Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Jumat, 14 Mei 2010

PENGAJARAN DRAMA

PENGAJARAN DRAMA DI SEKOLAH
ARTI DRAMA
1. Drama berarti perbuatan, tindakan. Berasal dari bahasa Yunani “draomai" yang berarti berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya.
2. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak
3. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama
Dalam bahasa Belanda, drama adalah toneel, yang kemudian oleh PKG Mangkunegara VII dibuat istilah Sandiwara.
ARTI TEATER
1. Secara etimologis : Teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium.
2. Dalam arti luas : Teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak
3. Dalam arti sempit : Teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.
AKTING YANG BAIK
Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak.
Dialog yang baik ialah dialog yang :
1. terdengar (volume baik)
2. jelas (artikulasi baik)
3. dimengerti (lafal benar)
4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
Gerak yang balk ialah gerak yang :
1. terlihat (blocking baik)
2. jelas (tidak ragu ragu, meyakinkan)
3. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
Penjelasan :
• Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh
• Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata kata yang diucapkan menjadi tumpang tindih.
• Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang berarti "tidak takut" harus diucapkan berani bukan ber ani.
• Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah
• Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi.
Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut :
• Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.
• Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan.
Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:
• Bagian kanan lebih berat daripada kiri
• Bagian depan lebih berat daripada belakang
• Yang tinggi lebih berat daripada yang rendah
• Yang lebar lebih berat daripada yang sempit
• Yang terang lebih berat daripada yang gelap
• Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi
Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai sesuai adegan yang berlangsung
1. Jelas, tidak ragu ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting
2. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb.
3. Menghayati berarti gerak gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.
Selanjutnya akan dibahas secara rinci tentang dasar latihan teater.

2.2. Pembahasan Masalah

Drama adalah bentuk sastra yang dapat merangsang gairah dan ngasikan para pemain dan penonton sehingga sangat digamari masyarakat. Bentuk ini didukung oleh tradisi dari sejak jaman dahulu yang mmelekat erat pada budaya masyarakat setempat. Disamping mudah disesuaikan untuk dimainkan dan dinikmati masyarakat segala umur, drama sangat tinggi nilai pendidikanya. Karana drama merupakan peragaan tingkah laku manusia yang mendasar, drama baru dapat disusun dan dipentaskan dengam berhasil jika diikuti pengamatan yang teliti baik oleh penulis maupun para pemainnya. Tokoh tokoh pendidikan melihat sastra ini sebagi suatu wadah gennerasi mudah dalam menuju kedewasaanya dengan melakukan berbagai macan peran yang perlu dipahami benar. Dengn menghayati berbagai macam peran, para pemuda akan memiliki wawasan yang lebih luas tentang hidup dan kehidupan yang dihadapinya. J.S. Bruner dalam bukunya yang berjudul Towords a theory of instruction (1976) mengungkapkan bahwa :
Drama, novel, sejarah pada umumnya…… disusun berdasarkan lawan asas pilihan menusia yang merupakan pemecahan atas satu pilihan antaru dua kemungkinan yang dihadapinya. Karya-karya itu menurut artinya yang terdalam, sebenarnya mmerupanan “pelajaran” tenatang sebab akibat pilihan manusia. Karana isi yang merik dan dekatnya pada kehidupan, karya-karya itu dapat dijadiak ungkapan untuk meyoroti dilema budaya, termasuk aspirasinya, konflik dan bahan terror-terornya sampai pada tahap tertentu kita telah menginytelektualkan dan mendisiplinkan fakta-fakta sejarah maupun mitos. Maka dalam menyusun rencana pelajaran hendaknya kita memikirkan cara yang dapat memberikan wawasan tentang sifat dan dan keadaan manusia yang sebenarnya satu sama lain yang berbeda. Dramatisasi merupakan suatu cara yang baik untuk menyampaikan hal itu. Cara ini perlu lebih digarap dengan serius karena dapat menimbulkan gerak hati yang kuat untuk mengungkapkan keadaan manusia yang sebenarnya, sehingga’pelajaran’seakan merupakan drama tentang kehidupan manusia.
Tujuan utama dalam mempelajari drama adalah untuk memahami bagaimana suatu tokoh harus diperankan dengan sebaik-baiknya dalam suatu pementasan. Dalam mempelajari drama memang tidak selalu mudah, untuk itu seorang guru (pelatih) dama bertanggung jawab untuk memperkenalkan siswa-siswanya pada kondisi pementasan drama. Dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa hal yang bisa membantu menyampaikan pengalaman pementasan yang secara nyata seperti melalui TV, drama, Film, dan pengalaman hidup sehari-hari.
Mempelajari naskah drama disatu pihak dan pentas drama dipihak lain. Namun, demi kejelasan, hendaknya perbedaan aktivitas tersebut ditekan seminimal mungkin. Perlu diketahui bahwa : Pertama setiap drama mempunyai bentuk dan gaya satu dengan yang lain.pelu dipahami bahwa bentuk dan gaya itu mempunyai tujuan yang tidak sama. Jika bentuk dan gaya ni dicampuradukan sedemikian rupa,maka akan sangat mengecewakan misalanya akan terjadi suatu kesalahan bersar apabila pementasa tragedy, lantaran keliru menafsirkanya maka aakan diatanggapi penonton justru sebagai bahan tertawaan; sebaliknya bentuk komedi malah ditanggapi penonton dengan tegang dan serius.
Pebedaan antara bentuk dan gaya dalam drama dikenali lewat istilah kunci seperti misalnya tragedy (kesediahan dan kemalangan) dan komedi ( tentang lelucon dang tingkah laku konyol) drama komedi sering dibagi menjadi melodrama dan farce (drama olok-olok) yang masing-masing memiliki sendiri meskipun ada kesamaanya. Jenis drama macam ini sering masih pula dibedakan dalam drama-drama rill dan drama-drama simbolik. Untuk penyajian drama yang realis ini perlu dipersiapkan situasi yang mendekati kenyataan sebenarnya dalam pementasanya, misalnya dalam pemakaian bahasanya, kostum, tata panggung dan sebagainya. Sedangkan pada drama simbolik, dalam pemantasanya tidak perlu mewakili apa yang sebenarnya terjadi dalam realita. Bahasa dalam drama simbolik ini misallnya, dapat dibuat puitis, dibumbui dengan music, bahkan sering cukup dengan penggung kosong tanpa hiasan sekalipun.
Variasi panggung gaya pementasan dapat dibedakan dengan dua kategori. Pertama, panggung panggung ketat yakni permainan disajikan berupa pertunjukan penuh diatas penggung. Penonton dapat megamati pwermainan dari keseluruhan dari luar daerah panggung. Kedua, panggung bebas yang memanfaatkan seluruh gedung sebagai arena pertunjukan.
Menulis teks drama menuntut keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh semua orang, terutama dalam bidang kebahasaan. Penulis teks drama harus mampu mempertimbangkan kesesuaian antara kata-kata dengan gerak yang diperankan seorang tokoh.
Ada beberapa cara mengajarkan drama pada para siswa sekolah menengah. Sebagai langkah awal, dilakuakan pembacaan naskah drama di dalam kelas sebagi suatu syarat perkenalan. Untuk memperkenalkan drama yang baik, guru juga dapat memanfaatkan pita rekaman atau rekaman video. Dalam pembacaan teks drama sebagai contoh ini, baik direkam maupun tidak, para pemeran hendaknya melengkapi diri dengan penguasaan unsur-unsur bahasa lisan yang perlu diperhatikan. Jika memungkinkan sebelum pembacaan drama dilaksanakan, diadakan latihan yang berulang-ulang agar dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan. Sebagai langkah lebih lanjut, pembacaan oleh siswa dikelas boleh dilaksanakan asal efek-efek dramatis yang penting dalam teks itu telah ditunjukkan dan perlu diapresiasikan.
Seperti kita ketahui unsur yang paling mutlak dalam drama adalah gerak. Suatu drama masih dapat berjalan hanya dengan mimic meski tanpa bahasa lisan. Oleh karena itu, untuk tahap awal siswa perlu diberi latihan gerak sebagai latihan dasar. Latihan gerak dapat dilaksanakan diluar kelas dimana tersedia tempat untuk bertingkah dan untuk mengamati tingkah dengan leluasa. Latihan dapat diawali dengan menyuruh siswa memperagakan gerak-gerak tertentu, kemudian membahasnya bersam-sama dan kalau perlu diperbaiki. Untuk latihan selanjutnya, siswa dapat diminta untuk mengamti aktivitas seseorang dan kemudian menirukannya.
Setelah para siswa berhasil menirukan gerak-gerak sederhana dengan baik, mereka kemudian dapat diminta untuk memikirkan situasi yang lebih kompleks dengan menirukan gerak-gerak yang lebih bervariasi. Dalam latihan ini guru hendaknya dapat memberi contoh bila diperlukan. Misalnya, siswa juga dapat diminta menirukan sekelompok petualang yang mencoba menerobos hutan lebat yang ternyata ditengah hutan itu mereka harus menyebrangi sungai yang deras, kemudian mereka mencari kayu untuk membuat jembatan penyebrangan darurat. Pada latihan selanjutnya, siswa-siswa dapat diminta, untuk menirukan gerak-gerak yang diambil dari cerita atau puisi. Beberapa orang siswa, misalnya mendapat bagian untuk membaca teks, sedang beberapa siswa lain melukiskan dengan gerak yang sesuai.
Sampai pada tahap-tahap tertentu, latihan gerak ini hendaknya mulai disertai dengan latihan mengucapkan kata-kata. Seperti langkah-langkah sebelumnya, latihan ini dimulai dengan perpaduan gerak dan kata-kata sederhana kemudian baru mengarah ke latihan gerak dan kata-kata dengan situasi yang lebuh kompleks. Unsur-unsur gerak dari cerita yang didramatisasi hendaknya dipilih dari yang paling mudah dilakukan.
Untuk latihan perpaduan gerak dengan kata-kata ini, guru hendaknya menentukan cerita dan scenario, terutama yang sebelumnya telah dikenal oleh para siswa. Kadang-kadang dialog yang didramatisasikan sudah tersedia dalam cerita. Tatapi apa billa tidak ada dialig di dalam cerita tersebut, guru dapat membimmbing para siswa untuk membuat dialog sendiri dan mengembangkanya berdasarkan cerita asli.
Tahap selanjutnya, sisiwa hendaknya mulai dibina untuk mencari situasi dramatis dalam cerita dan mencoba menyusunya sendiri. Para siswa yang menunjukan gaya satiris perlu mendapatkan perhatiann khusus karena penemuan unsur-unsur satris ini erat dengan kejelian pengamatan. Biasanya mitos, legenda dan cerita daerah asal si siswa dapat merupakan sumber yang terbukti cukup potensial untuk dikembangkan menjadi karya drama.
Guru-guru sastra hendaknya mencoba memperkenalkan aktifitas-aktifitas drama, hendaknya kemudian diperluas untuk dijadikan hiburan antar kelas untuk mengembangkan minat siswa yang telah tumbuh misalnya: pada acara pentas malam ekpresi, lustrum, perpisahan dan senbagainya. Festifal drama ataupun pementasan dram tahunan juga dapat merupakan penopang yang kuat untuk meningkatka antusiasme siswa terhadap drama. Disamping untuk mengembangkan bakat, pementasan-pementasan itu juga dapat merupakan sarana untuk menyoroti prestasi siswa dalam bidang drama.
Banyak jenis-jenis drama yang penting dipelajari diluar sekolah, ,misalnya sandiwara tradisional, (ketoprak, lenong), wayang orang, sendratari.

Contoh pengajarannya:
Berikut ini disajikan langkah-langkah mementaskan drama pendek (satu babak) berjudulPenggali Intan karya Kirdjomuljo yang dimuat dalam majalah Budaya, No. 9, September 1957, Tahun ke-6, halaman 356-391. Prosedur penyajiannya mengikuti pendekatan umum, yaitu:

1. Pelacakan pendahuluan
Drama ini nampaknya dapat memberikan pengalaman baru bagi para siswa. Mengandung konflik dalam diri tokoh Sanjoyo dan Sunarsih. Sanjoyo bekas pejuang yang lama dalam tahanan tentara colonial Belanda, setelah bebas, lontang-lantung tidak mempunyai pekerjaan, menemui kekasihnya yang bernama Sunarsih, menjadi sangat kecewa, lari berendam di lembah Barito Kalimantan Tengah menjadisalah seorang penggali intan ; yhanya karena Sunarsih yang sebenarnya mencintainya, secara kelakar pernah mengucap bahwa ia ingin kawin dengan laki-laki yang kaya. Bagi Sanjoyo hal ini merupakan hinaan dan sekaligus tantangan. Ia ingin membalas dendam dan menunjukkan kepada Narsih bahwa dirinya dapat juga kaya lewat memburu intan dibelantara Kalimantan yang cukup ganas dengan malaria dan ular berbisanya yang banyak meminta korban para penggali intan. Daram ini hanya memiliki peran 4 orang. Sanjoyo, Sunarsih, Siswadi, dan Sarbini. Hanya babk tidak terlalu panjang untuk dimainkan. Bahasanya sederhana, tetapi pengaruh struktur kejiwaannya menonjol (Sunarsih).

2. Penentuan sikap praktis
Naskah ini sudah cukup lama. Pernah popular ditahun 1957. Beberapakali pernah dipentaskan dengan sukses. Sayangnya, tidak ada rekaman videonya yang dapat dijadikan model pementasan. Dengna demikian, guru harus mempelajari naskah ini sungguh-sungguh dengan memberi tanda pada teks dengan tegas bagaiman gerak-gerik para pelakunya. Karakter ke-empat tokoh harus jelas ditangkap oleh para siswa.

3. Introduksi
Akan lebih baik jika pertama-tama setiap siswa diberi teks drama tersebut agar dapat dibaca dan dipelajari sendiri-sendiri. Teks-teks drama yang dibagikan hendaknya disertai dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai bahan diskusi dalam usaha memahami dan menghayati drama tersebut.

4. Penyajian
Proses pementasan dimulai dengan pembacaan bersama dikelas dimulai dengan pembacaan bersama dikelas kemudian didiskusikan bersama untuk menelusuri fakta-fakta lebih lanjut.

5. Diskusi
Setelah diadakan sekali atau dua kali pembacaan seperti yang diungkapkan diatas siswa-siswi dikelas akan menajdi lebih siap mendiskusikan aspek-aspek drama tersebut secara lebih terinci. Diskusi ini hendaknya dilaksanakan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tentang factor-faktor yang mendalam untuk memperbaiki wawasan si siswa tentang makna dan implikasi berbagai pembicaraan dari teks yang telah dipelajari. Disamping itu, siswa juga diharapkan memperdalam pemahamannya tentang pemikiran-pemikiran yang melatar belakangi cerita serta kesesuaian antar kata-kata dengan gerak yang akan ditampilkan
( “sesuaikan gerak dengan kata-kata dan kata-kata dengan gerak’, demikian pesan Hamlet untuk pemain-pemain pilihannya). Dalam diskusi ini juga perlu dibahas kesesuaian antara tokoh satu dengan tokoh yang lain dan pencarian tema-tema umum.

6. Pengukuhan
Dalam pelajaran drama, ada berbagi macam pengukuhan yang dapat dilakukan, misalnya: melaporkan pementasan drama, menuliskan dialog, membuat adegan, mencari cerita pendek atau novelette yang dapat diubah menjadi teks drama.
Sedangkan maksud pengukuhan dalam drama ini, sebenarnya lebih mengarah pada mendorong para siswa agar mampu menerjemahkan teks drama denagn baik, sehingga mereka siap untuk berakting. Ini sangat penting, sebab dalam pementasan drama dibutuhkan perhatian penuh terhadap gerak dan mimic wajah untuk menjiwai peran. Ada banyak factor yang mentukan keberhasilan suatu pementasan drama. Yaitu: (a.) waktu yang tersedia; (b.) pengalaman dan ketrampilan praktis yang dimiliki oleh siswa dalam bermain drama.

7. Diskusi lanjutan
Diskusi lebih lanjut perlu dilaksanakan dikelas untuk memperdalam pemahamna isi teks. Disamping pembahasan yang mendalam tentang isi teks, diskusi hendaknya disertai dengan peragaan praktis adegan-adegan tertentu yang perlu mendapatkan perahtian khusus. Dalam drama penggali intan.

8. Praktek percobaan
Setelah diskusi berjalan lancar, biasanya para siswa ingin segera memraktekkan apa yang telah mereka bahas. Guru dapat memanfaatkan nafsu bermain ini dengan membawa ,mereka ke aula atau halaman sekolah yang cukup luas dan leluasa untuk berlatih gerak dan dialog. Sebagai langkah pemulaan, perlu dipraktekkan beberapa adegan yang dramatis.

9. Latihan mengucapakan dialog
Agar pementasan nanti berhasil baik, setelah latihan gerak, guru hendaknya mengajak para calon-calon pemain itu untuk kembali meneliti teks drama dan menyiapkannya sebagai bahan hafalan. Sebelum tiap-tiap pemain menghafalkan peranannya, guru hendaknay sudah memperoleh keyakinan bahwa setiap pemain telah memahami cara penyampain setiap kata, frase, maupun kalimat-kalimat yang harus diucapkan. Untuk itu, sebelumnya mereka harus diajak intuk memperhatikan: lafal, lagu, tekanan, jeda, tempo, ekspresi wajah, dan suasana keheningan yang sangat perlu dalam pementasan yang adakalanya justru dapat menimbulkan suasana yang dramatis. Seorang guru darama juga harus mengetahui bidang studi bahsa dan sastra. Ia diharapkan dapat memakai istilah-istilah dibidang studi sastra, terutama dibidang tutur yang memanfaatkan tekanan, tempo, irama, keheningan dan sebagaiya. Di samping itu guru juga dapat memanfaatkan istilah atau symbol-simbol yang digunakan dalam pengajaran music, misalnya : tanda istirahat, tanda berhenti, tahap demi tahap semakin keras, dan tahap demi tahap semakin lemah.


10. Akting
Membawakan dan menghidupkan teks dialog memang sangt penting, tetapi yang tidak kalah penting adalah mengola gerak dan ekpresi wajah para pemain. Seorang sutradara dalam hal ini seorang guru drama, harus mempunyai gambaran yang jelas tentang bgaiman acting para pemain di pentas, seperti misalnya : kapan seorang pemain harus muncul, bagaimana posisinya, kapann harus mengubah posisi, gerakan apa yang dilakukanya agar dapat menimbulkan efek dramatis dan sebagainya. Saat yang tepat untuk memberikan gambaran tentang tingkah dan gerak para pemain di pentas ini adalah setelah pemein ytelah hafal teks. Mereka dapat membuat catatan dimana mereka akan masuk panggung, dimana harius berdiri, bagaiman dan kapan herus bergerak dan sebagainyasesuai dengan teks drama yang akan disampaikan.

11. Pementasan
Apabila pentas drama dimaksudkan untuk umum dan dimainkan dengan penonton yang terdiri dari para guru, karyawa sekolah, siswa, orang tua murid bahkan mungkin untuk masyarakat umum, guru drama harus bertindak sebagai produser dan sutradara yang bai. Artinya guru harus memillih pemain dengan selektif, melatih secara khusus, dan membagi tugas untuk persiapan pementasan seperti: siappa yang bertanggung jawab untuk perlengkapan pennggung, tata rias, tata musik, tata lampu, pembisik, property, dan sebagainya.
Akan tatapi pentas drama ini akan disajikan dalamm rangka lokakarya drama atau hanya untuk pelajaran drama, tugas guru akan lebih ringan. dalam persiapan pementasan tidak perlu disediakan seluruh perlengkapan penggung seperti tersut di atas. Jika terpaksa ada beberapa pemain yang diijinkan membawa teks drama dan sesekali boleh menengok teks jika ia lupa pada baris-baris yang harus dibawakanya. Tetapi dalam persiapan pemantasan ini, langkah-langkah yang harus ditempuh para siswa untuk menghidupkan teks drama perlu diberikan secara rinci pula. Ini adalah termmasuk kegiatan apresiasi dram yang harus dilakukan para siswa.

3. Simpulan
Drama merupan sastra yang merupakan dari tiruan kehidupan masyarakat yang diamainkan kemabali oleh para aktor. Dalam drama tidak hanya menggunakan vocal tapi juga mengunakan gerakan tubuh. Bahkan gerakan tubuh atau bahasa non verbal dalam drama ini sangat dominan. Pengajaran drama dalam pengajaran sastra di sekolah sangat penting untuk dilakuakan dikarenakan drama mungkin menjadi sastra terfaforit siswa, bahkan sastra ini sering ditampilkan disaat diadakan perpisahan siswa kelas III.

DAFTAR PUSTAKA

Rahmmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra.Kanisusu: Yogyakarta

Tidak ada komentar: