seperangkat kebiasaan
3. Ajarkanlah bahasa dan bukan mengenai bahasa
4. Bahasa adalah apa yang dikatakan oleh penutur asli, bukan yang dipikirkan oleh seseorang apa yang harus dikatakan
5. Bahasa-bahasa berbeda- beda dan beraneka ragam

Setiap bab buku pelajaran MAL terdiri atas tiga bagian utama :
1. dialog
2. latiihan pola, dan
3. kegiatan aplikasi

Seperti juga metode-metode pengajaran bahasa lainnya, maka MAL ini pun mempunyai keunggulan dan kelemahan
o Keunggulan MAL :
1. dapat diterapkan pada kelas – kelas yang sedang
2. memberi banyak latihan dan praktek dalam menyimak dan berbicara
3. sesuai bagi semua tingkatan siswa
o Kelemahan MAL
1. dibutukan guru yang terampil dan cekatan
2. ulangan seringkali membosankan serta menghambar penghipnotisan kaidah-kaidah
3. kurang sekali memberi perhatian pada ujaran yang spontan (Steinberg, 1986:192)

4.5 Pendekatan Kognitif
Mengikuti jejak F. De Saussure 1916 yang telah membuat perbedaan antara parole (performanse yang dapat diamati) dan langue ( pengetahuan yang mendasari bahasa), maka Naoum Chomsky membuat perbedaan teoritis antara performansi dan kompetensi.
Bagi para psikolog kognitif dan linguis generatif transformational, bahasa merupakan prilaku yang rule-governed yang bersifat internal. Pengetahuan pembicara atau penutur mengenai bahasa didasarkan pada seperangkat kaidah terbatas yang dapat menurunkan berbagai kalimat yang tidak terbatas yang dapat dipahami, akan tetapi kaidah-kaidah tersebut tidak perlu secara sadar dan mudah diungkapkan dengan kata-kata oleh para pemakai bahasa. Chomsky eksistensi LAD ini, atau yang disebut juga “litle black box” yang menurut oermerian McNeil (1966) mempunyai empat ciri utama :
1. Kemampuan membedakan bunyi-bunyi ujaran dari bunyi-bunyi lainnya
2. Kemampuan mengorganisasi peristiwa-peristiwa linguistik ke dalam berbagai kelas
3. Pengetahuan mengenai sistem linguistik tertentu sajalah yang mungkin mengungkapkan hal itu, yang lainnya tidak
4. Kemampuan memanfaatkan secara konstan evaluasi untuk membangun sistem yang mungkin paling sederhana dari data yang ditemukan

Ciri-ciri utama atau prinsip-prinsip dasar pendekatan kognitif telah dirangkumkan oleh Chastain (1976) sebagai berikut :
1. Tujuan pengajaran kognitif adalah mengembangkan pada diri para siswa tipe-tipe kemampuan yang sama seperti yang dimiliki oleh penutur asli
2. Mengetahui menuju yang belum diketahui;maksudnya dasar pengetahuan siswa kini (struktur kognitif) harus ditentukan sehingga prasyarat yang perlu bagi pemahaman bahan baru dapat diberikan
3. Bahan pelajaran dan guru harus memperkenalkan para siswa pada situasi-situasi yang akan meningkatkan pemakaian bahasa kreatif.
4. Karena prilaku bahasa secara konstan bersifat inovatif dan beragam maka siswa harus diajar memahami sistem kaidah di samping dituntut mengingat deretan permukaan dalam model hapalan
5. Belajar haruslah selalu bermakna artinya para siswa hendaknya mengerti selalu apa yang disuruh untuk dilakukan benar-benar memahami serta melakukan dengan baik apa yang disuruh.

Keunggulan dan kelemahan pendekatan kognitif dalam pengajaran bahasa dapatlah dirangkumkan sebagai berikut :
o Keunggulan :
1. dapat dilaksanakan dalam kelas besar
2. sabar menghadapi, memperbaiki kesalahan
3. gabungan ketrampilan-ketrampilan dapat memperkuat atau meningkatkan upaya belajar
4. cocok dan sesuai bagi semua tingkatan siswa
o Kelemahan :
1. tidak terdapat didalamnya metode tertentu
2. bukan merupakan metode khusus
3. banyak interprestasi dapat diberikan.

4.6 Pendekatan Ganda
Para pendukung pendekatan ganda atau Multiple Approach dewasa ini menganjurkan menggunakan suatu metedologi yang didasarkan pada rencana Cleveland atau pun Multiple Approach Method yang diperkenalkan oleh de Sauuze pada tahun 1920-an . walaupun pada dasarnya itu merupakan suatu bentuk metode langung yang dipakai pada abad 19 dan awal abad 20, pendekatan se sauxe tidaklah beranggapan bahwa orang dewasa belajar bahasa dengan cara yang persis sama seperti yang dilakukan oleh seorang anak. Para pengarang buku pelajaran mengunakan pendekatan ini. Seperti Pucciani dan Hamel (1967), mengeritik metode langsung karena alasan sebagai berikut :
“metode langsung dan metode alamiah tidaklah selangsung dan tidak sealamiah yang mereka harapkan , sebenarnya metode metode tersebut yang merupakan pusaka Rousseaistik, bersifat sentimental dalam alam, yang mengharapkan agar dalam beberapa model yang misterius, orang dewasa dapat kembali kepada kondisi-kondisi masa kanak-kanak mereka” (1967:33)


4.7 Responsi Fisik Total
Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa pemahaman menyimak haruslah dikembangkan secara penuh , seperti halnya dengan anak-anak belajar dari bahasa ibu mereka, sebelum partisipasi lisan aktif dari para siswa yang dapat diharapkan.
Asher (1974) merangkumkan tiga gagasan utama yang mendasari methode Responsi Fisik Total sebagai berikut :
1. Pemahaman bahasa lisan haruslah dikembangkan dalam berbicara
2. Pemahaman dan ingatan diperoleh dengan baik melalui gerakan tubuh para siswa dalam menjawab atau memberikan responsi terhadap perintah-perintah. Bentuk imperatif bahasa merupakan sarana ampuh untuk memanipulasi tingkah laku para siswa dan membimbing mereka ke arah pemahaman melalui gerak atau perbuatan.
3. Para siswa hendaknya tidak pernah dipaksa sebelum mereka siap, sebaik bahasa sasaran diinternalisasikan maka berbicara akan muncul secara alamiah.

4.8 Pendekatan Alamiah
Pendekatan alamiah atau the natural approach dalam pengajaran diperkenalkan dan dikembangkan oleh Terrel berdasarkan teori Krashen mengenai PB2. Premis utama yang dikemukakan oleh Terrel ialah bahwa “adalah mungkin bagi siswa dalam suatu situasi kelas belajar berkomunikasi dalam bahasa kedua” (1977:325) bagi Terrel, kompetensi komunikatif sangat penting, dan beliau membatasi istilah kompetensi komunikatif atau communicative competence dalam pengertian bahwa :
“.......setiap siswa dapat memahami inti-inti pokok yang dikatakan oleh penutur asli kepadanya dalam situasi komunikasi nyata dan dapat ber-responsi sedemikian rupa sehingga penutur asli menginterprestasikan responsi tersebut dengan sedikit atau tanpa upaya dan tanpa kesalahan-kesalahan yang begitu membingungkan sehingga dapat menganggu komunikasi secara drastis”
Ciri-ciri utama pendekatan alamiah ini terlihat pada petunjuk-petunjuk praktek kelas yang dikemukakan oleh Terrel, antara lain :
1. Distribusi belajar dan kegiatan-kegiatan pemerolehan
2. Koreksi kesalahan
3. Responsi – Responsi dalam B1 dan B2
Ujaran yang disedehanakan atau “pembicaraan orang asing” atau “ Foreign talk” wajarlah dipakai ciri-ciri utama tipe ujaran ini antara lain :
1. Kecepatan yang agak lebih lambat, dengan artikulasi atau pengucapan yang jelas, pengurangan kontraksi-kontraksi jeda yang lebih lama, dan volume tambahan
2. Memberi batasan-batasan melalui penggunaan penjelasan-penjelasan, parafrase, gerak-gerik, dan gambar
3. Penyederhanaan sitaksis melalui penggunaan proposisi-proposisi yang sederhana dan redudansi atau pleonasme
4. Penggunaan teknik-teknik wacra seperti pertanyaan ya/tidak

Terrel merangkumkan prinsip-prinsip dasar metode yang dikemukakannya ini sebagai berikut :
1. Tujuan pengajaran bahasa permulaan adalah kompetensi komunikasi langsung bukan kesempurnaan gramatikal
2. Pengajaran harus diarahkan untuk memodifikasi serta meningkatkan tata bahasa para siswa, bukan membangun satu kaidah pada suatu waktu
3. Para siswa harus diberi kesempatan memperoleh bahasa, bukan memaksanya untuk mempelajarinya
4. Faktor-faktor afektif yang terutama dipaksakan beroperasi dalam pengajaran bukan faktor-faktor kognitif
5. Belajar kosakata merupakan kunci bagi pemahaman dan produksi ujaran dengan kosakata yang cukup banyak siswa dapat memahami dan berbicara mengenai berbagai hal dalam B2 sekalipun pengetahuannya mengenai struktur bagi semua tujuan praktis masih kosong (1977:333)
Kelemahan atau kekurangan yang paling jelas terlihat pada pendekatan alamiah ini adalah kurangnya kosentrasi dalam peningkatan kecakapan siswa.
4.9 Belajar Bahasa Masyarakat
Belajar Bahasa Masyarakat (atau Community Language Learning) adalah sebuah pendekatan dalam pengajaran bahasa, memberi penekanan pada peranan ranah afektif dalam mempromosikan belajar kognitif. Ada beberapa alasan ciri utama pendekatan BBM, Prinsip pertama adalah bahwa guru bertindak sebagai “knower/councelor” yang peranannya pada hakikatnya pasif. Disini guru menyediakan bahasa yang perlu bagi para siswa untuk mengekspresikan diri sendiri secara bebas dan mengatakan apa saja yang ingin dikatakannya.

Dalam metode ini terdapat lima tahap belajar, yang akan kita bicarakan berikut ini :
Tahap 1 . Para siswa membuat pertanyaan-pertanyaan dengan suara nyaring dalam bahasa-ibu mereka, didasarkan kepada apa saja yang ingin mereka komunikasikan kepada yang lainnya dalam kelompok ini.
Tahap 2. Tahap kedua ini, yang dikenal sebagai “tahap swa-asertif” atau “self-assertive stage” berbeda dari yang pertama dalam hal bahwa para siswa mencoba mengatakan apa yang ingin mereka katakan tanpa campur tangan (atau intervensi) dan bantuan tetap dari pihak guru.
Tahap 3. dalam tahap kelahiran ini, pada siswa meningkatkan keberdikarian atau kemandirian mereka dari sang guru dan berbicara dalam bahasa sasaran tanpa terjemahan, kecuali kalau siswa lain memintanya, memerlukannya.
Tahap 4. Tahap ke empat ini disebut “tahap remaja” atau “tahap pembalikan”.
Tahap 5. “tahap kemerdekaan” ini ditandai oleh interaksi bebas antara para siswa dengan guru.
Salah satu dari keunggulan-keungulan utama metode ini adalah suasana kemasyarakatan yang hangat yang diciptakan oleh prosedur dan ketetapan umpan balik korektif dalam konteks humanistiknya.
Namun demikian, satu bidang yang mungkin memerlukan perhatian dalam penggunaan metodelogi BBM adalah bidang isi atau konteks.
Mengenai keunggulan dan kelemahan metode pengajaran BB< ini dapat kita buat rangkuman sebagai berikut :
Keunggulan : Bahasa dipakai dalam konteks bagi interaksi pribadi (personal interaction)
Kelemahan : Hanya dapat dipakai buat sekelompok kecil saja.
4.10 Cara Diam
Metode cara diam atau the silent way yang diperkenalkan oleh gategno ini, dalam orientasinya dapat diklasifikasikan sebagai kognitivis. Dalam pandangan Gattegno, pikiran merupakan agen, wali, atau perantara aktif yang mampu membangun kriteria intinya sendiri buat belajar. Ketiga kata kunci filosofi yang berada di belakang pendekatan ini adalah kebebasan (Independence), otonomi (autonomy), dan pertanggungjawaban (responsibility) ; setiap siswa harus bekerja dengan sumber-sumber dalamnya sendiri (yaitu struktur kognitif yang ada, pengalaman, perasaan, pengetahuan mengenai dunia dan sebagainya) untuk menyerap belajar dari lingkungan metode cara diam beranggapan bahwa para pelajar bekerja dengan sumber-sumber tersebut dan bukan dengan yang lain-lain, karena mereka hanya bertanggung jawab bagi apa yang mereka pelajari.
Stevick mengemukakan lima prinsip atau ciri utama metode cara diam ini :
1. Mengajar haruslah merupakan bawahan atau subkoordinasis beljar
2. Belajar bukanlah secara primer merupakan tiruan atau latihan
3. Dalam belajar, pikiran memperlengkapi dirinya dengan karya nya sendiri, mencoba-coba (trial-error) eksperimentas yang disengaja, menunda keputusan, dan merevisi konklusi (atau memperbaiki kesimpulan)
4. Dalam pelaksanaannyha pikiran menarik yang sudah pernah diperolehnya, terutama sekali pengalamannya dalam belajar bahasa ibu, bahasa asli
5. Kalau kativitas sang guru merupakan bawahan atau subkoordinasi bagi pelajar maka para pengajar atau sang guru harus berhenti mencoba mencampuri atau campur tangan dan mengalihkan atau membelokkan kegiatan tesebut (stevick, 1980:137)
Pakar lain, yaitu Karambelas (1971) mengutarakan teknik-teknik dan prinsip-prinsip metode cara diam sebagai berikut :
1. Mengulangi contoh ucapan guru dihindarkan karena “mimikri” (atau cara meniru) tidak perlu.
2. Bahan pelajaran tidak pernah ditaklukkan atau dipahami dengan cara menghapalnya tanpa berpikir atau tanpa menghayatinya
3. Perbaikan atau koreksi jarang sekali dilakukan oleh sang guru, selama para siswa diperkirakan dapat mengembangkan kriteria perbaikan mereka sendiri dan sanggup mengkoreksi kesalahan-kesalahan mereka sendiri
4. Pekerjaan lisan kerapkali diikuti oleh praktek menulis pengajaran
5. Apabila saja mungkin, sang pelajar dibuat bertanggung jawab terhadap kegiatan belajar mereka sendiri.
Metode ini barangkali lebih terkenal karena penggunaan balok-balok berwarna yang disebut balok-balok Cuisenaire, untuk mengjarkan struktur-struktur dasar bahasa
Secara singkat dapat dirangkumkan bahwa ada keunggulan dan kelemahan dalam metode-metode cara diam atau the silent way ini :
Keunggulannya adalah :
1. Dapat menstimulasi penghipotesisan kaidah
2. Bahasa dipelajari dalam konteks situasional
Kelemahannya adalah :
1. hanya dapat dipraktekkan pada kelompok kecil
2. dibutuhkan guru yang terampil
3. situasinya amat sibuk dan berat bagi para siswa
4. sukar membuat ucapan yang tepat tanpa model atau contoh yang baik.
5. Tiadanya model bahasa yang baik justru membatasi perkembangan yang baik, sehingga tidak jarang berada di bawah tingkat permulaan (Steiberg: 1986:192)

4.11 Sugestopedia
Metode ini berasal dari Bulgaria, dikembangkan oleh Georgi Lozanov (1978) seorang psikoterapis dan ahli fisika. Lozarnov percaya bahwa teknik teknik releksasi (persantaian) dan konsentrasi akan menolong para pelajar membuka sumber-sumber bawah sadar mereka dan memperoleh serta menguasai jumlah kosakata yang lebih banyak dan juga struktur-struktur yang lebih mantap. Daripada yang mungkin mereka pikirkan.
Kegiatan pelajaran terdiri dari tiga bagian yang dapat dirangkumkan sebagai berikut ini :
1. Pertama, diadakan tinjauan kembali atas bahan-bahan yang telahg dipelajari sebelumnya, secara eksklusif dalam bahasa baru itu, permainan dan lakon, pendek, yang lucu seringkali digunakan demi maksud ini, akan tetapi praktek mekanistik tetap dihindari atau dijauhi
2. Berikutnya, bahan baru disajikan dalam konteks melalui dialog-gialog panjang yang diperkenalkan atau dilanjutkan dalam dua fase “konsert” dialog-gialog tersebut (sepuluh diantaranya dipakai pada pelajaran pertama) menggambarkan situasi-situasi pemakaian bahasa khas dalam budaya sasaran.
3. Setelah kedua konsert itu selesai, maka ada pelajaran lanjutan selama delapan jam mengenai bahan atau materi baru, yang disebut fase aktifvasi (atau activation phase) pada masa ini, para siswa ikut serta dalam bermain peran dan kegiatan-kegiatan praktek untuk “mengaktifkan” atau “mempraktekan” bahan-bahan yang telah mereka pelajari dalam konsert-konsert itu.


Agar metode Lozanov dapat dipraktekan atau diterapkan secara efektif diperlukan tiga unsur penting yaitu :
1. Ruang kelas yang menarik atau atraktif (dengan cahaya yang lembut) dan suasana kelas yang menyenangkan
2. Guru yang berkepribadian dinamis yang mampu memerankan bahan dan motivasi para siswa belajar dan
3. Para siswa yang dapat siap-siaga dalam kesantaian (bancroft 1978 :172; krashen, 1986 :143-4
Dari uraian di atas jelas bagi kita semua bahwa Metode Sugestopedia ini mempunyai keunggulan dan kelemahan dalam pengajaran bahasa
Keunggulannya : memberi ketenangan dan kesantaian bagi para pencinta Hayden dan pengubah lagu-lagu klasik lainnya, perkembangan kecakapan berbahasa
Kelemahannya :
1. Hanya dapat dipergunakan bagi kelompok kecil, menjengkelkan dan menggelisahkan bagi orang-orang yang tidak menyukai Hayden dan penggubah lagu klasik lainnya.
2. Biaya terlalu mahal
3. Belum ada ketentuan dan pesiapan bagi tingkat-tingkat menengah dan lanjutan (Staiberg, 1986; 193)
4. Buat pemahaman membaca dan menyimak terlalu terbatas
5. Bahan masukan secara pedagois dipersiapkan terlalu bersifat ekslusif (Ommagio, 1986:85)



BAB 5
PEMEROLEHAN BAHASA DAN KESALAHAN BERBAHASA

5.1 Pengantar
Setiap guru yang berdiri di depan kelas mengajar para siswa akan mengakui dan mengiakan bahwa “ tidak ada siswa yang tidak pernah membuat kesalahan selama belajar disekolah”.
Berdasarkan hal di atas maka dalam bab lima ini akan membicarakan hal-hal berikut:
1. Pengertian dan ragam kesalahan berbahasa
2. Taksonomi kategori linguistik
3. Taksonomi siasat permukaan
4. Taksonomi komparatif
5. Taksonomi efek komunikatif
6. Analisis kesalahan berbahasa
7. Koreksi kesalahan berbahasa
8. Sebuah model analisis kesalahan berbahasa indonesia secara, berurutan

5.2 Kesalahan Berbahasa
Kesalahan merupakan sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan sang pelajar. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performasi bhasa orang dewasa
Menelaah kesalahan para pelajar, khususnya kesalahan berbahasa, mengandung dua maksud utama, yaitu:
1. Untuk memperoleh data yang dapat dipergunakan untuk membuat atau menarik kesimpulan-kesimpulan mengenai hakikat proses belajar berbahasa
2. Untuk memberikan indikasi atau petunjuk kepada para guru dan para pengembang kurikulum bagian mana bahasa sasaran yang paling sukar diproduksi oleh para pelajar secara baik dan benar, serta tipe kesalahan mana yang paling mentukarkan atau mengurangi kemampuan pelajar untuk berkomunikasi secara efektif.

Ada pula pakar yang membuat kategorisasi kesalahan berbahasa seperti berikut ini:
1. interference-like Goofs
2. L1 Developmental Goofs
3. Ambiguous Goofs
4. Unique Goofs

5.3 Taksonomi Kategori Linguistik
Ada beberapa taksonomi kesalahan berbahasa yang telah didasarkan pada butir linguistik yang dipengaruhi oleh kesalahan. Kita telah sama-sama mngetahui bahwa komponen-komponen bahasa mencakup fonologi (ucapan), sintaksis dan morfologi (tata bahasa gramatikal) , semantic dan leksikon (makna dan kosa kata), dan wacana (gaya).
Memang terdapat beberapa keuntungan menggunakan taksonomi kategori linguistic dalam pengklasifikasian kesalahan berbahasa ini, terutama sekali bagi;
a. para pengebang kurikulum
b. para peneliti
c. para guru dan siswa.
5.4 Taksonomi Siasat Permukaan
Taksonomi siasat permukaan ( atau surface strategy taxonomy) menyoroti bagaimana cara-caranya stuktur-struktur permukaan berubah. Para pelajar mungkin saja:
1. menghindarkan / menghilangkan butir-butir penting
2. menambah sesuatu yang tidak perlu
3. salah memformasikan butir-butir
4. salah menyusun butir-butir tersebut.
Akan tetapi, para peneliti telah mencatat bahwa unsure-unsur permukaan suatu bahasa berubah dengan / dalam cara-cara yang spesifik dan sistematis.
Menganalisis kesalahan-kesalahan dari perfektif siasat permukaan memang memberi banyak harapan bagi para peneliti, terutama sekali yang berkaitan dengan pengenalan proses-proses kongnitif yang mendasari rekontruksi pelajar mengenai bahasa baru yang dipelajarinya itu.

Secara garis besarnya kesalahan-kesalahan yang terkandung dalam taksonomi siasat permukaan ini adalah:
1. penghilangan
2. penambahan
3. salah formansi
4. salah susun.

5.5 Taksonomi Komparatif
Klasifikasi kesalahan-kesalahan dalam taksonomi komparatif didasarkan pada perbandingan-perbandingan antara struktur kesalahan-kesalahan B2 dan tipe-tipe kontruksi tertentu lainnya.
Dalam kepustakaan riset, kesalahan-kesalahan B2 sudah sangat sering dibandingkam dengan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh anak-anak yang belajar bahasa sasaran sebagai B1 mereka dan mengekuivalensikan frase-frase atau kalimat-kalimat dalam bahasa ibu pelajar. Berdasarkan perbandingan tersebut maka dalam taksonomi komparatif dapat dibedakan:
1. kesalahan perkembangan
2. kesalahan antar bahasa
3. kesalahan taksa
4. kesalahan lainnya.
Agak bertentangan dengan pendapat umum yang tersebar luas, maka para peneliti secara konsisten menemui bahwa bagian terbesar dari kesalahan-kesalahan dalam keluaran bahasa para pelajar B2 termasuk tipe kesalahan perkembangan atau development errors.
5.6 Taksonomi efek komunikatif
Kalau taksonomi siasat permukaan dan taksomasi komparatif memusatkan perhatian pada aspek-aspek kesalahan itu sendiri, maka taksonomi efek komunikatif memandang serta menghadpi kesalahan-kesalahan dari perspektif efeknya terhadap penyimak atau pembaca.
Berdasarkan terganggu atau tidaknya komunikasi karena kesalahan-kesalahan yang ada, maka dapatlah dibedakan dua jenis kesalahan, yaitu :
1. Kesalahan Global atau Global Errors
2. Kesalahan Lokal atau Local Errors

5.6.1 Kesalahan Global
Kesalahan Global adalah kesalahan yang mempengaruhi keseluruhan organisasi kalimat sehingga benar-benar menggangu komunikasi. Karena luasnya cakupan sintatik kesalahan-kesalahan serupa itu, maka Burt dan Kiparsky menyebut kategori ini kesalahan “global”
5.6.2 kesalahan local
Kesalahan Lokal adalah kesalahan yang mempengaruhi sebuah unsur dalam kalimat yang biasanya tidak menggangu komunikasi secara signifikan.
Bur dan Kiparsky menyarankan bahwa perbedaan antara kesalahan gobal dan local merupakan kriteria yang paling persuasive, yang paling ampuh buat menentukan kepentingan komunikatif.
5.7 Analisis Kesalahan Berbahasa
Dalam pembicaraan terdahulu kita telah memusatkan perhatian pada “pengertian serta “ragam” kesalahan berbahasa dengan mengemukakan beberapa tasonomi. Analis kealahan berbahasa itu merupakan suatu “proses” sebagai suatu proses maka ada prosedur yang harus dituruti serta pedoman kerja.
Tahap – tahap analis berbahasa yaitu :
5.7.1 Memilih Korpus Bahasa
kegiatan pada tahap ini meliputi beberapa hal yaitu :
a. Menetapkan Luas Sample
b. menenTukan Media Sample
c. Menentukan kehomogenan sample yang berkaitan dengan usia pelajar latar belakang B 1, tahap perkembangan
5.7.2 Mengenali Kesalahan dalam Korpus
Menurut Corder (1971) perlu diadakan perbedaan antara lapses yaitu kesalahan atau penyimpangan yang terdapat dalam kalimat yang merupakan akibat dari perbatasan-perbatasan pemrosesan ketimbang kekurangan kompetensi, dengan errors yaitu kesalahan atau penyimpangan yang terdapat dalam kalimat yang merupakan akibat kurangnya kompetensi
5.7.3 Mengklarifikasikan Kesalahan
Kegiatan pada tahap ini mencangkup penetapan atau penentuan pemberian granatikal bagi setiap kesalahan, misalnya :
a. Kesalahan dibidang fonologi
b. Kesalahan dibidang morfologi
c. Kesalahan dibidang sintaksis
d. Kesalahan dibidang semantic
5.7.4 Menjelaskan Masalah
Kegiatan ini merupakan upaya untuk mengenali penyebab psikolinguistik kesalahan-kesalahan tersebut. Misalnya, upaya dapat diadakan untuk menentukan proses yang bertanggung jawab bagi setiap kesalahan.
5.7.5 Mengevaluasi kesalahan
Kegiatan pada tahap ini mencangkup penaksiran keseriusan setiap kesalahan agar dapat mengambil keputusan bagi pengajaran bahasa. Evaluasi kesalahan berbahasa hanyalah bermanfaat kalau maksud dan tujuan AKB bersifat pedagogis.
Analis kesalahan berbahasa adalah prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan para guru, yang mencangkup pengupulan sample bahasa pelajaran, pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat sample tersebut, pendeskrifsian kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasiannya berdasarkan sebab-sebabnya yang telah dihipotesiskan, serta pengevaluasian keseriusannya.


5.8 Koreksi Kesalahan Berbahasa
Mencari keaslahan serta menganalisisnya secara terperinci tanpa upaya mengadakan koreksi atau perbaikan, jelas berupa kegiatan yang belum sempurna bila dipandang dari segi pendidikan dan pengajaran bahasa. Dengan perkataan lain, kelahan itu dikoreksi, harus diperbaiki.
Dua pakar, yaitu Halley dan King (1974) menelaah teknik-teknik KKB lisan diantara para asisten pengajaran itu mengoreksi setiap kesalahan dan memberikan sendiri jawaban yang benar secara langsung sesudah kesalahan itu terbuat.
Allwight (1975) menyarankan bahwa kesalahan-kesalahan secara garis besarnya dapat dikatagorikan dengan :
a. kategori linguistic
b. pertimbangan mengenai pentingnya dalam pengkomunikasian pesan-pesan
c. sumber dan
d. kemudahan koreksi
Burt dan Kiparsky (1974) seperti yang telah kita singgung dimuka menyarankan agar para guru dapat membedakan antara :
1. kesalahan local atau kesalahan yang tidak melebihi batas-batas atau kalimat tunggal
2. kesalahan global atau kesalahan yang mengganggu pemahaman dengan jalan menimbulkan hubungan diantara dan sesama unsur-unsur untuk wacana
Menurut Cohen (1975) menyarankan serta mengemukakan suatu system komperensif bagi pemilihan kesalahan yang meliputi empat nidang analis yaitu :
1. informasi dasar mengenai koreksi
2. pentingnya koreksi
3. kemudahan koreksi
4. cirri-ciri para pelajar
Ervin (1981) mengemukakan bahwa hierarki KK dapat didasarkan pada kehebatan kesalahan yang ditentukan oleh antar seksi atau titik pertemuan tiga factor :
1. efek atau taraf noda atau gangguan
2. keterpahaman
3. sumber kesalahan dalam tata bahasa kompetensi atau perfomansi sang pelajar

5.8.1 koreksi kesalahan bahasa lisan
Walz (1982) mengklasifikasikan berbagai prosedur KK kedalam tiga kategori utama yaitu :
1. Koreksi diri sendiri dengan bantuan guru
2. Koreksi sesama teman
3. Koreksi guru

5.8.2 koreksi kesalahan bahasa lisan
dalam kegiatan mengoreksi atau memperbaiki kesalahan bahasa tulis para pelajar, sang guru dapat menggunakan berbagai teknik yang terpenting atau yang biasa dimanfaatkan adalah :
a. teknik koreksi langsung sang guru memperbaiki segala kesalahan yang terdapat dalam karangan atau komposisi yang di buat oleh para pelajar dan kemudian menyuruh mereka menulis kembali karangannya dengan memasukan semua perbaikan tersebut
b. teknik koreksi tidak langsung, dalam teknik koreksi tidak langsung ini kesalahan-kesalahan komposisi ditandai dengan sarana khusus, jadi tidak langsung diperbaiki oleh guru

5.9 Sebuah Model AKB Indonesia
Seluruh pembicaraan mengenai kesalahan berbahasa yang telah kita kemukakan pada halaman-halaman terdahulu dalam bab lima ini bersifat “teoretis”. Dari pembicaraan teoretis tersebut kita ingin memetik hikmah bagi pengajaran bahasa Indonesia. Berdasarkan teori-teori yang telah dibicarakan itu kita ingin mengusulkan sebuah model Analis Kesalah Berbahasa Indonesia (AKBI).
5.9.1 Kesalahan Fonologi
a. kesalahan ucapan adalah kesalahan mengucapkan kata sehingga menyimpang dari ucapan baku atau bahkan menimbulkan perbedaan makna
b. kesalahan ejaan adalah kesalahan penulisan kata atau kesalhan menggunakan tanda baca
5.9.2 Kesalahan Morfologi
kesalahan morfologi adalah kesalahan memakai bahasa disebabkan salah memilih afiks, salah menggunakan kata ulang, salah menyusun kata majemuk dan salah memilih bentuk kata.
5.9.3 Kesalahan sintaksis
Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frase, klausa, atau kalimat serta ketidak tepatan pemakaian partikel.
5.9.4 Kesalahan leksikon
Kesalahan leksikon adalah kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat.








PENUTUP

Pemerolehan bahasa anak merupakan salah satu proses yang dilakukan, baik secara sengaja maupun secara tidak disengaja, bahkan tidak disengaja sama sekai. Mengenai pemrolehan bahasa ini terdapat beberapa pengertian. Pengertian yang satu mengatakan bahwa pemerolehan bahasa mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba, mendadak.
 Pemerolehan bahasa pertama adalah apabila seseorang memperoleh bahasa yang semula tanpa bahasa.
 Ekabahasa yaitu Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh hanya satu bahasa.
 Dwibahasa yaitu Pemerolehan bahasa pertama tetapi yang diperoleh dua bahasa.
 Urutan Perkembangan Pemerolehan Bahasa yaitu:
1. Perkembangan Prasekolah
2. Perkembangan Ujaran Kombinatori.
3. Perkembangan Masa Sekolah

Metode terjemahan tata bahasa pada umunya mencangkup dua komponen yaitu, pertama telaah eksplisif kaidah-kaidah tata bahasa dan kosakata, dan yang kedua yaitu penggunaan terjemahan.
Kesalahan berbahasa merupakan salah satu sisi yang mempunyai cacat pada ujaran atau tulisan sang pelajar. Kesalahan tersebut merupakan bagian-bagian konversasi atau yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performasi bhasa orang dewasa



DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa.
Bandung: Angkasa.

Tidak ada komentar: